Label

Ali dalam Matsnawi Rumi


Oleh Caner K. Dagli (Princeton University)

Dalam Matsnawi Rumi, kita menemukan sebuah kisah yang menawan mengenai peristiwa yang terjadi antara Ali dan “ksatria tak-beriman”, yang secara tradisional dipandang telah terjadi dalam Fathu Khaibar. Ali mendapatkan ksatria ini dan mengelilinginya untuk mengalahkannya, lalu ksatria lawan Ali tersebut meludahi wajah Ali. Terkejut dengan reaksi ksatria tersebut, Ali malah menyarungkan kembali pedangnya, memperpanjang usia si ksatria yang meludahi wajahnya itu.

Pelajarilah bagaimana bertindak secara ikhlas dari Ali, ketahuilah Singa Allah (Asadullah) disucikan dari semua tipu-daya, yang seringkali kita anggap sebagai “jihad dan mencari keridhaan Tuhan, padahal bersumber dari nafsu pribadi”. Ksatria itu meludahi wajah Ali, kebanggaan setiap nabi dan wali. Ia meludahi wajah yang di hadapannya rembulan membungkuk di tempat ibadah.

Seketika Ali menyarungkan pedangnya dan menenangkan (usahanya) dalam memerangi ksatria yang menjadi lawannya itu. Jawara itu terheran-heran dengan sikap dan perbuatan Ali ini dan dengan menunjukkan pengampunan dan rahmatnya segera. Ia berkata, “Anda mengangkat pedang tajam Anda terhadapku, mengapa engkau menyarungkannya kembali? Apakah Anda melihat bahwa itu lebih baik ketimbang memerangiku, sehingga Anda menjadi segan dalam memburuku?”

Ketika pasase ini berlanjut, jawara itu meminta Ali untuk mengatakan kepadanya apa yang telah ia lihat, untuk menyampaikan alasan rahasia atas pemaafannya. Jawara itu telah merasakan suatu perubahan spiritual yang berkilauan melalui perbuatan ganjil (enigmatic) Ali, dan kini berusaha memahami bagaimana rahmat Allah telah mendatanginya:

Wahai Ali, engkau adalah semua pikiran dan pandangan,
ceritakanlah sedikit apa yang telah kau lihat!

Pedang kesabaranmu merobek jiwaku,
air pengetahuanmu telah menyucikan bumiku.

Katakanlah! Aku tahu bahwa semuanya ini
adalah rahasia-rahasiaNya, karena ini cara (kerja)-Nya
untuk membunuh tanpa pedang.

Matamu telah belajar mempersepsi Yang Gaib,
sementara pandangan pengamat tertutup.

Sejauh bulan membisu menunjukkan jalan itu,
ketika ia berbicara ia menjadi cahaya di atas cahaya.

Karena engkau adalah gerbang kota ilmu,
karena engkau adalah pendaran cahaya Rahmat.

Bukalah, wahai Gerbang, kepadanya yang mencari gerbang,
agar melaluimu sekam bisa sampai pada inti.

Kita harus memperhatikan, pertama-tama, Rumi menulis bahwa ia (si ksatria tak-beriman) meludahi wajah Ali. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, tradisi Islam memberi Ali gelar khusus Karramallahu Wajhah. Wajah yang diludahi sang jawara tak-beriman itu adalah wajah yang sama yang memiliki kekuatan transformatif pada jiwanya. Di sini kita bisa menyamakan wajah Ali dengan rembulan, dan cahaya di atas cahaya sebagai cahaya-cahaya yang direfleksikan matahari.

Kegelapan malam dari jiwa menutupi (“kafara” – “kafir”) disinari oleh cahaya yang datang dari bulan, tetapi bulan memberikan cahaya secara tepat karena itu bukan di kegelapan malam, namun adalah kehadiran cahaya matahari, Cahaya Intelek Ilahi, yang itu memantul kepada mereka yang belum mencapai Visi Matahari Ilahi. Ksatria tak-beriman itu mengakui ketika ia membicarakan bulan yang menunjukkan jalan tanpa bicara. Separuh kehidupannya yang tidak diharapkan cukup membuka pandangan batin sehingga ia bisa melihat bulan “wajah Ali” yang menyinarinya, mendesaknya untuk bertanya kepada Ali yang baru dilihatnya, sebagaimana orang yang telah melihat rembulan, tetapi bukan matahari, akan heran apakah sumber cahaya luar biasa itu.

Kita juga bisa ingat di sini ayat tentang Musa. Musa berkata kepada keluarganya, “Tunggulah (di sini) sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu (dari) tempat api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan” (al Qur’an surah al Qashash: 29). Dari keadaan “kufur” (tertutup – tak beriman), si ksatria lawan Ali itu menjadi seorang pencari ruhani, yang Rumi gambarkan dengan serangkaian pertanyaan, “Apa yang telah kau-lihat? Katakanlah”. Di sini Rumi menggambarkan peran Ali sebagai Sang Guru Besar (mursyidnya para mursyid) pertama dalam Islam setelah Nabi Muhammad.

(Petikan singkat ini dikutip dari tulisan panjang Caner K. Dagli yang berjudul Ali Bin Abi Thalib dan Tasawuf



73 Kebaikan dan Perusaknya


Imam Ali Bin Abi Thalib As berkata: ”Setiap sesuatu ada perusaknya,

1. Rusaknya keahlian karena pujian yang berlebihan
2. Rusaknya keberanian karena kebrutalan
3. Rusaknya kebaikan karena diungkit-ungkit
4. Rusaknya keindahan karena kesombongan
5. Rusaknya ibadah karena santai
6. Rusaknya ilmu karena lupa
7. Rusaknya kelembutan karena kebodohan
8. Rusaknya kebangsawanan karena kebanggaan
9. Rusaknya kedermawanan karena keborosan
10. Rusaknya agama karena hawa nafsu
11. Rusaknya ibadah karena riya’
12. Rusaknya akal murni karena ujub (bangga diri)
13. Rusaknya kemurahan hati karena keangkuhan
14. Rusaknya malu karena kelemahan
15. Rusaknya lemah-lembut karena kerendahan akhlak
16. Rusaknya keuletan karena kekejian
17. Pengecut adalah kerusakan
18. Hawa nafsu adalah kerusakan bagi akal
19. Rusaknya iman karena kemusyrikan
20. Rusaknya keyakinan karena keraguan
21. Rusaknya nikmat karena pengingkaran
22. Rusaknya ketaatan karena maksiat
23. Rusaknya kemuliaan karena kesombongan
24. Rusaknya kecerdikan karena tipudaya
25. Rusaknya kedermawanan karena diungkit-ungkit
26. Rusaknya agama karena buruk sangka
27. Rusaknya akal karena hawa nafsu
28. Rusaknya kemuliaan karena halangan taqdir (ketentuan)
29. Rusaknya diri karena terlalu memberikan kecintaan pada dunia
30. Rusaknya musyawarah karena ide-ide yang bertentangan
31. Rusaknya para raja karena buruk sepak terjang
32. Rusaknya kabinet karena niat jahat
33. Rusaknya ulama karena cinta kekuasaan
34. Rusaknya para pemimpin karena lemah taktiknya
35. Rusaknya pasukan karena menyalahi komando
36. Rusaknya latihan karena dikalahkan oleh kebiasaan
37. Rusaknya rakyat karena meyalahi ketaatan
38. Rusaknya penjagaan karena kurangnya rasa kecukupan
39. Rusaknya peradilan karena kerakusan
40. Rusaknya para pelaku keadilan karena kurang hati-hatinya pengawasan
41. Rusaknya keberanian karena mengabaikan tekad
42. Rusaknya orangkuat karena menganggap lemah musuh
43. Rusaknya kelembutan karena kehinaan
44. Rusaknya pemberian karena mengulur-ulur
45. Rusaknya ekonomi karena pelit
46. Rusaknya wibawa karena senda gurau
47. Rusaknya pencarian karena tidak sukses
48. Rusaknya kerajaan karena lemahnya penjagaan
49. Rusaknya perjanjian karena kurangnya perhatian
50. Rusaknya kepemimpinan karena kebanggaan
51. Rusaknya penukilan karena sumber berita yang bohong
52. Rusaknya ilmu karena meninggalkan prakteknya
53. Rusaknya perbuatan karena tidak ada keikhlasan
54. Rusaknya kemurahan karena kebanggaan
55. Rusaknya masyarakat umum karena orang alim yang licik
56. Rusaknya keadilan karena orang zalim yang menyimpang
57. Rusaknya pembangunan karena penyimpangan para penguasa
58. Rusaknya kekuatan karena menghalangi untuk berbuat baik
59. Rusaknya pembicaraan karena dusta
60. Rusaknya amal-amal karena kelemahan para pelakunya
61. Rusaknya angan-angan karena tibanya ajal
62. Rusaknya kesetiaan karena penipuan
63. Rusaknya tekad karena kadaluarsanya perkara
64. Rusaknya amanat karena penghianatan
65. Rusaknya ahli fiqih karena tidak menjaga diri
66. Rusaknya kemurahan karena berlebihan
67. Rusaknya kehidupan karena buruknya pengaturan
68. Rusaknya pembicaraan karena terlalu panjang
69. Rusaknya kekayaan karena kikir
70. Rusaknya kebaikan karena teman yang buruk
71. Rusaknya kemampuan karena kesombongan dan keangkuhan
72. Pangkal berbagai kerusakan adalah cinta pada kelezatan
73. Kerusakan yang paling jelek pada akal adalah kesombongan”

Semesta dan Mu’jizat

Oleh Paramahansa Yogananda (Spiritualis)

Novelis besar Leo Tolstoy pernah menulis cerita yang menyenangkan, judulnya Tiga Pertapa. Temannya, Nicholas Roerich, telah meringkas kisah ini, sebagai berikut: “Di sebuah pulau tinggal tiga pertapa tua. Mereka begitu sederhana sehingga satu satunya doa yang mereka teriakkan adalah: “Kami bertiga; Engkau penguasa kami bertiga –kasihanilah kami!” Tetapi mukjizat besar terwujud dalam doa naif ini. “Uskup lokal datang untuk mendengar tentang tiga pertapa ini dan doa mereka yang dianggap tidak dapat diterima, dan memutuskan untuk mengunjungi mereka untuk mengajari mereka doa “yang benar”. Dia tiba di pulau itu, dan mengatakan kepada para pertapa bahwa permohonan mereka tidak bermartabat, dan mengajarkan mereka banyak doa-doa adat. Uskup itu kemudian meninggalkan mereka dengan menaiki perahu. Tapi kemudian dia melihat cahaya di kejauhan. Saat mendekat, ternyata dilihatnya tiga pertapa tersebut, yang saling berpegangan tangan dan berjalan di atas gelombang laut dalam upaya untuk mengejar kapal tersebut.

“Kami telah lupa doa yang Anda ajarkan pada kami, teriak mereka ketika mereka tiba, dan kami meminta Anda untuk mengulanginya.” Uskup tersebut menggelengkan kepala terpesona. Yang terhormat, jawabnya dengan rendah hati,’ teruslah hidup dengan doa lama Anda!’ Bagaimana tiga orang suci ini bisa berjalan di atas air? Bagaimana Lahiri Mahasaya dan Sri Yukteswar melakukan mujizat mereka? Ilmu pengetahuan modern saat ini belum memiliki jawaban, meskipun dengan munculnya bom atom dan keajaiban radar, ruang lingkup pemikiran –dunia telah tiba-tiba membesar. Kata ‘tidak mungkin’ menjadi kurang penting dalam kosa kata ilmiah. Tulisan suci Veda kuno menyatakan bahwa dunia fisik beroperasi di bawah satu hukum dasar maya, prinsip relativitas dan dualitas. Tuhan, Inti Kehidupan, adalah Kesatuan Mutlak; Dia tidak bisa muncul sebagai manifestasi ciptaan yang terpisah dan beragam kecuali di bawah tabir palsu atau tidak nyata. Ilusi kosmik tersebut adalah maya. Setiap penemuan ilmiah yang besar di zaman modern ini sesungguhnya adalah konfirmasi dari pernyataan sederhana dari para Resi.

Hukum Newton tentang Gerak adalah hukum maya: “Untuk setiap aksi selalu ada reaksi yang sama atau berlawanan; aksi bersama dua benda adalah selalu sama atau berlawanan”. Sehingga Aksi dan reaksi adalah persis sama. “Untuk memiliki gaya tunggal tidak mungkin. Harus ada, dan selalu ada, sepasang gaya yang sama dan berlawanan.“ Fundamental semua kegiatan alam semesta didasarkan pada prinsip dasar maya. Listrik, misalnya, adalah sebuah fenomena tolakan dan daya tarik; elektron dan proton adalah arus listrik yang berlawanan. Demikian pula, atom atau partikel akhir dari materi, seperti bumi itu sendiri, adalah sebuah magnet dengan kutub positif dan negatif. Fenomena di seluruh dunia adalah di bawah kekuasaan yang tak terhindarkan dari polaritas, tidak ada hukum fisika, kimia, atau ilmu lain yang terbebas dari keterikatan pada prinsip-prinsip berlawanan atau kontras. Ilmu fisika, kemudian, tidak bisa merumuskan hukum di luar maya, penciptaan yang sangat tekstural dan struktural. Alam itu sendiri adalah maya; dalam domainnya sendiri, ia adalah kekal dan tak ada habis-habisnya; ilmuwan di masa depan dapat melakukan tidak lebih dari satu aspek percobaan ke aspek lainnya dari variasi ketidakterbatasan ini. Ilmu pengetahuan dengan demikian tetap dalam fluktuasi yang terus-menerus, tidak dapat mencapai finalitas. Adanya gravitasi dan listrik telah menjadi dikenal, tapi apakah itu gravitasi dan listrik, tidak ada manusia yang tahu.

Untuk mengatasi ilusi/maya adalah tugas yang diberikan kepada umat manusia oleh para utusan milenium. Untuk bisa berada di atas dualitas penciptaan dan merasakan kesatuan dengan Pencipta adalah tujuan tertinggi manusia. Diantara triliun misteri kosmos, yang paling fenomenal adalah cahaya. Tidak seperti gelombang suara, yang memerlukan media transmisi udara atau bahan lain, gelombang cahaya bebas melalui ruang vakum antar bintang. Bahkan hipotetis tentang ether yang dianggap digunakan sebagai medium dari cahaya antar planet dalam teori gelombang, dapat diabaikan dengan alasan dari Einstein bahwa sifat geometri dari ruang membuat teori ether menjadi tidak perlu. Dalam konsepsi besar Einstein, kecepatan cahaya mendominasi seluruh Teori Relativitas. Dia membuktikan secara matematis bahwa kecepatan cahaya sejauh pikiran terbatas manusia yang bersangkutan, adalah satu satunya yang konstan dalam alam semesta yang terus berfluktuasi.

Di bawah kecepatan cahaya, semua standar manusia adalah tergantung waktu dan ruang. Tidak abstrak kekal sebagaimana dipertimbangkan sebelumnya, waktu dan ruang adalah faktor yang relatif dan terbatas, yang berasal dari validitas pengukuran mereka yang hanya merujuk pada ukuran-kecepatan cahaya. Dalam penggabungan dengan ruang sebagai dimensi relativitas, waktu telah tunduk pada klaim lama sebagai nilai yang tak berubah. Sekarang waktu ini telah ditelanjangi sifat alaminya, yaitu sebagai esensi sederhana dari ambiguitas! Dengan membuat beberapa persamaan, Einstein telah membuang setiap realitas kosmos yang dianggap konstan kecuali cahaya.

Diciptakan Oleh Maya

Dalam perkembangan kemudian, dalam usaha untuk membuat Unified Field Theory, fisikawan besar mencoba mewujudkan dalam satu rumus matematika hukum gravitasi dan elektromagnetisme. Dengan mengurangi variasi  struktur kosmik menjadi satu hukum tunggal, Einstein telah mencapai lintas zaman kembali ke ajaran para Resi yang menyatakan tekstur tunggal penciptaan- berasal dari maya. Teori Relativitas telah menjadi pijakan penting terhadap munculnya matematika kemungkinan untuk menjelajahi atom utama. Ilmuwan-ilmuwan besar sekarang telah berani menyatakan bahwa atom adalah energi bukan materi, energi atom telah membuktikan hal tersebut.

Dengan penemuan terbaru terhadap mikroskop elektron, telah datang bukti yang pasti esensi-cahaya dari atom dan dualitas alam yang tak terhindarkan. “Aliran pengetahuan,” Sir James Jeans menulis dalam The Mysterious Universe, ” adalah menuju realitas non-mekanis, alam semesta mulai terlihat lebih mirip sebuah pikiran besar daripada seperti mesin besar” ilmu pengetahuan abad ke dua puluh dengan demikian terdengar sama seperti tulisan dari Weda putih. Dari ilmu pengetahuan, orang belajar filsafat tentang kebenaran bahwa tidak ada material di alam semesta; semua adalah maya. Itu adalah realitas fatamorgana yang dipecahkan melalui analisis. Pelepasan energi atom dihasilkan melalui penghapusan partikel materi.Oleh karena itu, ‘kematian’ sebuah materi adalah kelahiran dari energi.

Kecepatan cahaya adalah standar matematika atau konstanta karena tidak ada tubuh material, yang masanya meningkat dengan kecepatannya, yang pernah bisa mencapai kecepatan cahaya. Dengan kata lain: hanya tubuh material yang massanya tak terbatas bisa sama dengan kecepatan cahaya. Konsep ini membawa kita pada hukum mukjizat. Para empu yang mampu mewujudkan dan menghilangkan tubuh mereka atau benda lainnya, dan bergerak dengan kecepatan cahaya, dan memanfaatkan sinar cahaya kreatif yang membawa visibilitas instan ke setiap manifestasi fisik, mereka telah memenuhi kondisi Einstein yang diperlukan: membuat massa mereka yang tak terbatas.

Kesadaran dari seorang yogi yang sempurna mudah diidentifikasi, bukan dengan tubuh yang kurus, namun dengan struktur pandangan universal. Gravitasi, yang disebut  ’gaya ‘ menurut Newton atau ’bentuk inersia’ menurut Einstein’, ‘tak berdaya untuk memaksa seorang guru tunduk pada ‘berat’ yang membedakan kondisi gravitasi dari semua benda material. Dia yang mengetahui dirinya sebagai Jiwa yang ada dimana-mana dan tidak lagi tunduk pada kekakuan dari materi dalam ruang dan waktu. Kemampuan mereka untuk keluar dari penjara ini telah menghasilkan kesimpulan bahwa: “Aku adalah Dia”. Jadilah terang, jadilah terang dan ada cahaya disana. “Perintah pertama Tuhan kepada ciptaan-Nya (Kejadian 1:3) merujuk pada satu-satunya realitas atom: cahaya. Pada media bukan material ini terjadi semua manifestasi ilahi. Para saksi terhadap munculnya Tuhan di sepanjang jaman adalah sebagai api dan cahaya.

Massa Cahaya

Seorang yogi yang sempurna melalui meditasi memiliki kesadaran bergabung dengan Sang Pencipta merasakan esensi kosmiknya sebagai cahaya, tidak ada perbedaan antara cahaya yang menyusun air dan cahaya yang menyusun tanah. Bebas dari kesadaran materi, bebas dari tiga dimensi ruang dan dimensi keempat dari waktu, master mentransfer tubuh cahayanya dengan sama mudahnya diatas sinar cahaya bumi, air, api atau udara. Konsentrasi yang lama pada pembebasan mata rohani para yogi telah memungkinkan mereka untuk menghancurkan semua delusi tentang materi dan beban gravitasinya; sejak itu dia melihat alam semesta hanya sebagai masa cahaya yang pada dasarnya tidak dapat dibeda-bedakan.

Dalam mimpi, sesungguhnya manusia telah menurunkan kesadarannya dari keterbatasan ego yang sehari-hari menguasai dia. Sesungguhnya dalam mimpi itu mereka bisa bertemu dengan teman-teman yang sudah lama meninggal, melihat benua terpencil, adegan yang dibangkitkan dari masa kecilnya. Dengan kesadaran bebas dan tidak bersyarat, yang dikenal semua orang dalam fenomena mimpi, para master-telah ditempa oleh hubungan yang tidak pernah terputus dengan Kesatuan. Keluar dari semua motif pribadi, dan menggunakan kreatifitas yang dianugerahkan kepadanya oleh Sang Pencipta, para yogi menata kembali atom-atom cahaya alam semesta untuk memenuhi doa-doa yang tulus dari pemujanya. Manusia dan ciptaan dibuat untuk tujuan ini: bahwa ia harus bangkit sebagai penguasa maya, mengetahui kekuasaan-Nya atas kosmos.

Pada tahun 1915, tak lama setelah saya memasuki Orde Swami, saya menyaksikan visi kekerasan yang kontras. Di dalamnya relativitas dari kesadaran manusia itu jelas terbentuk; Saya dengan jelas melihat kesatuan Cahaya Abadi di belakang dualitas yang menyakitkan dari dunia maya. Visi ini turun pada saya ketika suatu pagi saya sedang duduk di kamar loteng kecil saya di Gurpar Road. Beberapa bulan kemudian Perang Dunia I berkecamuk di Eropa, saya sangat sedih dengan jumlah korban kematian yang sangat besar. Ketika saya memejamkan mata saya dalam meditasi, kesadaran saya tiba-tiba dipindahkan ke dalam tubuh seorang kapten di sebuah kapal komando. Gemuruh senjata membelah udara saat terjadinya saling tembak antara meriam pantai dan kapal. Sebuah peluru mesiu besar menabrak dan merobek kapalku. Saya melompat ke dalam air, bersama-sama dengan beberapa pelaut yang selamat  dari ledakan.

Dengan jantung berdebar-debar, saya mencapai pantai dengan selamat. Tiba-tiba sebuah peluru mengenai di dada saya. Saya terjatuh mengerang ke tanah. Seluruh tubuhku kemudian seolah lumpuh, namun saya menyadari peristiwa tersebut seperti seorang yang akan pergi tidur. “Pada akhir peristiwa kematian yang telah saya alami tersebut, “pikir saya. Dengan napas terakhir, aku seolah akan tenggelam dalam ketidaksadaran ketika saya mendapati diri saya masih duduk dalam postur teratai di kamar saya Gurpar Road.

Air mata saya keluar saat saya dengan sukacita membelai, mencubit dan memiliki kembali tubuh saya yang terbebas dari lubang peluru di dada. Saya bergoyang ke sana kemari, menghirup dan membuang nafas untuk meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya masih hidup. Di tengah-tengah diri yang selamat, sekali lagi saya menemukan kesadaran saya yang dipindahkan ke mayat kapten di pantai berdarah tersebut. Kebingungan pikiran datang kepada saya. “Tuhan,” Saya berdoa, ”saya hidup atau mati?” Sebuah cahaya menyilaukan memenuhi seluruh cakrawala. Sebuah getaran gemuruh yang lembut dibentuk sendiri dalam kata-kata:

Apa hubungan kehidupan atau kematian dengan Cahaya? Dalam gambar Cahaya, Saya telah menciptakan Anda. Relatifitas dari kehidupan dan kematian adalah mimpi kosmik. Jadilah makhluk yang terjaga dari mimpi! Bangun, anakKu, bangun!” Sebagai langkah dalam kebangkitan manusia, Tuhan telah memberi inspirasi pada para ilmuwan untuk menemukan, pada waktu dan tempat yang tepat, rahasia-rahasia dari ciptaan-Nya. Banyak penemuan-penemuan modern membantu orang untuk memahami kosmos sebagai ekspresi bervariasi dari satu kekuatan-cahaya, dipandu oleh kecerdasan ilahi. Keajaiban dari film, radio, televisi, radar, dari sel foto-elektrik, semua mata elektrik ”, energi atom, semua berdasarkan pada fenomena cahaya elektromagnetik.

Seni film bisa menggambarkan banyak keajaiban. Dari sudut pandang visual yang mengesankan, kita sudah terbiasa dengan adanya trik fotografi. Tubuh astral yang transparan dari seseorang dapat terlihat naik dari bentuk fisiknya, dia bisa berjalan di atas air, membangkitkan orang mati, membalikan urutan alami perkembangan, dan bermain dengan waktu dan ruang. Dengan membentuk gambar cahaya yang menyenangkan, seorang fotografer mencapai keajaiban optik seperti yang dihasilkan oleh master sejati dengan sinar cahaya yang sebenarnya.

Gambaran seperti kehidupan dalam film menggambarkan banyak kebenaran tentang penciptaan. Pengatur Cosmic telah menulis drama-Nya sendiri, dan mengumpulkan adegan-adegan yang luar biasa untuk drama yang berlangsung berabad-abad. Dari bilik gelap keabadian, Dia menuangkan ide kreatif-Nya melalui film yang sambung menyambung, dan gambar-gambar yang disajikan pada ruang layar. Sama seperti gambar-gambar film yang tampak seperti nyata, tetapi sesungguhnya hanya kombinasi dari cahaya dan bayangan, begitu pula variasi alam semesta. Lingkup planet, dengan bentuk kehidupan yang tak terhitung, adalah sebuah kekosongan tetapi kita seolah menjadi tokoh dalam sebuah film kosmik, yang secara temporari melalui persepsi kelima indra manusia melihatnya sebagai adegan yang diberikan pada layar kesadaran manusia oleh pencipta kreatif yang tak terbatas.

Suatu hari saya memasuki bioskop untuk melihat film berita dari medan perang  di Eropa. Perang Dunia I masih berkecamuk di Barat; berita film itu mencatat pembantaian dengan seolah begitu nyata sehingga saya meninggalkan teater tersebut dengan hati yang bimbang. “Tuhan,” Saya berdoa, “mengapa Engkau mengizinkan penderitaan seperti itu?” Yang mengejutkan saya, jawaban instan datang dalam bentuk visi medan perang Eropa yang sebenarnya. Kengerian perang yang dipenuhi dengan orang mati dan sekarat, jauh melampaui keganasan dari film berita perang itu.

“Lihat dengan saksama” Sebuah suara lembut berbicara kepada kesadaran batin saya!. “Anda akan melihat bahwa adegan-adegan ini yang sekarang sedang berlangsung di Perancis tidak lain hanyalah permainan. Mereka adalah sebuah adegan film kosmik, seperti nyata dan tidak nyata seperti film berita yang kamu lihat- sebuah permainan dalam permainan.“

Hati saya masih belum terhibur. Suara ilahi melanjutkan: “Penciptaan adalah cahaya dan bayangannya, tidak ada gambar lain yang mungkin. Kebaikan dan kejahatan dari ilusi harus saling melengkapi. Jika kegembiraan itu tak henti-hentinya ada di dunia ini, akankah pernah orang mencari yang lain? Tanpa penderitaan dia jarang peduli untuk ingat bahwa ia telah meninggalkan rumah abadinya. Rasa sakit adalah dorongan untuk mengingat. Cara untuk keluar adalah melalui kebijaksanaan! Tragedi kematian adalah tidak nyata; orang-orang yang gemetar itu adalah seperti seorang aktor yang meninggal karena ketakutan di atas panggung ketika tidak lebih dari peluru kosong yang ditembakkan ke arahnya. Anak-anakKu, kalian semua adalah anak-anak Cahaya, mereka tidak akan tidur selamanya di dalam delusi ini.”…

Sebuah Visi

Ketika saya selesai menulis bab ini, saya duduk di tempat tidur saya dalam postur teratai. Kamar saya terlihat remang-remang oleh dua lampu berbayang. Ketika mengangkat tatapan saya, saya melihat bahwa langit-langit itu dihiasi dengan lampu kecil berwarna mustard, gemilang dan bergetar dengan bentuk seperti radium. Kota yang terdiri dari cahaya kecil, seperti lembar hujan, berkumpul menjadi poros transparan dan memancar kepadaku secara diam-diam. Saat itu juga tubuh fisik saya kehilangan berat dan bermetamorfosis menjadi menjadi tekstur astral. Saya merasakan sensasi mengambang, hampir tidak menyentuh tempat tidur, tubuh ringan dan bergantian bergeser sedikit ke kiri dan kanan. Saya melihat sekeliling ruangan, perabot dan dinding adalah seperti biasa, tetapi langit-langit seolah tidak terlihat tertutup oleh cahaya. Saya heran dan takut.

“Ini adalah mekanisme gerakan gambar kosmik.” Sebuah suara berbicara seolah-olah dari dalam cahaya. “Cahaya pada layar putih di atas tempat tidur Anda, itulah yang menghasilkan gambar tubuh Anda. Lihatlah, bentuk Anda yang tidak lain adalah cahaya!” Saya menatap lengan saya dan memindahkan mereka bolak-balik, namun tidak bisa merasakan berat badan keduanya. Suatu kegembiraan meliputi diri saya. Ini adalah cabang kosmik cahaya, yang menjadi tubuh saya, tampak seperti sebuah replika cahaya ilahi yang keluar dari kotak proyeksi di bioskop rumah dan mewujudkan sebagai gambar pada layar. Untuk waktu yang lama saya mengalami gambar dari gerak tubuh saya seperti di teater yang diterangi lampu samar-samar di kamar tidur saya sendiri. Meskipun banyak penglihatan yang saya miliki, tidak satupun yang lebih daripada cahaya singular ini. Ilusi saya tentang tubuh padat ini benar-benar hilang, dan realisasi saya telah diperdalam bahwa esensi dari semua benda sesungguhnya tidak lain adalah cahaya.