Label

Isa Al-Masih as Menurut Para Filsuf Syi’ah



Isa Al-Masih (as) diutus di tengah-tengah kaum yang dijerumuskan oleh falsafah yang dasarnya mengatakan bahwa penciptaan alam memiliki sumber pertama, seperti sebab dari akibat. Jadi, alam memiliki wujud yang mendahuluinya. Di tengah-tengah masa yang materialis ini, di mana ruh diingkari, maka secara logis mukjizat Isa Al-Masih as terkait dengan usaha menunjukkan alam ruhani.

Demikianlah Isa Al-Masih dilahirkan tanpa seorang ayah. Mukjizat ini cukup untuk membungkam kaum yang mengatakan bahwa alam memiliki sumber pertama. Jelas bahwa alam tidak memiliki wujud yang mendahuluinya. Kita berada di hadapan Sang Pencipta yang mengadakan sistem bagi segala sesuatu dan menjadikan sebab bagi segala sesuatu. Dia menjadikan proses kelahiran anak berasal dari hubungan laki-laki dan wanita, tetapi Pencipta ini sendiri menciptakan sebab-sebab dan sebab-sebab itu tunduk kepadanya sedangkan Dia tidak tunduk kepada sebab-sebab itu.

Dengan kehendak-Nya yang bebas, Dia mampu memerintahkan kelahiran anak tanpa melalui ayah sehingga anak itu lahir. Dan, kelahiran Isa Al-Masih pun terjadi tanpa seorang ayah. Cukup ditiupkan ruh kepadanya: "Lalu Kami tiupkan ke dalamnya (tubuhnya) roh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam" (Al-Qur’an Surah Al-Anbiya: 91).

Kelahiran Isa Al-Masih membawa mukjizat yang luar biasa yang menegaskan dua hal: PERTAMA, kebebasan kehendak Ilahi dan ketidak terkaitannya dengan sebab karena Dia adalah Pencipta sebab-sebab, dan KEDUA pentingnya ruh dan menjelaskan kedudukannya serta nilainya di antara kaum yang hanya mementingkan fisik sehingga mereka mengingkari ruh.

Seandainya kita mengamati sebagian besar mukjizat Isa Al-Masih as, maka kita akan melihatnya dan mendukung pandangan tersebut. Misalnya mukjizat Isa Al-Masih as yang mampu membentuk tanah seperti burung lalu beliau meniupkan nafasnya sehingga tanah itu menjadi burung yang hidup. Mukjizat ini pun menguatkan adanya ruh. Semula ia berupa tanah yang bersifat fisik yang tidak dapat disifati dengan kehidupan tetapi ketika Isa Al-Masih as meniupnya, maka segenggam tanah itu menjadi burung yang memiliki kehidupan.

Sungguh sesuatu yang bukan fisik masuk ke dalamnya. Sesuatu itu adalah ruh. Ruh itu masuk ke dalam tanah sehingga ia menjadi burung. Jadi, ruh adalah nilai yang hakiki, bukan jasad atau fisik. Disamping itu, juga ada mukjizat menghidupkan orang-orang yang mati. Bukankah ini juga menunjukkan adanya ruh dan adanya hari akhir atau hari kebangkitan? Orang yang mati telah ditelan oleh bumi di mana anggota tubuhnya telah hancur berantakan sehingga ia hampir menjadi tulang-belulang yang hancur lalu Isa Al-Masih memanggilnya dan tiba-tiba dia hidup kembali dan bangkit dari kematiannya.

Seandainya orang yang mati hanya berupa fisik sebagaimana dikatakan kaum atheis materialis, maka ia tidak akan mampu bangkit dari kematiannya karena fisiknya telah hancur, tetapi mayit itu mampu bangkit dari kematian seperti ditunjukkan Isa Al-Masih as dengan mukjizatnya. "Sesungguhnya manusia hidup bukan dari roti semata, tapi dari firman Tuhan" 


CIA & MOSSAD Aktor Intelektual Tragedi WTC 11 September 2001


Sebuah artikel yang dimuat di mingguan American Free Press mengungkap keterlibatan agen intelijen Israel, MOSSAD, dalam peristiwa serangan 11 September 2001 di New York, Amerika. Berdasarkan artikel dan ulasan itu, yang mengejutkan adalah ketelibatan MOSSAD dalam serangan Black September tersebut melalui sepupu salah satu tersangka pelaku serangan 11 September.

Artikel itu menyebutkan bahwa Ziad al-Jarrah, salah seorang tersangka pelaku serangan 11 September memilki sepupu bernama Ali al-Jarrah yang sudah lama bekerja sebagai agen MOSSAD. Fakta ini membuktikan bahwa MOSSAD berperan, jika bukan mastermind alias aktor intelektual, serangan terorisme di WTC beberapa tahun silam itu.

Sebelum mingguan American Free Press, sejumlah media massa AS sudah banyak yang mengungkap dugaan keterlibatan Israel dalam serangan teroris 11 September. Surat kabar New York Times misalnya, sudah menurunkan laporan tentang Ali al-Jarrah yang berkebangsaan Libanon. Menurut New York Times, Al-Jarrah sudah bekerja sebagai mata-mata Israel selama lebih dari 20 tahun, dan Al-Jarrah sendiri kabarnya pernah mengakui bahwa ia pernah melakukan kegiatan mata-mata terhadap kelompok-kelompok pejuang di Palestina dan kelompok Hizbullah di Libanon, sejak tahun 1983.

New York Times juga menulis bahwa keluarga Al-Jarrah dikenal dengan keterlibatan mereka dalam aksi-aksi kekerasan. Masih menurut New York Times, keterlibatan Israel dalam serangan teroris tersebut bisa dilacak kembali dari informasi tentang lima orang Israel yang ‘tertangkap basah’ menunjukkan kegembirannya dengan berjingkrak-jingkrak dan saling menepukkan telapak tangan ketika pesawat dengan nomor penerbangan 11 dan 175 menghujam gedung World Trade Center di New York. Karena kelakuanya itu, aparat keamanan dikabarkan menangkap kelima orang Israel tersebut, tapi mereka dibebaskan secara diam-diam setelah 71 hari di penjara. Kelima orang Israel itu diduga sebagai agen Mossad.

Disebutkan pula bahwa setelah ada perintah dari Gedung Putih untuk menutup kasus tersebut, markas besar CIA langsung membuat keputusan untuk menutupi kasus ini agar tidak bocor sehingga tidak ada alasan untuk mengait-kaitkan Israel dalam serangan 11 September yang menelan korban jiwa sebanyak 2.970 orang tersebut.

Dugaan bahwa Mossad terlibat dalam serangan 11 September 2001 di AS itu juga pernah dilontarkan oleh mantan Perdana Menteri Italia, Francesco Cossiga. Menurutnya, serangan teroris 11 September adalah hasil kerja bersama antara CIA-Mossad. “Semua agen intelejen di AS dan Eropa tahu pasti bahwa serangan mematikan itu dirancang oleh CIA dan Mossad. Kedua lembaga intelijen itu juga membentuk opini sedemikian rupa sehingga negara-negara Arab yang menanggung tuduhan serangan teroris tersebut. CIA dan Mossad ingin mendorong kekuatan-kekuatan Barat untuk ikut serta dalam perangnya di Irak dan Afghanistan,” demikian Cossiga menyatakan.

Keterlibatan MOSSAD Israel dalam serangan keji itu makin santer setelah muncul informasi bahwa ketika serangan terjadi, seluruh orang Yahudi yang bekerja di gedung World Trade Center sudah diberitahu untuk tidak pergi kerja pada hari itu. Informasi ini diperkuat oleh laporan yang bocor ke publik, berisi laporan bahwa dua orang pegawai perusahaan Odigo, perusahaan telekomunikasi milik Israel menerima short message service (SMS) peringatan akan adanya serangan beberapa jam sebelum tragedi serangan ke gedung World Trade Center.


Perusahaan Odigo pula yang mengirimkan SMS berisi himbauan agar orang-orang Yahudi tidak usah pergi kerja pada tanggal 11 September 2001 dan lebih baik berdiam diri di rumah. Kantor Pusat Odigo sendiri, terletak hanya dua blok dari gedung World Trade Center. 


Peziarahan Terbesar di Dunia Sedang Berlangsung


Oleh Sayed Mahdi Al-Modarresi

Ini bukan ibadah Haji, atau “Kumbh Mela”-nya kaum Hindu. Ini adalah Arbain, hari ke-40 gugur syahidnya cucu Rasulullah, Husein bin Ali bin Abi Thalib di Karbala, Irak. Ini adalah perkumpulan manusia terbanyak di dunia, yang mungkin belum pernah Anda dengar. Jumlah peziarah yang datang jauh melampui jamaah Haji. Sejak jatuhnya Saddam 2003 hingga kini, jumlah peziarah terus meningkat. Arbain melampaui pawai manapun di dunia ini: tahun lalu, diikuti 20 juta orang, tahun ini diperkirakan 30 juta. Ini setara dengan 60% populasi Irak.

Lebih dari segalanya, Arbain menjadi unik karena terjadi di sebuah negara yang rawan karena keberadaan ISIS. Selain itu, meskipun Arbain adalah ritual kaum Syiah, yang ikut dalam pawai super akbar ini tidak hanya Syiah, melainkan juga Sunni, Kristen, Yazidi, Zoroastrian, dan Sabian. Mereka hadir di sana baik sebagai peziarah, maupun sebagai pelayan para peziarah (yang menyediakan berbagai fasilitas, termasuk makanan-minuman).

Ini bermakna satu hal: manusia, tak peduli asal dan warna kulitnya, memandang Hussein sebagai sosok universal, tanpa batas, dan simbol kemerdekaan dan kasih sayang.

Mengapa Anda tidak pernah mendengar hal ini, mungkin karena media lebih peduli pada hal-hal yang negatif dan berdarah-darah, dibandingkan hal-hal yang positif dan inspiring, terutama jika berkaitan dengan Islam. Demo anti-imigran di jalanan London, demo pro-demokrasi di Hong Kong atau demo anti-Putin di Russia, akan menjadi headline. Namun, berkumpulnya 20 juta orang yang menyerukan perlawanan atas terror dan ketidakadilan, bahkan tak terberitakan dalam running-text televisi.

Arbain memunculkan pertanyaan: bagaimana mungkin seorang lelaki yang terbunuh 1396 tahun yang lalu, sedemikian “hidup” hari ini dan membuat puluhan juta orang merasakan penderitaannya?

Saya pernah hadir dalam pawai ini, berjalan 425 mil antara kota pelabuhan Basra menuju Karbala. Ini perjalanan yang jauh bila menggunakan mobil, tak terbayangkan jauhnya bila menempuhnya dengan berjalan kaki. Total waktu yang diperlukan adalah dua minggu [dari Najaf 3 hr]. Orang-orang dari berbagai usia berjalan di tengah terik mentari di siang hari, dan dingin menusuk tulang di malam hari. Mereka melintasi jalanan yang kasar berbatu, melewati sarang-sarang teroris yang berbahaya.

Salah satu bagian dari peziarahan ini yang akan membuat semua orang tercengang adalah keberadaan ribuan tenda dan dapur darurat yang didirikan oleh warga desa-desa yang dilalui peziarah. Di tenda (disebut 'mawkeb') itu, semua orang boleh beristirahat, mendapatkan makan dan minum, menelpon ke luar negeri, bahkan tersedia juga popok bayi. GRATIS.

Dan yang lebih mencengangkan lagi, peziarah justru DIUNDANG untuk menerima segala pelayanan itu. Para pengurus tenda akan mencegat peziarah, dan memohon agar peziarah bersedia mampir sejenak di tenda mereka, dan menikmati pelayanan kelas raja: pertama kaki Anda akan dipijat, lalu Anda akan diberi makanan hangat, lalu Anda dipersilahkan tidur sementara pakaian Anda dicucikan dan disetrikakan. Semua gratis, tentu saja. Bukan hanya itu, mereka juga menjadi tameng keamanan, melindungi para peziarah dari serangan ISIS.

"Untuk menilai Islam, jangan liat aksi biadab ratusan teroris, tapi saksikan pengorbanan tanpa pamrih yang ditunjukkan oleh puluhan juta peziarah Arbain," kata salah seorang pengelola Mawkeb. Sumber: http://www.huffingtonpost.co.uk/sayed-mahdi-almodarresi/arbaeen-pilgrimage_b_6203756.html  Diterjemahkan oleh:  Dina Yoelianti Sulaeman 


Octavio Paz, Gerimis, & Anna Akhmatova



Hak cipta ©Sulaiman Djaya (2010)

Pintu-pintu tahun terbuka, seperti pintu-pintu bahasa
menuju yang tak dikenal. Semalam kau bilang padaku: esok
kita akan kembali menemukan isyarat-isyarat,
kembali menggambar pemandangan di halaman ganda,
hari dan kertas. Esok, kita akan kembali
menemukan, sekali lagi, kenyataan dunia ini

(Octavio Paz)


Ketika hari masih dirundung mendung dan kabut selepas hujan, hening seakan waktu yang membeku, rumput-rumput dan jalan-jalan basah seperti dunia-dunia yang tengah terbaring dalam sapuan gelombang-gelombang angin yang mengirimkan dingin.


Sepasukan burung-burung kuntul tampak melintasi keheningan langit, burung-burung kuntul yang selalu saja mengingatkan saya pada masa kanak-kanak saya. Sekelompok burung kuntul yang tengah menempuh perjalanan migrasi mereka itu barangkali dapat diandaikan sebagai perubahan hidup dan pengulangan itu sendiri.

Itulah kiasan kesementaraan dan usia yang menghitungi dirinya sendiri –di saat waktu sebenarnya hanya bisa diam dan tak beranjak ke mana pun, persis ketika gerak dan kebisuan saling berpadu dan melengkapi satu sama lain seperti sepasang kekasih yang tengah dirundung kelesuan dan rasa cemburu yang membuat mereka kehilangan gairah dan spontanitas pertama mereka.


Dalam keadaan yang demikian itu, keindahan menjelmakan dirinya sebagai kebisuan dan hening cuaca yang membasahi pepohonan dan tiang-tiang lampu sepanjang jalan. Waktu pun lelap bersama mimpi-mimpinya di antara buih-buih dan kabut. Rasanya, tak ada salahnya, bila mengingat kembali penggalan puisi-nya Anna Akhmatova, di saat sendu seperti itu:


Telah terjadi perang di atas langit
Apoc.
Drama Shakespeare yang ke-24
Ditulis waktu dengan tangannya yang tak bergairah
Kita sendiri, adalah peserta pesta wabah
Yang lebih baik jikta kita membaca Hamlet, Caesar, Lira
Di atas sungai para pemimpin:

Lebih baik hari ini bagi si burung merpati Juliet
Menghantarkan ke peti mati dengan tonggak dan obor,
Lebih baik melongok dari jendela ke Macbeth,
Menggigil bersama-sama dengan si pembunuh bayaran, –
Hanya saja bukan yang ini, bukan yang ini, bukan yang ini,
Kita sudah tak berdaya untuk membaca yang ini!

Betapa lihai Anna Akhmatova “mengiaskan” drama-drama yang ditulis oleh William Shakespeare seperti perang yang terjadi di langit, dan juga sebaliknya, meski saya tak bermaksud menafsirkan hujan dan gerimis sebagai “perang kosmis” antar unsur atau antar anasir alam yang telah melahirkan atau menciptakan hujan dan gerimis.

Tentu saja, jika kita baca secara cermat, puisi yang ditulis Anna Akhmatova yang berjudul ‘Untuk Orang-orang London’ itu, bicara tentang waktu –meski waktu yang ia pahami dalam konteks puisi yang ditulisnya itu agak ‘rendah’, yaitu sebagai sejarah, di mana kita merupakan bagian dari sejarah itu sendiri, dan karena itu, menurut saya dalam konteks diari singkat ini, waktu yang dipahami oleh Octavio Paz dan Anna Akhmatova memang berbeda, di mana bagi Paz, waktu adalah ‘rahim enigmatik’ bagi puisi. 


Amsal Menara Babel, dari Bible hingga Sufisme



Hak cipta ©Sulaiman Djaya (2001)

Kala itu, orang-orang Babilonia mendirikan sebuah menara –alias tower dalam bahasa sekarang, atas perintah Namrud, yang kalau bisa menara tersebut sanggup mendekati langit. Akan tetapi Tuhan (meski ada yang mempercayai kehancuran menara ini hanya mitos), menghancurkan menara tersebut, setidak-tidaknya demikian lah versi Al-Kitab –yaitu Kitab Kejadian alias Genesis. Tetapi Jacques Derrida punya tafsir sendiri terkait hal ini.

Dalam buku Des Tours de Babel, Derrida pun bertanya: Apa sebenarnya yang dimaksud “Babel” –secara linguistik? Kepada siapa “Babel” ini merujuk –atau siapa yang dirujuk dan menjadi referensi? Nah, saat itulah Derrida teringat Voltaire yang pernah mengkaji makna Babel, di mana kata “Babel” terdiri dari dua kata: Ba artinya ayah dalam bahasa China, sementara Bel artinya Tuhan. Para leluhur Voltaire memberi nama Babel pada setiap ibu kota mereka. Di balik nama itu, tersimpan harapan agar kota-kota itu menjadi kota yang aman, makmur, sejahtera, dan bahagia –karena selalu dilindungi Tuhan. Namun, dalam konteks menara Babel, ternyata Tuhan menghancurkannya.

Dalam wawasan Jacques Derrida, contohnya, ketika Tuhan menghancurkan menara Babel, pada saat itulah Tuhan telah melakukan detotalisasi dan dekonstruksi, dan hasil dari detotalisasi itu tak lain adalah kebingungan, yang adalah juga kehendak manusia untuk melakukan homogenisasi merupakan tindak kekerasan atas keberlainan. Karena itulah kata Babel menurut Michel de Montaigne (sang esais masyhur yang nyeleneh itu) berarti kebingungan, hingga seorang Ayn al Qudat Hamadani pun menulis: “My heart was tumultuous a sea with no shore, in it was drowned all the ends and all the beginnings”. Dan juga seperti yang dinyatakan Ibn Araby: “O Lord, increase my perplexity concerning Thee”.

Haruslah diakui, ada paradoks dalam teologi bila dipahami secara verbal, seperti Tuhan adalah sang penunjuk (al haadi) sekaligus sang penyesat (al mudhillu), yang bila meminjam wawasannya Derrida merupakan differance dan disseminasi, yang tak lain adalah: “endlessly opens up a snag in writing that can no longer be mended” [Ian Almond 2002:515-537].

Dalam pandangan Derrida, peristiwa kehancuran menara Babel adalah moment penemuan paradigma dan perspektif tentang heterogenitas dunia dan hidup, di mana pada saat yang sama adalah kehancuran otoritas. Pada moment tersebut, “Tuhan” mendekonstruksi dan mendisseminasi dirinya sendiri. Persoalan tersebut sedikit-banyaknya memiliki kemiripan dengan penggalan ayat Kitab Si Pengkhotbah:

“Segala perkataan tak mencukupi, tak seorang jua pun sanggup mengatakannya. Dengan tiada sangguplah manusia menyelami permulaan dan penghabisan, demikian juga pengertian akan keabadian dalam hati mereka. Sebab samalah nasib manusia dan binatang, berakhir pada kematian.

Ayat-ayat tersebut menyuguhkan sugesti yang kuat tentang kerentanan manusiawi yang “mengharuskan” manusia berendah-hati di hadapan keagungan Ilahi yang acapkali tak sanggup dipahami. Iman-nya Si Pengkhotbah adalah iman yang sadar dengan kerentanan, subjek yang sadar dengan kedhaifannya:

“dan apa yang kurang tak dapat dibilang”.

Dalam konteks saat ini, beberapa pemegang lembaga keagamaan dan para pemegang otoritas sosial-keagamaan adalah orang-orang yang sepenuhnya sadar dengan fungsi sosial-politik dogma dan doktrin keagamaan atau bahkan klaim keimanan dan janji-janji surgawi secara praktis dan pragmatis, yang bila meminjam wawasannya Nietzsche, klaim “kebenaran” dipertahankan lebih karena fungsi relasional dan hasrat untuk berkuasa para aktor dan para pemegang otoritas dari klaim “kebenaran” itu sendiri.

Mereka yang acapkali mengatasnamakan lembaga keagamaan demi maksud, motif, dan tujuan politis dapat juga disebut sebagai imitasi-imitasi alias tiruan-tiruan Namrud dalam skala dan konteks yang berbeda. Di mana dalam sejarah pembangunan dan pendirian Menara Babel itu, Namrud-lah sang otoritas itu sendiri –yang berusaha ingin menciptakan dirinya sendiri dan lembaganya sebagai “sesembahan”.

Mahmoud Ahmadinejad dan Spirit Husainiah



Mengapa Ahmadinejad? Jawabnya tak lain karena kita bisa menjadikan orang atau tokoh bangsa lain sebagai cermin untuk belajar. Terlebih sebagai figur, Ahmadinejad sangat dikenal secara global karena keberaniannya untuk bersuara lantang melawan “hegemoni” dan unilateralisme politik dan ekonomi “Barat”, yang dalam hal ini digawangi Amerika, yang selama ini didiamkan. Juga tentu saja kesahajaannya.

Jika kita baca biografinya, ia terlahir dari keluarga dengan ayah seorang pandai besi, mungkin semacam perajin atau bengkel, di kawasan pertanian Aradan, Iran. Singkatnya, ia memang lahir dari sebuah tempat dan keluarga yang sederhana dan bersahaja, dan rupa-rupanya kesederhanaan ini kemudian menjadi karakter jiwa dan kepribadiannya.

Ada satu hal yang unik dari sisi keseharian Ahmadinejad, yaitu ia tak pernah menggunakan dasi ketika menjabat sebagai presiden, bahkan dalam salah-satu foto terlihat jelas bagian ketiak bajunya sobek saat berangkulan dengan koleganya dari Venezuela, dan salah-satu propertinya hanya Peugeot 504 tahun 1977, sebuah kendaraan yang tentu saja terbilang sangat buruk untuk ukuran seorang presiden.

Tapi siapa sangka, dia adalah figur yang punya nyali besar dan berani menantang arogansi unilateralisme: “Jika nuklir ini dinilai buruk dan kami tidak boleh menguasai dan memilikinya, mengapa kalian sebagai negara adikuasa boleh memilikinya? Sebaliknya, jika tekno-nuklir ini baik bagi kalian, mengapa kami juga tidak boleh memakainya?” Demikian ucapnya dengan lantang dalam salah-satu pidatonya ketika Negara yang dipimpinnya di-embargo karena program nuklir-nya untuk kepentingan damai itu.

Seperti apa dan bagaimana Mahmoud Ahmadinejad yang disanjung oleh para pendukung dan pencintanya dan sekaligus dicaci dan dibenci oleh mereka yang merasa terancam dengan langkah-langkah politiknya ini? Logis, jelas, dan tegas, itulah gambaran yang cukup tepat bagi seorang lelaki yang mengaku dirinya pelayan rakyat Iran ini, yang terbilang memiliki wajah yang kalem dan sejuk. Kesehariannya tentu saja sebagai seorang presiden, sebagaimana kita tahu seringkali hanya mengenakan kemeja putih atau yang berwarna terang, dibalut dengan jas, dan sesekali dengan jaket, dan seperti telah dibilang, tak menggunakan dasi.

Barangkali kita dapat menyimpulkan bahwa pakaian seseorang mencerminkan visi dan kepribadiannya, di mana dapatlah kita menebak bahwa ia tidak ingin menjadi ke-Barat-barat-an ala kaum snobis atau para epigon yang kehilangan identitas mereka. Dan sebagaimana dapat kita lihat, meski perawakannya tidak terlalu besar, kesungguhan dan adab terpancar kuat dari wajahnya yang sejuk dan bersahaja. Tatapan matanya dalam dan membatin, sementara tangannya tampak kekar seperti pekerja kasar. Rambutnya pun tidak terlihat memakai minyak rambut, yang akan membuat rambutnya tampak klimis.

Yah, dia adalah Mahmoud Ahmadinejad, sosok yang tidak disukai Israel dan Amerika, salah-satunya karena mau berdiri tegak terhadap mereka, bahkan seringkali melontarkan pernyataan-pernyataan politik yang kontroversial dan, tentu saja, menyulut rasa kesal Amerika, Israel dan para sekutunya. Mungkin karena hal itu pula, Hugo Chavez, Presiden Venezuela, mengagumi dan menjadi sahabat kentalnya. Pada November 2010, misalnya, Ahmadinejad mengunjungi perbatasan Libanon, tidak jauh dari sarang para tentara Israel. Lautan manusia datang menyambut kedatangan Ahmadinejad yang bersahaja ini.

Di panggung yang besar itu, ada dua mimbar yang tersedia: yang pertama adalah mimbar anti peluru yang disediakan untuk sang presiden, dan yang kedua mimbar biasa untuk penerjemah. Ketika tiba saatnya memberikan sambutan di atas panggung, sang presiden pun naik dengan diikuti beberapa pemuda berkecamata hitam yang terlihat sibuk memperhatikan lautan manusia yang menumpahkan tepuk tangan, dan tak jarang memandang jauh ke arah jendela-jendela beberapa gedung tinggi yang berdiri di sekeliling lapangan pertemuan akbar itu.

Kala itu, panita pelaksana tersentak ketika Ahmadinejad memilih untuk berpidato di mimbar biasa. Semua orang tahu, ini adalah pilihan berisiko apalagi presiden berada di zona ‘rawan’. Namun kekhawatiran itu tidak tampak ketika Ahmadinejad berpidato dengan sangat tenang dan berhasil membakar semangat perjuangan rakyat Timur Tengah dan Iran, sekaligus mengutuk secara terbuka penjajahan serta penindasan gaya baru di muka bumi ini.

Jika kembali pada sejarah Islam, kita tentu akan teringat pada Imam Husain cucu Muhammad saw dan para sahabatnya yang dengan setia dan tidak gentar sedikit pun menghadapi kepungan bala tentara prajurit Yazid bin Muawwiyah bin Abu Sufyan yang selalu haus dengan kedzaliman dan penindasan. Bagi mereka, kematian bukanlah pilihan, tapi sebuah jalan yang harus dilalui. Namun kematian akan lebih indah dengan syahid untuk sebuah keadilan. Apakah Anda masih ingat ketika hampir semua negara malu-malu kucing, segan bahkan takluk dengan Paman Sam, namun Mahmoud Ahmadinejad tampil tegak untuk menyarankan debat terbuka:

“Saya menyarankan, kami berdebat dengan tuan Bush, Presiden Amerika Serikat, di televisi yang disiarkan langsung mengenai masalah-masalah yang terjadi, termasuk pandangan Amerika, juga Iran. Debat ini tidak boleh disensor agar publik Amerika tahu apa yang sebenarnya terjadi.” 

Keberanian seperti ini pernah hanya dimiliki orang-orang yang akan mengukir sejarah, seperti Imam Husain sang cucu tercinta Muhammad saw sekaligus tonggak Islam dan keadilan ummat manusia, yang bersama kudanya dengan gagah berani meninggalkan kemah keluarganya menghampiri Pasukan Yazid yang sudah haus dengan darah. Imam Husain sekali lagi mengumandangkan seruan perdamaian, persatuan untuk kemaslahatan dan visi kemanusiaan. Namun melihat Imam Husain hanya seorang diri, pasukan Yazid pura-pura tuli mendengar seruan dari cucu Nabi itu, dan tidak sabar lagi membantai orang yang tentangnya Rasulullah bersabda: “Husain dariku, dan aku dari Husain”.

Lepas dari siapa yang menang di mega tragedi ini, Imam Husain telah mewariskan keberanian dengan darah dan sejarah untuk melawan tirani penindas kepada generasi-generasi Islam dari masa ke masa. Imam Husain adalah simbol revolusi yang dirindukan para kaum tertindas dan ditakuti oleh para imperialis yang dicontohkan oleh Yazid.

Setidak-tidaknya, Mahmoud Ahmadinejad telah menunjukkan kepada dunia bahwa perstiwa 10 Muharram masih ada dalam sejarah kekinian ummat manusia. Dan kita masih berada di tengah-tengah Padang Karbala, yang mau tidak mau harus memilih antara keadilan dan kedzaliman.

Ketika kita memilih menyuarakan keadilan, maka resiko apapun harus dihadapi dengan berani dan penuh keikhlasan. Ahmadinejad telah membuktikan bahwa ia tidak gentar sedikitpun dengan segala kemungkinan resiko, ketika ia berani menentang unilateralisme Israel dan Amerika. Semangat prajurit Imam Husain menghadapi kaum penindas di Karbala benar-benar terpancar dari dirinya. Sesuatu yang terbilang unik karena dia bukan lahir dan besar dari militer. 

Singkatnya, kita dapat menyimpulkan bahwa pribadi dan integritasnya yang berani tegak berhadapan dengan politik unilateralisme itu tak ragu lagi karena ia meneladani perjuangan dan spirit Islam Husain sang cucu tercinta Nabi saw di Karbala yang memilukan itu. 

Semut, Nabi Sulaiman as, Katak, dan Ulat yang Buta



Suatu hari, Nabi Sulaiman as duduk di tepian pantai. Beliau melihat seekor semut yang berjalan ke laut dengan membawa biji padi. Dia memperhatikan semut itu semakin mendekati lautan. Ketika semut itu telah sampai di laut, tiba-tiba seekor katak mengeluarkan kepalanya dari air. Ia membuka mulutnya dan masuklah semut itu ke dalam mulut katak. Lalu mereka masuk kembali ke dalam air.

Nabi Sulaiman takjub dengan kejadian ini. Dia berpikir sejenak lalu dikagetkan dengan katak yang muncul kembali ke daratan. Katak itu membuka mulutnya dan keluarlah semut itu tanpa membawa biji padi yang sebelumnya ia bawa. Karena penasaran, Nabi Sulaiman memanggil si semut dan bertanya darimana dia dan apa yang dia lakukan? Dia menjawab, “Wahai nabi Allah, sungguh di dasar lautan yang kau lihat ini ada batu karang yang berlubang. Di dalam lubang itu ada seekor ulat yang buta. Dan Allah menciptakannya dalam keadaan demikian. Dia pun tidak mampu keluar dari tempat itu untuk mencari makan.

Kemudian Allah menugaskanku untuk mengantarkan rezekinya. Aku membawa makanan untuknya sementara Allah telah menyediakan katak untuk mengantarku ke dalam. Dengan katak itu aku aman dari air laut. Dia meletakkanku di lubang karang dan aku memasukinya. Setelah aku memberi makanan itu kepada ulat, aku kembali masuk ke dalam mulut katak dan dia mengantarkanku keluar dari lautan.

Kemudian Nabi Sulaiman bertanya, “Apakah kamu mendengar tasbih dari ulat itu?” Semut menjawab, “Iya, dia berkata, –Wahai yang tidak Melupakanku dengan rezeki-Nya di lubang lautan ini. Janganlah Engkau lupakan hamba-hamba-Mu yang mukmin dengan rahmat-Mu”.


Imam Ali bin Abi Thalib as pernah ditanya, “jika pintu pencarian rezeki seseorang telah ditutup, darimana ia akan memperoleh rezekinya?” Beliau menjawab, “Sebagaimana ajalnya akan datang, begitupula rezekinya akan sampai kepadanya.” Jika tidak ada seorang pun yang mampu menghalangi datangnya ajal, begitupula tidak ada yang mampu menghalangi datangnya rezeki dari Allah swt. “Aku tahu bahwa rezekiku tidak akan dimakan oleh selainku, karenanya aku tenang” (Imam Ja’far As-Shadiq as). 


Akankah Perang Dunia Ketiga Bermula dari Suriah?



Perang Dunia-3 (PD-3) meskipun semua kita tidak menghendakinya –namun di lain pihak para penguasa unilateral yang haus dengan kekuasaan terhadap kawasan regional dan global justru telah menciptakan benih-benih terjadinya PD-3 dalam waktu dekat ini. Banyak sudah prediksi atau ekspektasi saat terjadinya PD-3 (peristiwa yang lebih mengerikan dari PD-1 dan PD-2). Ekspektasi tersebut bukan tanpa alasan –sebab dapat dibuktikan secara logis berdasarkan perkembangan situasi politik, militer dan pengaruh ekonomi Global yang terjadi saat ini.

Tak heran, kini di Suriah sikap Rusia dan China adalah berkomitmen saling mengisi "kekuatan" mereka agar potensi AS dan sekutunya menuju dominasi Globalisasi –yang lebih sering berupa imperialisme baru tersebut sedikitnya tidak semudah yang dibayangkan AS, NATO dan sekutu dekat AS. Beberapa waktu silam, contohnya, Iran, telah mengirimkan 15 ribu pasukan elit dari divisi Quds untuk membantu tegaknya pemerintahan Suriah di bawah rezim Bashar al Assad. Sementara itu, Rusia telah mengirimkan 36 kapal perang dan 120 pesawat tempur untuk Suriah –sebagaimana dilaporkan oleh surat kabar Kommersant. Tentunya pemerintah Rusia menolak memberikan kebenaran berita tersebut karena sama halnya menentang terang-terangan embargo senjata yang diterapkan oleh PBB dan Uni Eropa terhadap Suriah.

Sedangkan China, telah memberikan sinyal pada AS bahwa mereka memiliki hubungan dengan Suriah dari era Hafez al Assad (ayah Bashar al Assad). China berpendapat, Suriah adalah terminal dagang penting. Tentu China tidak akan melepas hancurnya Suriah begitu saja karena China melihat pemerintah Suriah yang baru nanti adalah berhaluan ke Barat (jika Bashar al Assad berhasil digulingkan Israel, Amerika dkk). Bersamaan dengan itu, Rusia telah menegur Perancis akibat terlalu keras dan "berlebihan" menentang Rusia dalam sikapnya terhadap Suriah. 

Negara di kawasan Asia lainnya, yaitu Korea Utara jelas beraliansi dengan Suriah. Menurut Fidel Castro, AS cepat atau lambat pasti akan menyerang Korut. Israel menduga bahwa Korea Utara telah memberikan bantuan penting pada program rudal Iran dan Suriah. Dan sebagaimana jamak diketahui, organisasi jongos teroris Al-Qaeda disusupkan ke Suriah untuk melakukan sabotase dan serangan terhadap legiun Iran dan Rusia.

Melihat fakta dan data di atas, maka kekhawatiran sejumlah kalangan akan terjadinya PD-3 bukan tanpa alasan –apalagi tak sedikit yang menebak-nebak bahwa PD-3 itu sendiri memang merupakan skenario yang dibuat oleh AS dalam program New World Order atau One World Government -pemerintahan Zionis Dunia (Daulah ad Dajjaliyah). Dengan program tersebut dapat dilihat eskalasi militer terjadi mulai dari Mediterania (Libya, Suriah, Lebanon, Iran) sampai ke Laut Cina Selatan (RRC, Korut dan Rusia) telah menjadi target AS untuk mewujudkan pemerintahan satu dunia (Global) melalui pengaruh politik dengan cara perang –dan tentu juga dengan penguasaan lembaga-lembaga finansial dan per-bank-an dunia.

Benarkah Rasulullah Dibelah Dadanya?



Salah-satu soal yang cukup penting adalah soal kisah bahwa Nabi Muhammad saw dibelah dada-nya oleh malaikat untuk membersihkan hatinya dari kotoran yang lazim dalam riwayat Sunni, tapi diragukan oleh Syi’ah. Bahkan buku Muhammad-nya Martin Lings, sama dengan alur riwayat Sunni ini, menarasikan kisah pembelahan dada Rasulullah ini.

Disebutkan dalam riwayat, ketika suatu hari Rasulullah saw keluar dari rumah bersama saudara sesusuannya, saudaranya ini menemui ibunya Halimah dan berkata: ”Muhammad telah dibawa oleh seseorang berpakaian putih, ia membaringkan kemudian membelah dadanya”. Halimah dan suaminya kemudian keluar dan menemukan Muhammad. Mereka bertanya: “Apa yang telah terjadi atasmu anakku?” Muhammad menjawab; “seseorang telah datang dan membelah dadaku.”

Konon, menurut para penakwil sejarah atau ahli tarikh, seseorang berpakaian putih tersebut adalah Jibril as yang diutus Allah SWT untuk membersihkan hati Muhammad dari ‘kotoran’. Peristiwa ini sangat jelas adalah cerita buatan oleh mereka yang ingin mendistorsi pribadi Rasulullah. Sayang, penulis dan penukil cerita ini tidak cukup pintar menyembunyikan kebodohannya.

Cerita ini tentu saja tidak bisa diterima oleh ummat Islam yang memiliki iman sekaligus memiliki ketajaman hati dan kecerdasan aqliyyah, sebab akal sehat manusia menolak kebohongan tersebut. Dalam Islam, untuk penyucian yang berhubungan dengan najis dan kotoran fisik, dilakukan dengan mediasi bendawi seperti air, tanah atau sesuatu yang tumbuh dari tanah. Sebaliknya untuk menghilangkan kotoran yang berhubungan dengan ruhani, maka penyuciannya juga harus ruhaniyah, semisal istighfar dan berikrar tidak mengulangnya atau meminta ridha orang yang kita zalimi.

Di sisi lain, bila kebersihan hati (hati material?) merupakan syarat dari sebuah derajat kenabian, kenapa tidak satupun riwayat atau catatan sejarah mengabarkan kepada kita bahwa pembersihan hati dengan jalan pembedahan ala medis seperti ini pernah terjadi pada nabi-nabi sebelum Muhammad saw, seperti Musa, Ibrahim, Yahya atau Isa? Afala ta’qilun! Jelas sekali dongeng ini ingin mengatakan bahwa 'hati' Muhammad saw itu kotor.

Islam adalah agama yang menekankan pengajuan dalil dan argumentasi akal. Al-Qur’an kurang lebih sebanyak tujuh puluh kali menyebut tafakkaru, ta’qilun, tatadabbaru dan sebagainya. Kenabian dan kerasulan sendiri bukanlah air hujan yang turun dari langit secara gratis tanpa harga mahal dan aktivitas ruhaniyah yang kosong. Kisah itu telah mendalilkan bahwa Rasulullah terlahir dalam keadaan kotor (tidak ma’shum). Dalam hal ini, Syi’ah lebih cerdas dan sadar diri ketimbang Sunni.

Kenabian adalah kesadaran perjalanan menuju kesempurnaan, bukan wibawa yang dipaksakan dan jenis obralan di sudut-sudut pasar. Ia adalah titik yang paling jelas dari perpaduan langit dan bumi, manusia dan malaikat. Islam mengajak kita untuk berakal dalam beragama. Muhammad, sang nabi agung telah mengajarkan itu, maka gunakanlah akalmu, wahai umat Muhammad!