Apakah Wudhuku
Sudah Benar?
Suatu
hari di Madinah, seorang tua sedang melakukan wudu' untuk menunaikan shalat.
Secara kebetulan, Imam Hasan al Mujtaba As dan Imam Husain asy-Syahid As juga
berada di tempat itu dan mereka memperhatikan bahwa orang tua ini tidak
melakukan wudu' dengan benar. Allah Swt meminta kita untuk membenarkan
kesalahan orang apabila tidak sesuai dengan ajaran Islam. Tugas ini disebut
sebagai Amr bil Ma'ruf (menyeru kepada kebaikan). Kedua Imam kita ini tahu
bahwa mereka harus memberi tahu orang tua ini akan kesalahan.
Namun bagaimanapun, kedua Imam (Imam Hasan dan Imam Husain) kita ini masih belia ketika itu. Dan mereka merasa bahwa orang tua itu akan merasa malu jika dia dibenarkan oleh seorang muda. Lalu, kedua Imam kita ini mendapatkan ide brilian bagaimana mengajarkan cara wudu' yang benar kepada orang tua ini. Mereka berpura-pura berbantahan satu sama lain.
Imam Hasan al-Mujtaba As berkata kepada saudaranya, "Aku pikir wudu'ku lebih benar dari wudu'mu." Imam Husain asy-Syahid As menjawab, "Tidak, Aku pikir wudu'kulah yang paling benar." Orang tua itu mendengarkan adu argumentasi mereka. Kini Imam Hasan berbalik kepadanya dan berkata, "Bapak tua, sudikah bapak menilai siapakah yang wudu'nya yang paling benar di antara kami?"
Orang tua itu setuju dengan permintaan mereka. Kedua Imam kita tersebut melakukan wudu'. Orang tua itu mengamati secara seksama, dan menyadari bahwa keduanya hampir melakukan wudu' yang serupa. Ia juga menyadari bahwa dia tidak melakukan wudu' dengan benar. Dia tahu bahwa anak-anak itu sedang berusaha untuk membenarkannya dengan santun. Dia sangat menyukai perlakuan anak-anak itu. Dia berkata, "Ananda tercinta, Akulah yang tidak benar dalam melaksanakan wudu'. Terimakasih banyak atas "cara manis" yang telah kalian peragakan yang dapat membimbingku dari kesalahan.
Namun bagaimanapun, kedua Imam (Imam Hasan dan Imam Husain) kita ini masih belia ketika itu. Dan mereka merasa bahwa orang tua itu akan merasa malu jika dia dibenarkan oleh seorang muda. Lalu, kedua Imam kita ini mendapatkan ide brilian bagaimana mengajarkan cara wudu' yang benar kepada orang tua ini. Mereka berpura-pura berbantahan satu sama lain.
Imam Hasan al-Mujtaba As berkata kepada saudaranya, "Aku pikir wudu'ku lebih benar dari wudu'mu." Imam Husain asy-Syahid As menjawab, "Tidak, Aku pikir wudu'kulah yang paling benar." Orang tua itu mendengarkan adu argumentasi mereka. Kini Imam Hasan berbalik kepadanya dan berkata, "Bapak tua, sudikah bapak menilai siapakah yang wudu'nya yang paling benar di antara kami?"
Orang tua itu setuju dengan permintaan mereka. Kedua Imam kita tersebut melakukan wudu'. Orang tua itu mengamati secara seksama, dan menyadari bahwa keduanya hampir melakukan wudu' yang serupa. Ia juga menyadari bahwa dia tidak melakukan wudu' dengan benar. Dia tahu bahwa anak-anak itu sedang berusaha untuk membenarkannya dengan santun. Dia sangat menyukai perlakuan anak-anak itu. Dia berkata, "Ananda tercinta, Akulah yang tidak benar dalam melaksanakan wudu'. Terimakasih banyak atas "cara manis" yang telah kalian peragakan yang dapat membimbingku dari kesalahan.
Berikut adalah
tata-cara wudhu Mazhab Ahlulbait (Syi’ah Imamiah Itsna Asyariyah):
1.
Niat, walaupun tidak dituntut pengucapannya (bisa di dalam hati),
namun dalam pengucapan niat sangat dianjurkan. Bacaan niat yang akan dibaca adalah:
“Nawaytul wudhu’a liraf’il hadatsi qurbatan lillahi ta’ala”. “Saya
niat berwudhu untuk mendekatkan diri pada Allah SWT ”.
2. Membasuh
wajah dari ujung dahi (permulaan tumbuh rambut) sampai dagu, selebar ibu jari
dan jari tengah dengan basuhan yang sempurna. Dianjurkan untuk membasuh sisanya
hingga cuping telinga dan menyelah-nyelahinya bagi yang memiliki jambang yang
lebat.
3. Membasuh
tangan kanan dan kiri dari siku hingga ke ujung jari-jari yang dimulai dari
punggung tangan kemudian perutnya. Hal ini berlaku bagi laki-laki, sedangkan
bagi wanita yaitu sebaliknya dengan memulai dari perut tangan kemudian
punggungnya.
4. Mengusap
kepala dari ubun-ubun hingga permukaan tumbuhnya rambut dengan sisa air yang
masih melekat di tangan, bagi yang tidak memilik rambut pun hal ini tetap
berlaku.
5. Mengusap
punggung kaki kanan dengan telapak tangan kanan, untuk yang lebih baik dari
ujung kaki hingga pergelangan kaki dengan sisa air usapan kepala tadi,
namun wajibnya hanya hingga pertengahan punggung kaki. Begitu juga kaki kiri,
seperti halnya dalam mengusap kaki kanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar