Label

Koalisi Kejahatan Imperialisme Israel dan Amerika


Peta yang aktual ini telah menunjukkan bahwa IRAN dan SURIAH sudah dikepung sejak lama oleh pangkalan-pangkalan militer USA yang tersebar di Timur Tengah. Hingga status ini dinyatakan, hanya tersisa 4 negara di Timur Tengah yang tidak memiliki Pangkalan Militer USA di wilayahnya, yaitu IRAN, SURIAH, LIBANON (Markas HIZBULLAH) dan YAMAN.

Adakah Anda masih bingung kenapa propaganda kebencian para Takfiri selalu ditujukan kepada koalisi ini? Adakah Anda masih bingung kenapa para Takfiri seakan meletup kepalanya ketika mendengar koalisi Republik Islam Iran dan Suriah Bashar Al Assad?

Adakah Anda masih bingung kenapa para boneka AS seperti Rezim Klan Saud Saudi Arabia, Turki-nya Erdogan dan Qatar berani menggelontorkan miliaran dollar untuk membiayai distabilitas (upaya kekacauan, konflik, dan penyerangan dengan menggunakan kelompok-kelompok mujahilin yang dibentuk dan dibiayai secara patungan oleh mereka) di negara-negara ini?

Satu-satunya cara termudah untuk membodohi pengikut mereka (yang notabene sudah bodoh) adalah dengan provokasi sektarian Syi'ah, Syi'ah dan Syi'ah. Karena aliansi IRAN DAN SURIAH adalah sandungan besar bagi terciptanya NEW WORLD ORDER –yang merupakan impian utama Zionist-Israel (plus Amerika dkk). 


Riwayat Ajaib Imam Ali bin Musa ar Ridho (as)




Atas perintah Al-Ma'mun, Khalifah Abbasiyah masa itu, Imam Ali Ar-Ridho as akhirnya meninggalkan Madinah menuju ibukota pemerintahan Khalifah di Khurasan, Iran. Perjalanan itu menempuh jarak yang lama dan berhari-hari. Agar tak terlihat orang-orang yang nantinya pasti akan mengelu-elukan Imam, maka Al-Makmun memerintahkan para prajuritnya untuk membawa Imam melewati daerah-daerah yang tidak biasa ditempuh orang-orang Madinah menuju Iran.

Pada hari yang kesekian, Imam Ali Ar-Ridho as menempuh perjalanan melewati sebuah hutan. Saat itulah ia melihat seorang pemburu hampir saja membunuh seekor Rusa betina. Pemburu itu tengah membidikkan anak panahnya ke arah Rusa betina ketika Imam tiba di tempat tersebut. Tapi pada saat itulah, Rusa betina yang telah terpojok tak berdaya tersebut memandang Imam dengan tatapan penuh harap. Saat itulah hal gaib terjadi. Rusa betina itu berbicara dalam bahasanya memohon pertolongan Imam.

Dalam isyaratnya memahami bahasa Rusa betina itu, Imam Ridho as kemudian mengalihkan pandangannya kepada si pemburu dan mengatakan padanya untuk melepaskan rusa tersebut. Imam menjelaskan bahwa Rusa itu memiliki anak yang tengah kelaparan. Anak Rusa itu tengah menantikan kembalinya sang induk agar bisa menyusu. Imam juga menjelaskan bahwa Rusa tersebut berjanji bahwa ia akan kembali setelah menyusui anaknya.

Dengan rasa takjub, si pemburu menyimak penjelasan itu. Meski karena ia tidak tahu siapakah sosok di hadapannya, ia menjadi ragu. Bagaimana mungkin sosok di hadapannya ini bisa tahu apa yang dipikirkan binatang buruannya itu? Tidak mungkin seorang manusia bisa berbicara dengan binatang. Dipandanginya sosok yang terlihat sangat bersahaja di hadapannya tersebut, sosok yang berwibawa dan memancarkan cahaya kemuliaan. Sungguh rasanya tidak mungkin juga ia berbohong. Tapi, bagaimana mungkin ia melepas begitu saja buruannya?

Imam Ridho as yang mengetahui gejolak hati si pemburu meyakinkannya. Ia bahkan mengatakan bahwa ia bersedia menjadi jaminan bagi Rusa tersebut. Ia akan menunggu bersama si pemburu sampai Rusa betina itu kembali. Akhirnya si pemburu menurunkan anak panahnya dan membiarkan induk Rusa itu pergi. Ia menunggu induk Rusa kembali di tempat itu. Imam Ali Al-Ridho pun turut serta menunggu bersamanya sebagai jaminan.

Pemburu yang penasaran itu menanti dengan gelisah. Ia tidak yakin Rusa betina tersebut akan kembali. Bagaimana bisa lelaki ini berbicara dengan binatang? Pikirnya. Namun selang beberapa saat menunggu dengan gelisah dan penasaran, pemburu itu terperanjat melihat Rusa betina kembali dengan membawa kedua anaknya.  Pemburu itu kagum dengan apa yang terjadi.


Dipandanginya Imam Ali Ar-Ridho. Hatinya terasa bergetar. Rusa itu benar benar-benar kembali. Bahkan ia datang dengan membawa anaknya. Hal ini jelas sekali membuktikan bahwa sosok mulia ini benar benar berbicara dengan sang rusa. Ia mengerti bahasa binatang sebagaimana nabi Sulaiman as. Tergetar dengan kemuliaan sosok agung di hadapannya, pemburu itu pun melepaskan induk Rusa dan kedua anaknya. 



Tragedi Ibrahim dan Muhammad yang Dipenggal di Tepi Sungai Eufrat


Ketika itu, setelah Muslim bin Aqil, sang utusan Imam Husain as dibunuh dengan cara ditusuk dan disabet dengan pedang-pedang pasukan Ubaydillah Ibn Ziyad atas perintah Yazid bin Muawwiyah, dan lalu tubuhnya dilempar dari atas menara, dua anak-nya, yaitu Muhammad dan Ibrahim juga ditahan dan dibawa ke sel bawah tanah. Diriwayatkan bahwa Muhammad waktu itu masih berumur sepuluh tahun dan Ibrahim delapan tahun.

Pada tanggal 20 Zulhijah tahun 60 Hijriah, ketika sipir penjara datang membawa makan untuk anak-anak itu, ia melihat mereka sedang salat. Sipir pun kemudian menunggu. Ketika anak-anak itu selesai salat, ia menanyakan siapa mereka sesungguhnya. Ketika sipir tahu bahwa mereka adalah anak-anak Muslim bin Aqil, ia melepaskannya. Anak-anak pun keluar dari penjara.

Di malam hari, yang pertama ada di pikiran mereka adalah menemui Imam Husain as dan mengingatkannya untuk tidak pergi ke Kufah. Tapi ke manapun mereka pergi, mereka melihat jalanan diblokade oleh pasukan Ibnu Ziyad. Tidak mungkin untuk keluar dari Kufah. Kondisi pun semakin larut. Ke mana anak-anak ini akan pergi? Mereka sadar berada di sisi sungai Eufrat.

Mereka meminum air sungai dan menaiki pohon untuk bersembunyi pada hari itu. Sampai akhirnya seorang wanita datang ke sungai untuk mencari air. Ia melihat dua anak kecil dan bertanya siapa mereka. Ibrahim menjawab, “Kami adalah dua anak yatim, maukah engkau meninggalkan kami dan jangan beri tahu kalau engkau melihat kami?” Wanita itu meminta mereka untuk ikut bersama menemui majikannya yang mungkin bisa membantu.

Majikan wanita itu adalah perempuan yang baik. Setelah berbicara kepada anak-anak itu, ia sadar siapa mereka. Ia pun memberi mereka makan dan berkata, “Kalian bisa menghabiskan waktu di sini dan saya akan coba membantu kalian. Sayangnya, suamiku Harits bekerja untuk Ibnu Ziyad. Kalian dapat beristirahat di ruang penyimpan makanan tapi jangan membuat suara karena ia akan segera pulang dan menemukan kalian.”

Anak-anak itu kemudian berdoa dan pergi tidur. Malam harinya Muhammad bangun dan mulai menangis. Ibrahim bertanya mengapa ia menangis, Muhammad menjawab, “Aku melihat ayah dalam mimpi. Ia memanggil kita…” Ibrahim berkata, “Saudaraku, sabarlah. Aku juga melihat ayah dalam mimpi dan memberi isyarat kepada kita.”

Kemudian mereka mulai menangis. Harits yang sudah pulang mendengar suara. Ia membuka pintu dan bertanya siapa kalian. Setelah mengetahui bahwa mereka adalah anak-anak Muslim bin Aqil, ia mengikat anak-anak itu ke tiang. Istri Harits berusaha menghentikannya tapi ia dipukul. Harits ingin mendapatkan hadiah yang Ibnu Ziyad tawarkan kepada siapa saja yang bisa menangkap anak-anak itu.

Anak-anak Muslim bin Aqil itu pun menghabiskan malam mereka dalam ikatan. Pagi harinya, Harits menyeret mereka ke tepi sungai. Ia mengambil pedangnya. Ibrahim bertanya, “Harits, apakah engkau akan membunuh kami?” Harits menjawab, “Ya!” Ibrahim bertanya, “Kalau begitu, izinkan kami untuk menyelesaikan salat subuh kami.”

Mereka berdua pun melakukan shalat dan mengangkat tangan ke atas dan menangis, “Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’un! Ya Allah, kami datang kepadamu. Berikan kepada ibu kami kekuatan ketika ia mendengar kematian kami dan adililah antara kami dan pembunuh kami!” Pedang itu pun melayang. Mereka dilemparkan ke sungai. Dua tubuh anak-anak Muslim bin Aqil itu pun hanyut di sungai Furat (Eufrat).

Si Bahlul dan Harun ar Rasyid


Suatu hari, Bahlul mendatangi masjid. Tiba-tiba dia mendengar seorang laki-laki menyombongkan dirinya di hadapan jamaah dalam masjid.

Orang itu mengatakan bahwa dia adalah seorang alim yang menguasai berbagai cabang ilmu. "Sesungguhnya Ja'far bin Muhammad (ash-Shadiq) berbicara dalam beberapa masalah yang tidak menarik bagiku. Di antaranya, dia (Ja'far) berkata, 'Sesungguhnya Allah maujud (ada), tetapi Dia tidak dapat dilihat, baik di dunia maupun di akhirat.'

Bagaimana mungkin sesuatu yang ada tidak dapat dilihat? Sungguh, ini betul-betul suatu hal yang bertentangan.

Dia berkata, 'Sesungguhnya Setan disiksa di dalam api neraka, padahal, kata orang itu, Setan diciptakan dari api.’ Bagaimana mungkin sesuatu disiksa dengan apa yang ia diciptakan darinya?

Dia juga berkata, 'Sesungguhnya perbuatan-perbuatan seorang hamba dinisbahkan kepada dirinya sendiri,' padahal ayat-ayat Al-Qur’an menunjukkan secara jelas bahwa Allah-lah pencipta segala sesuatu (termasuk perbuatan).

Ketika Bahlul mendengar perkataan orang itu, dia segera mengambil tongkatnya dan memukulkan kepalanya hingga terluka. Darah pun mengalir ke wajah dan jenggotnya. Segera orang itu menghadap Harun ar-Rasyid dan mengadukan perbuatan Bahlul.

Ketika Bahlul dihadirkan ke hadapan Harun dan ditanyai mengapa dia memukul orang itu, dia berkata kepada Harun:

"Sesungguhnya orang ini menyalahkan Ja'far bin Muhammad a.s. dalam tiga masalah.

Pertama: Dia mengatakan bahwa segala perbuatan seorang hamba sesungguhnya Allah-lah pelakunya. Luka yang dialami orang ini semata-mata perbuatan Allah. Lalu, apa salahku?

Kedua: Dia mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada pasti dapat dilihat. Jika rasa sakit ada pada kepalanya, kenapa ia tidak terlihat?

Ketiga: Sesungguhnya dia diciptakan dari tanah dan tongkat ini juga berasal dari tanah. Sedangkan dia mengatakan bahwa suatu jenis tidak akan disiksa dengan jenis yang sama. Jika memang demikian halnya, lalu mengapa dia merasakan sakit dari pukulan tongkat?

Harun ar-Rasyid merasa kagum dengan perkataan Bahlul.  Dilepaskannya Bahlul dari hukuman karena memukul orang itu.

Sumber: Sayyid Muhammad Asy-Syirazi, 99 Kisah Hikmah Pilihan, Bandung: Pustaka Hidayah