Label

Ciri Khusus Islam


Oleh Syahid Ayatullah Murtadha Muthahhari (‘Ulama, Faqih, dan Filsuf)

Islam adalah nama agama Allah SWT. Itulah agama yang didakwahkan oleh semua nabi. Bentuknya yang paling sempurna disampaikan kepada umat manusia oleh Nabi terakhir, Muhammad bin Abdullah saw. Muhammad saw adalah akhir kenabian. Risalah yang disampaikan oleh Muhammad saw sekarang di seluruh dunia dikenal dengan nama Islam.

Ajaran Islam yang disampaikan melalui Nabi terakhir saw, ajaran yang merupakan petunjuk abadi dan bentuk paling sempurna dari agama Allah SWT, memiliki ciri-ciri khusus yang sesuai dengan periode agama terakhir. Seluruh ciri khusus ini tak mungkin ada di zaman sebelumnya, di zaman ketika umat manusia masih belum mencapai tahap kematangan. Masing-masing ciri khusus ini merupakan sarana untuk mengenal Islam, dan juga menunjukkan salah satu doktrin pokok Islam. Ciri-ciri khusus ini dapat membantu kita membuat gambar Islam, sekalipun mungkin sedikit tidak jelas. Juga merupakan kriteria untuk menilai apakah ajaran tertentu merupakan bagian atau bukan bagian dari Islam.

Kami tidak mengatakan dapat memaparkan semua ciri khusus ini. Namun kami akan mencoba menghadirkan gambar utuh ciri-ciri khusus itu. Kita tahu bahwa setiap ideologi—atau sebenarnya setiap mazhab pemikiran—yang menawarkan program untuk menyelamatkan, menyempumakan dan menyejahterakan manusia, juga mengemukakan nilai-nilai tertentu dan meresepkan apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang mesti dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan bagi orang seorang atau masyatakat. Setiap ideologi mengatakan apa yang harus terjadi dan apa yang hams dilakukan, dan menggariskan kebijakan umum dan tujuan-tujuan yang mesti dicapai, misalnya menggariskan bahwa setiap orang harus merdeka dan hidup merdeka. Setiap orang harus berani dan tegar dan harus senantiasa membuat kemajuan agar dapat mencapai kesempurnaan. Masyarakat harus dibangun di atas fondasi keadilan, sehingga dapat melangkah maju ke arah kedekatan dengan Allah SWT.

Apa-apa yang harus dan tidak boleh ini tentu saja harus di-dasarkan pada filosofi yang mampu menjelaskan apa-apa yang harus dan tidak boleh itu. Dengan kata lain, tentu saja ideologi harus didasarkan pada konsepsi tertentu tentang dunia, tentang manusia dan masyarakat, yang menurut konsepsi tersebut dapat dikatakan bahwa ini harus seperti itu, atau itu harus seperti ini, karena dunia atau manusia atau masyarakat adalah seperti ini atau seperti itu.

Konsepsi tentang dunia artinya adalah jumlah seluruh pandangan dan interpretasi tentang dunia, tentang manusia dan tentang masyarakat. Tentang dunia, pandangannya misalnya adalah; dunia adalah seperti ini atau seperti itu, hukum yang mengaturnya begini, jalannya begini, di dunia ini yang dikejar bukanlah tujuan ini atau itu, dunia itu ada asal-usulnya atau tidak ada, ada tujuan atau tak ada tujuannya. Tentang manusia, pandangan yang menjadi konsepsi tentang dunia adalah misalnya; apakah manusia memiliki fitrah, apakah manusia itu bebas atau terpaksa, apakah manusia—menurut kata-kata Al-Qur'an—adalah makhluk pilihan. Tentang manusia, pertanyaannya adalah: Apakah masyarakat ada hukumnya sendiri yang terlepas dari hukum yang mengatur orang seorang? Hukum apa yang mengatur masyarakat dan sejarah? Dan pertanyaan-pertanyaan lain seperti itu.

Karena ideologi selalu didasarkan pada konsepsi tertentu tentang dunia, yang menjelaskan kenapa dunia, masyarakat atau manusia seperti ini atau seperti itu, dan menetapkan apa yang harus dilakukan manusia dan bagaimana seharusnya manusia hidup, maka jawaban untuk setiap "mengapa" mendasari konsepsi tentang dunia yang menjadi dasar dari ideologi. Secara teknis, setiap ideologi merupakan semacam "kearifan praktis,w sedangkan setiap konsepsi tentang dunia merupakan semacam "kearifan teoretis." Tentu saja setiap kearifan praktis didasarkan pada teori tertentu. Misalnya, kearifan praktis Socrates didasarkan pada pandangan tertentu Socrates tentang dunia, dan pandangan ini membentuk kearifan teoretis Socrates. Begitu pula hubungan kearifan praktis Epicurus serta lainnya dengan kearifan teoretis mereka. Dan karena berbagai orang memiliki konsepsi yang berbeda mengenai dunia, maka tentu saja ideologi mereka pun beragam.

Kini timbul pertanyaan: Kenapa banyak sekali konsepsi tentang dunia, banyak sekali kosmologi? Kenapa satu mazhab pemikiran memandang dunia begini, sedangkan mazhab pemikiran lain memandang dunia begitu?

Jawabannya tidak sesederhana pertanyaannya. Sebagian orang bahkan sampai mengatakan bahwa posisi kelas individulah yang menentukan sikap dan pandangan individu tersebut dan yang memberinya kacamata khusus untuk melihat dunia. Menurut teori ini, metode produksi dan distribusi menimbulkan reaksi yang mem­bentuk mentalitas dan pandangan orang seorang dengan cara tertentu, tergantung pada apakah pengaruh metode ini pada orang seorang itu positif atau negatif. Pandangan yang terbentuk ini mempengaruhi penilaiannya dan evaluasinya terhadap segala sesuatu. Maulawi mengatakan:

Kalau kita pusing, seluruh rumah terasa berputar
Jika kita naik perahu, pantai terasa bersama kita.
Kalau kita menderita karena kejadian buruk, dunia terasa menjengkelkan.
Jika kita bahagia, segalanya terasa menyenangkan.
Kalau kita merasa bagian dari dunia, dunia ini terasa seperti kita.

Menurut teori ini, orang tak dapat mengklaim pandangannya saja yang benar dan pandangan orang lain salah, karena pandangan itu relatif-relatif saja. Pandangan merupakan hasil dari kontak individu dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Karena itu pandangan orang dapat dianggap benar sejauh menyangkut dirinya.

Namun masalahnya tidak sesederhana itu. Tak ada yang dapat menyangkal fakta bahwa pikiran manusia banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Namun juga tak dapat disangkal bahwa manusia memiliki kemampuan untuk bebas berpikir yang tidak dipengaruhi oleh apa pun. Kemampuan inilah yang oleh Islam disebut fitrah manusia. Masalah ini akan dibahas secara terperinci pada kesempatan lain. Sekalipun pemikiran realistis manusia dianggap tidak independen, namun tetap terlalu dini pada tahap kosmologi ini untuk menyalahkan manusia. Filosof modern, yang telah melakukan kajian saksama atas masalah ini, mengakui bahwa penyebab terjadinya beragam konsepsi tentang dunia harus dicari pada apa yang disebut teori pengetahuan.

Para filosof cukup memperhatikan teori ini. Sebagian menyatakan bahwa filsafat, bukanlah kosmologi. Filsafat hanyalah metodologi mencari pengetahuan. Adapun kenapa banyak sekali teori kosmologis, jawabnya adalah karena ada beberapa metode untuk mengenal dunia. Sebagian mengatakan bahwa untuk mengetahui dunia, kita harus menggunakan akal. Sebagian lain berpendapat bahwa dunia dapat diketahui bila kita mendapat pencerahan dan ilham. Jadi ada perbedaan pendapat mengenai metode, sumber dan kriteria untuk mendapatkan pengetahuan tentang dunia. Menurut sebagian pihak, akal sangat terbatas perannya dalam hal ini. Namun menurut sebagian lainnya, peran akal tak terbatas.

Pendek kata, ideologi setiap mazhab didasarkan pada konsepsi mazhab tersebut tentang dunia, dan konsepsi ini didasarkan pada teori tentang pengetahuan. Sejauh mana progresivitas suatu ideologi, ditentukan oleh sejauh mana progresivitas konsepsinya tentang dunia, yang pada gilirannya ditentukan oleh sejauh mana progresivitas metode pencarian pengetahuannya. Sesungguhnya kearifan praktis setiap mazhab bergantung pada kearifan teoretisnya, yaitu cara berpikimya. Karena itu setiap mazhab pertama-tama harus menjelaskan cara berpikirnya.

Islam bukanlah mazhab filsafat, dan tidak bicara dalam bahasa filsafat. Islam memiliki terminologinya sendiri. Terminologi Islam dapat dimengerti oleh semua kelas menurut tingkat pemahaman masing-masing kelas. Yang mengherankan adalah meski Islam hanya menyebut masalah-masalah ini di antara subjek-subjek lain, namun dari ajaran-ajaran Islam kita mudah menyimpulkan ideologi Islam dalam bentuk pemikiran praktis, dan konsepsinya tentang dunia dalam bentuk doktrin logis.

Cukuplah kita di sini hanya merujuk kepada konsepsi Islam tentang dunia. Kita tak dapat berbicara panjang lebar mengenai berbagai pandangan berharga dari pakar-pakar Islam seperti ahli hukum, filosof, sufi dan pemikir lain mengenai ideologi Islam, konsepsi Islam tentang dunia, dan metode pencarian pengetahuan. Kalau kita membicarakannya panjang lebar, maka dibutuhkan berjilid-jilid buku. Paling banter yang dapat kita lakukan adalah memaparkan, meski tidak lengkap, ciri-ciri khusus utama pandangan Islam mengenai masalah-masalah ini. Kita bisa saja memaparkan-nya dengan lengkap, namun pada kesempatan lain. Ciri-ciri khusus utama pandangan Islam tersebut dipaparkan dalam sub-sub bab berikut: Metode Pengetahuan, Konsepsi tentang Dunia, dan Ciri Khusus Ideologi Islam.

Metode Pengetahuan

1.  Mungkinkah Kita Mengetahui Kebenaran?

Ini selalu merupakan pertanyaan pertama dalam hal ini. Banyak pemikir berpendapat bahwa kita mustahil mengetahui kebenaran dengan persis. Menurut mereka, memang sudah nasib manusia tidak tahu persis apa sebenarnya yang ada di dunia ini dan apa yang terjadi di dunia ini. Mereka menganggap mustahil mendapatkan pengetahuan yang akurat yang sesuai dengan realitas.

Namun, menurut Al-Qur'an, kita dapat mengetahui kebenaran. Al-Qur'an mengajak manusia untuk mengenai Allah SWT, dunia, dirinya sendiri dan sejarah. Dalam kisah tentang Nabi Adam as, yang sesungguhnya merupakan kisah tentang manusia, Adam as dianggap tepat untuk mengetahui semua nama Allah SWT atau realitas-realitas dunia. Al-Qur'an mengatakan bahwa dalam kasus-kasus tertentu pengetahuan manusia dapat memahami beberapa poin pengetahuan Tuhan. Al-Qur'an mengatakan: Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. (QS. al-Baqarah: 255)

2.  Apa Sumber Pengetahuan?

Dan sudut pandang Islam, sumber pengetahuan adalah: tanda-tanda alam atau tanda-tanda yang ada di alam semesta, yang ada dalam diri manusia sendiri, dalam sejarah, atau dalam berbagai peristiwa sosial dan berbagai episode bangsa dan masyarakat, dalam akal atau prinsip-prinsip yang sudah jelas, dalam hati, dalam pengertiannya sebagai organ pencerah dan penyuci, dan dalam catatan yang diwariskan umat-umat terdahulu.

Dalam banyak ayat Al-Qur'an manusia diminta merenungkan apa dan bagaimana langit dan bumi itu. Al-Qur'an memfirmankan dalam Surah Yunus, ayat 101: Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. (QS.Yunus: 101)

Al-Qur'an juga mengajak manusia untuk mengkaji sejarah bangsa-bangsa terdahulu, dengan kajian yang cerdas, dengan tujuan mengambil hikmahnya. Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? (QS. al-Hajj: 46)

Al-Qur'an Suci percaya kepada keandalan akal dan kepada keandalan kebenaran-kebenaran yang sudah jelas. Argumen-argumen Al-Qur'an didasarkan pada akal dan kebenaran-ke­benaran seperti itu. Al-Qur'an mengatakan: Sekiranya ada di langit dan di bumi Tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu (langit dan bumi, atau alam semesta) telah rusak binasa. (QS. al-Anbiyâ': 22). Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada Tuhan beserta-Nya, masing-masing Tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakan-Nya, dan sebagian Tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuri Allah dari apa yang mereka sifatkan itu. (QS. al-Mukminûn: 91)

Al-Qur'an juga memandang hati sebagai pusat intuisi dan ilham Ilahiah. Setiap manusia dapat menerima ilham sesuai dengan dedikasi tulusnya dan upayanya untuk menjaga kesucian dan aktivitas spiritual pusat ini. Wahyu para nabi merupakan pengetahuan seperti ini yang tingkatannya paling tinggi. Berulang-ulang Al-Qur'an menyebut nilai pena dan kitab, dan pada beberapa kesempatan Al-Qur'an bersumpah atas nama pena dan kitab: Nun, demi pena dan apa yang mereka tulis. (QS. al-Qalam: 1)

3. Apa Sarana untuk Mendapatkan Pengetahuan?

Sarana untuk mendapatkan pengetahuan adalah indera, kemampuan berpikir, argumentasi, penyucian jiwa, dan telaah atas karya-karya ilmiah orang lain. Dalam surah an-Nahl: ayat 78, di-katakan sebagai berikut: Dan Allah mengeluarkan kamu dan perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. an-Nahl: 78)

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa, bertentangan dengan teori Plato, ketika lahir manusia tidak memiliki pengetahuan apa pun. Allah SWT telah menganugerahinya indera untuk mengkaji alam semesta ini, Allah SWT telah memberi manusia hati nurani dan daya analisis agar manusia dapat meneliti realitas-realitas segala sesuatu untuk mengetahui hukum-hukum yang mengatur segala sesuatu itu.

Menurut teori terkenalnya, Plato percaya bahwa segala yang ada itu memiliki bentuknya yang sama di alam gagasan. Ketika lahir, manusia sudah mengetahui segala sesuatu, namun dia sudah kelupaan. Dia tidak mempelajari hal-hal baru di dunia ini. Yang dilakukannya hanyalah mengingatnya kembali.

Yang disebutkan dalam ayat ini selaras dengan teori Al-Qur'an tentang pengetahuan fitri. Teori ini tidak menunjukkan bahwa ketika lahir manusia sesungguhnya tahu segala sesuatu. Yang dimaksud Al-Qur'an adalah bahwa hakikat manusia adalah berada dalam keadaan tumbuh dan evolusi, dan bahwa dalam hidupnya dia, berdasarkan gerak hati, menemukan kebenaran-kebenaran asasiah tertentu yang jelas di luar apa yang dipelajaruiya melalui inderanya. Penemuan kebenaran-kebenaran ini cukup meyakinkan untuk memaksa manusia mempercayai kebenaran-kebenaran ini. Itulah yang dimaksud Al-Qur'an ketika menyerukan "tadzakkur" (mengingat). Karena itu antara ayat-ayat Al-Qur'an yang menyeru­kan tadzakkur dan ayat Surah an-Nahl yang dikutip di atas tak ada kontradiksi.

Dalam ayat ini, pendengaran dan penglihatan, dua indera yang sangat penting, disebut-sebut sebagai sarana untuk mengetahui. Secara teknis, keduanya dikenal sebagai sarana untuk mendapatkan pengetahuan primer yang tidak mendalam. Sedangkan hati atau hati nurani, yang juga disebut-sebut dalam ayat itu, secara teknis digambarkan sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam dan logis.

Secara sambil lalu dalam ayat ini juga disinggung masalah lain yang penting. Yaitu masalah tahap-tahap pengetahuan. Selain indera dan daya pikir, Al-Qur'an juga mengakui ketakwaan dan kesucian jiwa sebagai sarana untuk mendapatkan pengetahuan. Poin ini sudah disebutkan dalam banyak ayat baik secara tersirat maupun tersurat. Al-Qur'an mengatakan: Hai orang-orang beriman, jika kamu tdkwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberimu furqan (kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk). (QS. al-Anfâl: 29). Demi jiwa serta Dia yang menyempurnakannya, maka Allah mengUhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. (QS. asy-Syams: 7-9)

Belajar dan membaca merupakan sarana lain untuk mendapat­kan pengetahuan yang secara formal diakui oleh ajaran Islam. Untuk menjelaskan poin ini, cukup dikatakan bahwa wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad saw diawali dengan kata, "Bacalah". Al-Qur'an memfirmankan: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dan segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-'Alaq: 1-5)

4.  Subjek Pengetahuan

Apa saja yang patut diketahui, dan apa saja yang harus diketahui? Yang harus diketahui adalah Allah, alam semesta, manusia, masyarakat, dan masa. Semuanya ini patut diketahui, dan kita harus mengetahui semua ini.

Konsepsi tentang Dunia

Buku ini, yang merupakan mukadimah untuk konsepsi Islam tentang dunia, terutama membahas pokok masalah (konsepsi Islam tentang dunia—pen.) ini. Pokok masalah inilah yang berserak di sepanjang buku ini. Namun, untuk menjaga kesinambungan, kami paparkan secara singkat ciri-ciri khusus utama konsepsi Islam tentang dunia:

1. Sifat-dasar dunia ini adalah "dari-Nya." Dengan kata lain, realitas dunia ini berasal dari realitas-Nya. Bisa saja eksistensi sesuatu berasal dari sesuatu yang lain, namun realitas sesuatu itu tidak mesti sepenuhnya berasal dari realitas sesuatu yang lain itu.

Misal, ambil contoh seorang anak lelaki dan kedua orangtuanya. Anak lelaki ini lahir dari kedua orangtuanya, namun realitas eksistensi anak lelaki itu beda dengan realitas kedua orang­tuanya, dan merupakan sesuatu yang menambah realitas kedua orangtuanya. Sebaliknya, sifat-dasar dunia adalah "dari-Nya." Segenap realitasnya tak lebih dari "ada karena Allah SWT". Realitasnya dan eksistensinya karena Allah, adalah identik. Itulah yang dimaksud ketika kami katakan bahwa dunia diciptakan oleh Allah SWT. Kalau saja arti penciptaan dunia itu tidak seperti itu, maka yang terjadi adalah prokreasi (eksis melalui proses reproduksi—pen.), bukannya penciptaan. Al-Qur'an mengatakan: Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. (QS. al-Ikhlâsh: 3) Tak ada bedanya apakah dari segi waktu dunia ini ada permulaannya atau tidak ada permulaannya. Jika ada permulaannya, maka dunia ini merupakan suatu realitas terbatas "dari-Nya." Jika tak ada permulaannya, maka dunia ini merupakan suatu realitas tak terbatas "dari-Nya." Bagaimanapun juga, dunia ini "dari-Nya," dan keterbatasan setta ketakterbatasan dunia tak ada bedanya, karena dunia merupakan realitas ciptaan dan eksistensinya adalah "dari-Nya".

2. Realitas dunia ini, selain dunia ini adalah "dari-Nya" dan karena itu karakter dunia ini adalah fana, tidak saja selalu berubah dan bergerak seiring waktu, namun dunia ini sendiri merupakan suatu gerakan. Dengan begitu dunia selalu berubah terus-menerus dan selalu dalam keadaan diciptakan dan di­ ciptakan kembali. Waktu berjalan, dan dunia ini pun selalu dalam keadaan diciptakan dan dihancurkan.

3. Realitas-realitas dunia ini merupakan bentuk rendahnya realitas-realitas yang eksis di dunia lain yang disebut dunia gaib. Apa pun yang ada di sini yang bentuknya terbatas dan terukur ada di dunia transendental atau dunia gaib, dan bentuknya tidak terbatas dan tidak terukur, atau dalam kata-kata Al-Qur'an, dalam bentuk "khazanah". Al-Qur'an memfirmankan: Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya. Dan Kami
tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. (QS. al-Hijr: 21)

4. Karena sifat dasar dunia ini adalah "dari-Nya," maka dunia ini juga "menuju kepada-Nya." Dunia ini telah membuat perjalanan menurun. Dunia ini juga dalam keadaan membuat perjalanan menaik, perjalanan menuju Dia. Al-Qur'an memfirmankan: Kami ini milik Allah, dan sungguh kepada-Nya kami kembali. (QS. al-Baqarah: 156) Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya). (QS. an-Nâzi'ât: 44) Ingatlah bahwa kepada AUah lah kembali semua urusan. (QS. asy-Syûrâ: 53)

5. Dunia ini memiliki sistem yang pasti dan teratur. Basis sistem ini adalah kausasi (sebab-akibat). Setiap yang eksis diatur oleh takdir Tuhan melalui sistem ini.

6. Sistem sebab-akibat bukan saja berupa sebab dan akibat material. Sejauh menyangkut dimensi material dunia ini, sistem sebab-akibatnya bersifat material, namun sejauh menyangkut dimensi spiritual dunia ini, sistem sebab-akibatnya bersifat non-material. Antara dua sistem ini tak ada pertentangan. Masing-masing sistem ada tempatnya sendiri-sendiri. Malaikat, jiwa, Lauh Mahfûzh, Pena dan Kitab-kitab wahyu merupakan sarana bagi beroperasinya karunia Tuhan di dunia ini dengan kehendak-Nya.

7. Dunia seluruhnya diatur dengan hukum dan norma yang pasti. Hukum dan norma ini merupakan bagian dan paket dari sistem sebab-akibat yang berlaku di dunia ini.

8. Dunia ini merupakan sebuah realitas yang terbimbing. Evolusinya terbimbing. Segenap partikel dunia ini letaknya sedemikian sehingga partikel-partikel ini menerima cahaya petunjuk. Naluri, indera, akal, ilham dan wahyu merupakan tahap-tahap yang berbeda dari bimbingan umum untuk dunia. Nabi Musa as mengatakan: Tuhan kami adalah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk. (QS. Thâhâ: 50)

9. Di dunia ini ada baik dan ada buruk. Ada keselarasan dan ada pula pertentangan. Ada berlimpah dan ada pula kekurangan. Ada terang dan ada pula gelap. Ada maju dan berkembang  dan ada pula mandek dan stagnasi. Namun adanya baik, selaras, berlimpah, terang dan berkembang memiliki nilai yang sangat penting. Sedangkan adanya buruk, gelap, pertentangan, mandek, hanyalah subsider dan sekunder. Namun segala yang subsider dan sekunder ini perannya penting dan mendasar dalam menyebabkan adanya yang baik, yang selaras, yang evolusioner.

10. Dunia ini, yang merupakan satu unit yang hidup dan diatur oleh kekuatan-kekuatan sadar (para malaikat yang mengatur urusan dunia), adalah sebuah dunia aksi dan dunia reaksi sejauh menyangkut hubungannya dengan manusia. Dunia tidak acuh tak acuh kepada orang yang baik dan orang yang buruk. Hukum balas jasa, ganti rugi, dan imbalan berlaku di dunia ini, seperti halnya di akhirat. Orang takwa dan orang kafir tak diperlakukan sama. Al-Qur'an memfirmankan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) hepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat)-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7) Imam Ali bin Abi Thalib as mengatakan: Tidak bersyukurnya seseorang jangan sampai menghalangimu untuk berbuat kebajikan. Mungkin saja orang yang kamu baiki tidak berterima kasih kepadamu. Kamu akan menerima lebih banyak terima kasih dari yang bersyukur ketimbang yang tidak kamu dapatkan dari yang tidak bersyukur." (Nahj al-Balâghah, khotbah: 194)

11. Yang dimaksud Imam Ali as adalah bahwa dunia yang merupakan organisme hidup, yang harmonis dan terkoordinasi, tidak berarti bahwa seseorang akan menerima imbalan untuk kebajikannya dari orang yang diharapkannya memberikan imbalan. Dia akan mendapatkannya dari orang lain yang tidak disangka-sangkanya. Dunia ini memiliki Allah SWT yang menyukai orang bajik.

12. Jiwa manusia merupakan sebuah realitas yang abadi. Manusia bukan saja akan dibangkitkan sebagai makhluk hidup pada Hari Kebangkitan, namun selama interval antara dunia ini dan Hari Kebangkitan manusia juga akan menjalani kehidupan, suatu kehidupan yang lebih sempurna ketimbang kehidupan di dunia ini. Sekitar dua puluh ayat Al-Qur'an menunjukkan bahwa ketika jasad manusia sudah hancur setelah mati, dan sebelum datangnya Hari Kebangkitan, manusia juga menjalani suatu kehidupan.

13. Aturan pokok kehidupan, yaitu prinsip moral dan manusiawi, pasti dan abadi. Hanya aturan sekunder saja—dan bukan prinsip yang utama—yang relatif dan dapat berubah. Kebajikan tidak mungkin merupakan satu hal di satu masa dan merupakan sesuatu yang sama sekali beda di masa yang lain. Tidaklah mungkin dalam satu masa kebajikan bisa berarti Abuzar dan dalam masa lain bisa berarti Muawiyah. Ada prinsip-prinsip tertentu yang abadi. Menurut prinsip-prinsip ini, Abudzar ya Abudzar, Muawiyah ya Muawiyah. Prinsip-prinsip—yang menurut prinsip-prinsip ini Nabi Musa ya Nabi Musa dan Fir'aun ya Fir'aun—adalah abadi.

14. Kebenaran juga abadi. Jika suatu kebenaran ilmiah mutlak benar, maka benar untuk selamanya, dan jika salah, maka salah untuk selamanya. Jika sebagian benar, dan sebagian salah, maka selalu sebagian benar dan sebagian salah. Sesuatu yang mengalami perubahan merupakan suatu realitas, dan itu juga suatu realitas material. Adapun kebenaran, yaitu gagasan intelektual dan keyakinan mental, tetap merupakan kebenaran bila dilihat dari sudut dapat diterapkan atau tak dapat diterapkannya kebenaran itu pada suatu realitas tertentu.

15. Dunia, bumi dan langit diwujudkan dengan berdasarkan prinsip kebenaran dan prinsip keadilan. Al-Qur'an mengatakan: Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar. (QS. al-Ahqâf: 3)

16. Praktik permanen Allah SWT adalah memberikan kemenangan terakhir kepada kebenaran dalam berhadapan dengan kepalsuan. Orang takwa dan kebenaran selalu yang menang. Al-Qur'an mengatakan: Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul. Sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang. (QS. ash-Shâffât: 171-173)

17. Semua manusia diciptakan setara. Tak ada orang, bila dilihat dari segi penciptaan, yang dapat merasa lebih istimewa atau lebih berhak dibandingkan orang lain. Hanya ada tiga hal yang membuat satu orang lebih unggul dibanding orang lain: Yang pertama adalah ilmu. Al-Qur'an mengatakan: Adakah sama, orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? (QS az-Zumar: 9). Yang kedua adalah berjuang di jalan Allah SWT. Al-Qur'an mengatakan: Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. (QS. an-Nisâ': 95). Yang ketiga adalah takwa. Al-Qur'an mengatakan: Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling takwa di antara kamu. (QS. al-Hujurât: 13)

18.   Menurut sifat dasarnya, manusia memiliki kecenderungan bawaan. Kecenderungan bawaan ini antara lain adalah ke­ cenderungan moral dan kecenderungan religius. Fondasi utama hati nurani manusia adalah fitrah anugerah Allah, bukan posisi kelasnya, kecenderungannya untuk berteman atau berkelompok, bukan pula perjuangannya menundukkan alam. Semua pengaruh ini (posisi kelas, berteman atau berkelompok,  penundukkan alam—pen.) baru terwujud setelah melalui upaya sungguh-sungguh. Manusia, berdasarkan fitrahnya, bisa merniliki ideologi dan budaya yang khas. Manusia bisa memberontak terhadap lingkungan alamnya, lingkungan sosialnya, faktor-faktor sejarahnya, kecenderungan keturunannya, dan dapat melepaskan diri dari pengaruh itu semua.

19. Setiap orang lahir sebagai manusia. Karena itu orang paling jahat pun dapat menghentikan kebiasaan jahatnya dan memperbarui dirinya. Itulah sebabnya para nabi mendapat tugas memberikan nasihat dan konsultasi spiritual kepada orang-orang yang paling jahat sekalipun dan musuh-musuh paling sengit sekalipun, agar hati nurani mereka hidup, Jika cara seperti itu gagal, barulah para nabi dibolehkan memerangi mereka. Dalam pertemuan pertama dengan Fir'aun, Nabi Musa as diperintahkan untuk mengatakan kepada Fir'aun: Adakah keinginanmu untuk membersihkan dm (dari hesesatan). Dan kamu akan kupimpin kejalan
Tuhanmu agar kamu takut kepada-Nya. (QS. an-Nâzi'ât: 18-19)

20. Kepribadian manusia merupakan suatu senyawa dalam pengertian yang sebenarnya. Pada saat yang sama merupakan satu elemen tunggal, dan itu juga dalam pengertian yang sebenarnya.

Tidak seperti senyawa-senyawa organis dan non-organis lainnya. Bila berpadu bagian-bagian komponen ini maka bagian-bagian komponen tersebut kehilangan identitas dan karakter khasnya dan membentuk satu keseluruhan yang serasi, sedangkan unsur-unsur yang membentuk kepribadian manusia tidak kehilangan sama sekali karakternya. Ini melahirkan pergulatan batiniah. Dalam pergulatan ini manusia ditarik ke berbagai arah yang berbeda. Dalam bahasa agama, pergulatan ini dikenal sebagai pertentangan antara akal dan hawa nafsu atau pertentangan antara jiwa dan raga.

21. Karena hakikat spiritual manusia itu independen, dan  hakikat spiritual inilah yang melahirkan kehendaknya, maka manusia leluasa melaksanakan kehendaknya. Tak ada paksaan yang  dapat mencabut kemerdekaannya untuk memilih. Itulah sebabnya manusia bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan juga atas
masyarakatnya.

22. Seperti orang seorang, masyarakat manusia juga merupakan satu senyawa yang nyata dan memiliki hukumnya sendiri, tradisinya sendiri, dan sistemnya sendiri. Di sepanjang sejarah, masyarakat sebagai satu keseluruhan tak pernah mengikuti kehendak satu individu. Masyarakat selalu tersusun dari unsur-unsur yang bertentangan. Berbagai kelompok intelektual, profesional, politis dan ekonomi yang rnembentuk masyarakat tak pernah sama sekali kehilangan indentitasnya. Bentrok antara kelas-kelas ini selalu berlanjut dalam bentuk perang politik, ekonomi, intelektual dan doktrin. Lagi pula, selama manusia belum mencapai puncak kemanusiaan, maka perang akan selalu terjadi antara orang-orang yang maju yang kecenderungannya sangat tinggi, dan orang-orang yang masih terbelakang yang ke­cenderungannya sangat rendah.

23. Allah SWT tidak mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum tersebut mengubah dirinya sendiri. Al-Qur'an mengatakan: Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. ar-Ra'd: 11)

24. Allah SWT Pencipta alam semesta ini dan juga Pencipta manusia tak membutuhkan apa pun. Dia tidak terbentuk dari komponen-komponen. Dia mutlak sempurna. Dia akan selalu seperti adanya Dia. Untuk Allah SWT mustahil terjadi perkembangan atau evolusi. Sifat-sifat-Nya identik dengan Zat-Nya. Alam semesta merupakan Rarya-Nya dan perwujudan Kehendak-Nya. Tak ada yang dapat mengendalikan atau menghalangi Kehendak-Nya. Setiap faktor atau kehendak lain tegak lurus dan tidak horizontal dengan Kehendak-Nya.

25. Alam semesta merupakan satu unit yang agak organis, karena alam semesta ada berkat satu sumber, dan akan kembali ke sumber itu, dan sekarang tengah dikelola dan diurus oleh
kekuatan-kekuatan yang sadar.

Aspek Ideologis

Ideologi Islam, yang sangat luas dan begitu banyak cabangnya, sulit kemungkinannya untuk memaparkan semua ciri khususnya. Namun sesuai dengan peribahasa yang mengatakan bahwa sesuatu lebih baik ketimbang tidak ada, berikut ini kami paparkan apa yang dapat dipaparkan dengan baik.

Lengkap

Dibandingkan dengan agama-agama lain, lengkap merupakan salah satu ciri khusus Islam. Lebih tepat kalau dikatakan bahwa lengkap dan inklusif merupakan sifat utama Islam, karena Islam adalah agama yang paling maju dan paling sempurna. Dengan dibantu empat sumber hukum Islam, para ulama dapat mengetahui sudut pandang Islam mengenai berbagai masalah. Para ulama tidak percaya bila ada masalah yang tak ada aturan atau hukum Islamnya.

Dapat Dilakukan Ijtihad

Aturan atau hukum umum Islam tersusun sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan ijtihad atasnya. Arti ijtihad adalah menemukan dan menerapkan prinsip-prinsip pokok pada kasus-kasus tertentu dan berubah-ubah. Selanjutnya tugas ijtihad dipermudah oleh fakta bahwa akal diakui sebagai salah satu sumber hukum Islam.

Liberal dan Sederhana

Dalam kata-kata Nabi Muhammad saw, hukum Islam itu liberal dan sederhana. Dalam "al-Kâfî", jilid V, ada sebuah hadis yang mengatakan bahwa Nabi saw bersabda bahwa Allah SWT tidak memberinya perintah untuk tidak terlibat dalam kehidupan duniawi. Allah SWT telah mengutus Nabi saw dengan memberi Nabi saw hukum yang liberal, lurus dan mudah. Islam tidak memberikan kewajiban yang sulit dan menjengkelkan. "Dalam masalah agama, Allah tidak membatasimu dengan tidak semestinya." Karena hukum agama bercirikan liberal, maka setiap aturan atau hukum yang menimbulkan kesulitan yang tidak semestinya, dapat dianggap batal.

Hidup Berguna dan Sehat

Islam menyerukan agar kita hidup berguna dan sehat. Islam mengecam sikap lari dari kehidupan. Itulah sebabnya Islam mengecam keras kerahiban dan pengasingan diri dari kehidupan. "Tak ada kerahiban dalam Islam." Dalam masyarakat zaman dahulu ada dua kecenderungan; monastisisme (kerahiban) dan lari dari keterlibatan dalam kehidupan duniawi, serta pemanjaan kehidupan duniawi dan lari dari segala yang berhubungan dengan akhirat. Is­lam menjadikan persiapan diri untuk kehidupan akhirat sebagai bagian dari kehidupan duniawi ini. Jalan untuk ke akhirat adalah kehidupan dan tanggung jawab di dunia ini.

Sosial

Semua ajaran Islam bersifat sosial. Bahkan aturan individualistis seperti salat dan puasa menciptakan kolektivisme. Banyak aturan atau Hukum sosial, politik, ekonomi, perdata dan pidana Islam memiliki sifat sosial. Perintah seperti perintah untuk berjihad (berperang suci), perintah untuk berbuat baik dan perintah untuk tidak berbuat keji, juga lahir dari tanggung jawab kolektif kaum Muslim.

Hak dan Kemerdekaan Individu

Islam adalah agama sosial. Islam memandang sangat penting masyarakat, dan menganggap individu bertanggung jawab terhadap masyarakat. Islam tidak mengabaikan hak dan kemerdekaan individu. Islam tidak meremehkan hak ekonomi, hak hukum dan hak sosial individu. Dari sudut pandang politik, individu berhak diajak musyawarah dan berhak dipilih. Dari sudut pandang ekonomi, individu berhak memiliki hasil upayanya dan mendapatkan upah untuk tenaganya. Dia boleh menjual, menyewakan, menyumbangkan, mengembangkan dan menginvestasikan harta halalnya, dan berkenaan dengan ini dia boleh bermitra. Dari sudut pandang hukum, individu berhak mengajukan tuntutan hukum, mengajukan klaim dan memberikan bukti. Dari sudut pandang sosial, individu berhak memilih pekerjaan, memilih tempat tinggal, dan memilih jenis studi, dan sebagainya. Dari sudut pandang keluarga, individu berhak memilih pasangan hidupnya.

Mendahulukan Hak Masyarakat Ketimbang Hak Individu

Kalau terjadi pertentangan antara hak masyarakat dan hak individu, maka hak masyarakat atau hak publik harus didahulukan ketimbang hak pribadi atau hak individu. Namun masalah ini harus diputuskan melalui pengadilan Islam.

Prinsip Musyawarah

Dari sudut pandang Islam, prinsip musyawarah merupakan sebuah prinsip yang diakui dalam masalah sosial. Dalam kasus-kasus yang belum ada ketentuan Islamnva, kaum Muslim dapat memutuskan melalui musyawarah dan pemikiran bersama.

Meniadakan Kerugian

Hukum Islam, meskipun sifatnya umum dan mutlak, hanya bisa diberlakukan kalau tak menimbulkan kerugian yang tidak pada tempatnya. Aturan ini sifatnya universal dan merupakan semacam hak veto terhadap setiap hukum.

Memandang Penting Manfaat

Untuk setiap tindakan, baik itu tindakan individu maupun tindakan kolektif, yang lebih dipentingkan adalah hasil gunanya. Dari sudut pandang Islam, setiap tindakan yang tak ada manfaatnya dianggap sia-sia. Al-Qur'an mengatakan, Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. (QS. al-Mukminûn: 1-3)

Memandang Penting Transaksi Sah, Sirkulasi Kekayaan dan Transfer Uang dan Harta

Semua aktivitas seperti itu hams bebas dari segala bentuk tipu daya atau kecurangan dan harus bebas dari berbagai bentuk transaksi curang. Kalau ada unsur tipuan atau kecurangannya, maka transaksinya tidak sah. Al-Qur'an mengatakan: Danjanganlah sebagian hamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dmganjalan yang batil. (QS. al-Baqarah: 188).

Transfer harta dengan cara judi atau taruhan sama saja dengan penipuan dan tidak halal. Mencari untung melalui modal yang menganggur, yaitu modal yang tidak disirkulasikan untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat, dan yang tak ada resiko kerugian dan berkurangnya, yang bentuknya surat utang atau sekuritas, adalah riba dan tidak halal. Setiap transaksi finansial harus dilakukan dengan pengetahuan sepenuhnya dari kedua belah pihak dan sebelumnya sudah ada informasi dari kedua belah pihak. Transaksi yang menimbulkan kerugian akibat kurangnya informasi, tidak sah. Nabi Muhammad saw mengharamkan transaksi yang ada unsur curangnya. Pengharaman oleh Nabi saw tersebut semula berkaitan dengan penjualan secara curang barang-barang yang ada cacatnya. Namun prinsip ijtihad telah membuat ketentuan ini jadi bersifat umum.

Menghormati Akal

Islam menghormati akal. Islam menggambarkan akal sebagai pembimbing dari dalam. Prinsip-prinsip agama tak dapat diterima kalau bertentangan dengan hasil penelitian rasional. Dalam masalah-masalah sekunder (yang belum ada ketentuan hukum Islamnya—pen.), akal telah diakui sebagai sumber ijtihad. Islam memandang akal sebagai sesuatu yang suci, dan memandang tidak berakal sebagai najis. Menurut hukum Islam, gila atau mabuk membatalkan wudhu, seperti kencing atau tidur. Islam memerangi penggunaan setiap zat yang memabukkan, karena bertentangan dengan akal. Akal merupakan bagian integral dari agama.

Menghormati Kehendak

Karena Islam menghormati akal, dan dalam hukum Islam ada ketentuan untuk melindungi akal, maka Islam juga menghormati kehendak, yang merupakan kekuatan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan akal. Itulah sebabnya Islam memandang haram semua aktivitas yang menghalangi penggunaan kekuatan-kehendak. Dalam bahasa Islam, aktivitas seperti itu disebut "lahw".

Kerja

Islam menentang nganggur dan malas-malasan. Karena orang menerima banyak dari masyarakat, maka dia harus berbuat sesuatu untuk kepentingan masyarakat maupun untuk kepentingan dirinya sendiri. Dia berkewajiban melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Benak orang yang malas-malasan atau nganggur menjadi ruang kerja setan, demikian kata peribahasa. Islam mengutuk orang yang menjadi parasit atau menjadi beban masyarakat. Kata hadis, Terkutuklah orang yang melemparkan bebannya kepada orang lain."

Memandang Suci Kerja

Bekerja, di samping merupakan kewajiban, juga merupakan sesuatu yang suci dan disukai oleh Allah SWT. Bekerja adalah setengah jihad. Dalam "Wasa'il asy-Syi'ah" disebutkan hadis: "Allah menyukai orang beriman yang bekerja." "Orang yang bekerja keras demi keluarganya adalah seperti orang yang berjuang di jalan Allah."

Melarang Eksploitasi

Islam mengecam setiap bentuk perbudakan. Bila ada unsur perbudakannya, sudah cukup untuk membuat kerja jadi haram. Perbudakan adalah menggunakan tenaga orang lain untuk kepentingannya'sendiri dan untuk tujuan yang tidak adil.

Mengecam Royal dan Mubazir

Manusia dibolehkan mengatur hartanya, namun artinya tidak lebih bahwa manusia merdeka untuk memanfaatkan hartanya dalam kerangka yang dibolehkan oleh Islam. Manusia tidak di­bolehkan memubazirkan hartanya, juga tidak boleh membelanjakan hartanya untuk hal-hal yang tidak perlu. Islam mengharamkan bermewah-mewah (royal) yang oleh Islam digambarkan sebagai perbuatan penghamburan.

Kemudahan Hidup

Menyediakan bagi keluarga (istri dan anak) hal-hal yang membuat hidup mereka enak, bukan saja dibolehkan, namun juga diberi dorongan asalkan tidak berlebihan, tidak royal dan tidak menimbulkan sesuatu yang haram.

Mengutuk Snap

Pemberi dan penerima suap sangat dikutuk oleh Islam. Islam menggambarkan perbuatan seperti ini patut mendapat siksa neraka. Uang yang didapat dari hasil suap haram hukumnya.

Mengutuk Penimbunan

Menimbun pangan dan tidak menjualnya di pasar, dengan tujuan agar dapat menjualnya dengan harga yang tinggi, diharamkan. Pemerintah Islam dibolehkan mengambil secara paksa persediaan pangan seperti itu untuk kemudian dijual dengan harga yang wajar tanpa persetujuan si pemilik.

Kepatutan dan Kepentingan Publik

Basis penghasilan adalah kepentingan dan kepatutan publik, bukan kehendak orang. Biasanya dalam masalah finansial keinginan dan kecenderungan orang dipandang penting. Dan untuk legalitas pekerjaan, dipandang cukup bila dibutuhkan oleh masyarakat. Namun Islam menganggap kebutuhan semata-mata belum cukup untuk membuat suatu pekerjaan atau profesi jadi baik dan dibutuhkan. Islam memandang kepatutan dan kebaikan sebagai syarat yang harus dipenuhi. Dengan kata lain, adanya kebutuhan saja belum cukup untuk legalitas suatu pekerjaan. Berdasakan ini Islam melarang sejumlah pekerjaan dan transaksi. Pekerjaan-pekerjaan haram seperti itu ada beberapajenis:

1.  Bertransaksi hal-hal yang mendorong kebodohan dan pikiran sesat.

Apa saja yang mendorong kebodohan, pemutarbalikan pemikiran atau distorsi keyakinan adalah haram, sekalipun cukup dibutuhkan. Berdasarkan ini, menjual berhala dan salib, mempercantik wanita dengan tujuan memperdaya pelamarnya, memuji seseorang yang tidak patut dipuji, dan menenung serta menujum, diharamkan. Penghasilan yang diperoleh dari aktivitas-aktivitas seperti ini haram hukumnya.

2.  Bertransaksi barang-barang yang menyesatkan dan  membiuskan.

Menjual dan membeli buku, film dan barang lain yang sedikit atau banyak ikut menyebarkan kesesatan atau kerusakan di masyarakat, haram hukumnya.

3.  Perbuatan yang menguntungkan musuh.

Mencari uang melalui aktivitas yang dapat memperkuat posisi musuh secara militer, ekonomi, moral atau teknologi, dan memperlemah pihak Islam, dilarang dan haram hukumnya. Bukan saja menjual senjata dan peralatan lain yang penting kepada musuh dilarang, menjual manuskrip yang langka pun dilarang.

4.  Mencari uang dengan jalan yang merugikan orang seorang atau masyarakat.

Menjual zat-zat yang memabukkan, peralatan judi, benda-benda yang pada dasarnya kotor atau najis, dan menjual benda-benda yang dipalsukan, haram hukumnya. Berjudi, mencemarkan nama seorang mukmin, menyemangati orang yang berbuat salah, dan menerima jabatan atau pekerjaan yang ditawarkan oleh penguasa yang tidak adil, juga tergolong mencari uang dengan jalan yang merugikan orang seorang dan masyarakat.

Ada pula jenis mencari uang yang juga haram. Ada pekerjaan tertentu yang upahnya tidak boleh diterima. Pekerjaan semacam itu terlalu suci untuk diberi upah, karena itu pekerjaan seperti itu tidak boleh dijadikan sarana mencari nafkah. Pekerjaan seperti itu adalah memberikan informasi tentang hukum Islam, melaksanakan keadilan, memberikan pendidikan agama, menyampaikan khotbah dan sebagainya. Profesi tabib atau dokter boleh jadi juga tergolong pekerjaan seperti itu. Pekerjaan seperti itu terlalu suci untuk dijadikan sumber untuk mencari nafkah dan mengumpulkan uang. Pekerjaan seperti itu harus dilakukan tanpa menerima upah. Perbendaharaan Muslim harus menutup biaya hidup orang-orang yang melakukan pekerjaan suci seperti itu.

Mempertahankan Hak

Melindungi hak orang seorang maupun hak masyarakat, serta memerangi orang yang melanggar hukum, merupakan pekerjaan yang suci. Al-Qur'an mengatakan, Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. (QS. an-Nisâ': 148). Nabi saw bersabda: "Sebaik-baik jihad adalah berkata benar di hadapan penguasa lalim." Imam Ali bin Abi Thalib as mengutip, bahwa Nabi saw mengatakan: "Suatu bangsa akan dapat menempati posisi terpuji kalau bangsa tersebut mampu menjaga hak si lemah terhadap si kuat tanpa rasa takut." (Nahj al-Balâghah, lihat Surat 53)

Tanpa Henti Berjuang Menentang Kerusakan dan Memperbaiki Kondisi yang Ada

Prinsip amar ma'ruf nahi munkar (menganjurkan kebajikan dan mencegah kemungkaran), dalam kata-kata Imam Muhammad al-Baqir as, menjadi dasar dari seluruh perintah Islam. Prinsip ini membuat seorang Muslim senantiasa berupaya membuat pembaruan dan berjuang terus-menerus menentang kerusakan dan kekejian. Al-Qur'an memfirmankan: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar (QS Ali'Imran: 110). Nabi saw bersabda: "Kamu harus menyuruh kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran. Kalau tidak, Allah akan membuatmu dikuasai oleh orang munkar. Kemudian orang baik di antara kamu akan berdoa, namun doanya akan sia-sia." (Nahj al-Balâghah)

Monoteisme

Islam, terutama sekali, adalah agama monoteistis (tauhid). Islam tidak menerima keraguan terhadap tauhid teoretis maupun tauhid praktis. Dalam Islam, semua pikiran, perilaku dan perbuatan diawali dengan Allah SWT dan diakhiri dengan Allah SWT pula.

Islam menolak keras setiap bentuk dualisme, trinitas, dan kemusyrikan. Islam menentang setiap pikiran yang bertentangan dengan tauhid, seperti mengakui dua prinsip yang independen, fundamental dan eksklusif, yaitu dua prinsip Allah SWT dan setan, Allah dan manusia, atau Allah dan materi. Apa pun yang dilakukan, haruslah diawali dan diakhiri dengan nama Allah, dan harus dilakukan demi Dia dan untuk mendapatkan rida-Nya. Apa saja yang tidak sesuai dengan konsepsi ini, maka tidak Islami. Dalam Islam, semua jalan mengarah ke tauhid. Moral Islam lahir dari tauhid dan berujung pada tauhid. Begitu pula dengan pendidikan Islam, politik Islam, ekonomi Islam dan sosialisme Islam.

Dalam Islam setiap perbuatan diawali dengan nama Allah dan dengan bantuan-Nya. Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillah Rabbil-'alamin. Segala sesuatu terjadi dengan nama Allah dan dengan dukungan Allah. "Aku tawakal kepada Allah, dan kepada-Nya kaum mukmin harus bersandar."

Monoteisme Islam (tauhid) bukan semata-mata ide dan keyakinan kering, karena Allah tidak terpisah dari makhluk-Nya. Dia bersama semua makhluk-Nya, dan meliputi semuanya. Segala sesuatu diawali dengan-Nya, dan diakhiri dengan-Nya. Pikiran monoteisme meliputi segenap eksistensi monoteis. Pikiran ini mengendalikan semua gagasannya, kemampuannya, dan perilakunya. Pikiran ini mengarahkannya. Itulah sebabnya Muslim sejati selalu ingat Allah pada awal, pertengahan dan akhir setiap perbuatannya. Muslim sejati tak pernah menyekutukan Allah dengan apa pun.

Meniadakan Perantara

Meskipun Islam mengakui bahwa rahmat Allah SWT turun ke dunia ini melalui perantara tertentu, dan percaya bahwa sistem sebab-akibat berlaku untuk urusan materi dan jiwa, namun Islam tidak mengakui perantara sejauh menyangkut masalah ibadah. Kita tahu, semua agama wahyu selain Islam sudah mengalami perusakan dan perubahan, akibatnya orang lupa akan nilai hubungan langsungnya dengan Allah. Nah, anggap saja ada sekat antara manusia dan Allah, dan hanya kaum pendeta dan ulama saja yang dapat berkomunikasi langsung dengan Allah. Islam memandang pikiran semacam ini musyrik. Dengan tegas Al-Qur'an mengatakan: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. (QS. al-Baqarah: 186)

Kemungkinan Hidup Berdampingan Secara Damai dengan Mereka yang Hanya Percaya Kepada Satu Allah

Dari sudut pandang Islam, dalam kondisi tertentu kaum Muslim dapat hidup damai di negeri mereka dengan para pemeluk agama lain yang semula menganut paham tauhid, sekalipun kini sudah menyimpang dari keyakinan semulanya, seperti kaum Yahudi, Kristiani, Majusi dan sebagainya. Namun kaum Muslim tak dapat hidup bersama di sebuah negeri Muslim dengan kaum musyrik. Bagaimanapun juga, demi kepentingan yang lebih tinggi, kaum Muslim dapat membuat perjanjian damai, pakta non-agresi, atau kesepakatan mengenai subjek tertentu dengan kaum musyrik.

Persamaan hak

Persamaan hak dan non-diskriminasi merupakan prinsip utama ideologi Islam. Dari sudut pandang Islam, semua manusia pada hakikatnya sama haknya. Mereka tidak diciptakan dalam dua lapisan atau lebih. Darah, ras atau kebangsaan bukanlah ukuran unggul tidaknya manusia. Seorang sayid Quraisy dan seorang badui, masing-masing sama haknya. Dalam Islam, kemerdekaan, demokrasi dan keadilan merupakan produk sampingan dari persamaan hak.

Dari sudut pandang Islam, individu dapat kehilangan hak sipilnya demi kepentingannya sendiri dan demi kepentingan masyarakat. Namun hal itu dapat terjadi dalam kondisi yang sangat khusus, dan hal itu juga hanya untuk jangka waktu tertentu saja. Namun ketentuan ini tak ada kaitannya dengan diskriminasi ras. Dari sudut pandang Islam, perbudakaan yang sifatnya sementara waktu saja yang diperbolehkan, dan itu pun hanya untuk maksud-maksud pembaruan dan pendidikan. Masalah ini tak ada sigmfikansi atau arti ekonomi dan eksploitasinya.

Tak Ada Beda antara Lelaki dan Perempuan

Dalam Islam, hak, kewajiban dan hukuman juga untuk lelaki dan perempuan. Lelaki dan perempuan adalah sama-sama manusia, karena itu keduanya memiliki banyak sifat yang sama. Namun karena keduanya beda jenis kelaminnya, maka ada beberapa sifat yang khas bagi lelaki dan bagi perempuan saja. Hak, kewajiban dan hukuman bagi keduanya juga sama. Dalam hal ini tak ada bedanya antara lelaki dan perempuan. Hak mendapatkan ilmu atau pengetahuan, hak beribadah, hak memilih pasangan hidup, hak memiliki dan memanfaatkan harta, merupakan hak lelaki dan perempuan. Namun dalam beberapa kasus sekunder ketika masalah kelamin ada arti khususnya, posisi lelaki dan perempuan, kendatipun setara, beda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar