Label

Fisika Kuantum dan Kosmologi al Qur’an





Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan dan Dia yang Maha halus lagi Maha mengetahui” (Al-Qur’an Surah Al-An’am ayat 103).

Dalam tulisannya yang membahas tentang nilai penting fisika dan kerja saintifik Albert Einstein, Kim Michaels menyatakan: “Fisikawan Kuantum telah menunjukkan (melalui percobaan yang tak terhitung jumlahnya) bahwa apa yang kita sebut partikel sub-atomik dapat berperilaku baik sebagai gelombang maupun partikel. Apakah mereka berperilaku sebagai satu atau yang lain, tampaknya tergantung pada bagaimana kita ingin mengamati mereka. Dengan kata lain, jika seorang fisikawan sedang mencari sebuah partikel, entitas sub-atomik berperilaku sebagai sebuah partikel. Jika fisikawan sedang mencari gelombang, entitas sub-atomik berperilaku sebagai gelombang”.

Kita tahu, dalam dunia fisika kita mengenal adanya dimensi ekstra, di mana menurut fisika partikel setidaknya ada sepuluh dimensi ruang dan demensi waktu yang ada dalam penciptaan alam semesta. Jika ruang yang kita tempati ini adalah ruang material tempat planet-planet dan galaksi-galaksi, maka dimensi di luar dimensi kita adalah ruang immaterial. Sementara itu dunia kita adalah tiga dimensi ruang dan waktu –dunia yang kita tempati saat ini, hingga kita bisa melihat benda-benda yang berada di dimensi kita. Sedangkan enam dimensi lainnya ada di alam semesta sebagai dimensi yang sangat kompak yang membungkus dimensi kita.  

Ruang 3 dimensi dibungkus oleh ruang 4 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan pertama. Ruang 4 dimensi dibungkus oleh ruang 5 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan kedua. Ruang 5 dimensi dibungkus oleh ruang 6 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan ketiga. Ruang 6 dimensi dibungkus oleh ruang 7 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan keempat. Ruang 7 dimensi dibungkus oleh ruang 8 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan kelima. Ruang 8 dimensi dibungkus oleh ruang 9 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan keenam. Ruang 9 dimensi dibungkus oleh ruang 10 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan ketujuh.

Berdasarkan hal itu, misalnya, makhluk di ruang dimensi 3 tidak akan bisa melihat makhluk yang ada di ruang dimensi 4, tetapi ini tidak berlaku sebaliknya, sedangkan makhluk di ruang dimensi 4 bisa melihat makhluk di ruang dimensi 3, begitu seterusnya –yang pada dasarnya makhluk di suatu dimensi tidak akan mampu melihat makhluk yang berada di dimensi yang lebih tinggi, sedangkan makhluk di dimensi yang lebih tinggi akan mampu melihat makhluk yang berada di dimensi lebih rendah. Dengan demikian misalnya ada makhluk di ruang dimensi 5, maka dia bisa melihat makhluk di ruang dimensi 4 dan 3. Dan begitulah seterusnya.

Untuk Mempermudah Memahaminya Dapat Kita Uraikan Seperti Ini: Bayangkan kita sebagai pengamat alam semesta yang di dalamnya hanya berisi dua dimensi ruang (katakanlah x dan y), sehingga perlu satu dimensi lagi (katakanlah z) dari pada makhluk-makhluk yang hidup di dalamnya di dua alam dimensional ini. Katakanlah Budi memandang Roni, maka Budi hanya melihat satu sisi Roni dalam satu waktu (bagian depan, bagian belakang, samping kiri ataukah samping kanan) tergantung di mana posisi Budi, yang bentuknya hanya bidang, Budi tidak akan mampu melihat Roni secara utuh dalam satu waktu. Untuk mengetahui Roni secara utuh maka Budi harus mengelilingi Tubuh Roni, sehingga gambaran tubuh Roni secara utuh hanya ada pada pikiran Budi. Meskipun demikian, sebagai pengamat, dari dunia tiga dimensional kita bisa melihat Budi dan Roni secara keseluruhan. Andai Budi atau Roni bersembunyi di dalam kamar, maka kita sebagai pengamat masih bisa melihatnya karena dinding temboknya tidak meluas ke dimensi kita, tetapi mereka tidak bisa melihat kita sebagai pengamat.

Dengan memahami tentang ruang dimensional ini, kita bisa memahami mengapa malaikat dan Tuhan tidak bisa kita lihat. Sebagaimana ditegaskan dalam surat Al-An’am ayat 103 Allah SWT berfirman: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan dan Dia yang Maha halus lagi Maha mengetahui.” Demikianlah, jika kita percaya dan menyakini bahwa alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan, maka kesepuluh dimensi yang membentuk alam semesta dijalankan oleh Tuhan. Karena Dia yang telah menciptakan Dimensi Ruang dan Dimensi Waktu di alam semesta ini. Kita yang berada di ruang dimensi 3 dan waktu, tidak akan mampu melihat segala sesuatu yang berada di ruang dimensi 4 sampai dengan 10, kecuali jika ada makhluk dari dimensi lain yang masuk ke dalam dimensi kita. Apalagi melihat yang menjalankan dan menciptakan dimensi-dimensi ruang dan waktu tersebut, yaitu Tuhan. Tuhan tidak butuh dimensi untuk memempatkan di mana diri-Nya, karena Dia ada sebelum dimensi ruang dan waktu tercipta dan Tuhan Kuasa untuk melihat seluruh makhluknya tanpa terkecuali. 

Hal itu pun selaras dengan Teori Medan Kuantum yang menggambarkan bahwa semua benda yang ada merupakan keadaan atau pola dari energi yang terisolasi dan dinamis. Keadaan latar belakang dari energi yang tidak tereksitasi juga disebut hampa kuantum (Quantum Vacuum). Suatu benda ketika diikat menjadi banyak ikatan (dieksitasi menjadi berbagai energi), akan tampak sebagai manifestasi yang banyak. Semua benda yang ada adalah hasil eksitasi ruangan hampa kuantum, sehingga ruang hampa ada sebagai pusat dari segala benda. Energi ruangan hampa mendasari sekaligus menembus kosmos. Karena diri kita sendiri bagian dari kosmos, energi ruang hampa pasti mendasari dan memasuki diri kita. Tidak ada pusat kosmik tertentu dalam fisika Newton, gaya gravitasi hanyalah kekuatan yang hadir di antara benda atau materi di mana pun berada. Di sini, kita perlu merenungkan firman Allah swt yang (terjemahannya) berbunyi: “Sesungguhnya urusan (–perintahNya), apabila Dia menghendaki sesuatu (terjadi dan menjadi), Dia berfirman, “Jadilah!”. Maka jadilah" (–sesuatu itu) (al Qur’an Surah Yaasin: 82).

Singkatnya, sebelum menyudahi tulisan ini, kita perlu merenungkan sabda Nabi Muhammad saw yang menegaskan bahwa kita, ummat Islam, dapat mengenali Tuhan kita dengan melihat dan memikirkan atau merenungkan ayat-ayat (tanda-tandaNya), baik yang tekstual maupun yang kauniyah, bukan dengan memikirkan zat-Nya.

Sulaiman Djaya 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar