Label

Al-Qur'an


Oleh Syahid Ayatullah Murtadha Muthahhari (‘Ulama, Faqih, dan Filsuf)

Al-Qur'an Suci adalah Kitab samawi dan mukjizat abadi Nabi saw. Kitab Allah ini diwahyukan kepada Nabi saw dalam waktu dua puluh tiga tahun. Selain sebagai Kitab wahyu dan manifestasi kekuatan mukjizat Nabi saw, Al-Qur'an Suci juga berperan lebih besar dan lebih penting ketimbang peran tongkat Nabi Musa as dan napas Nabi Isa as. Nabi saw suka membaca ayat-ayat Al-Qur'an untuk orang-orang. Kekuatan magnetis ayat Al-Qur'an, dalam banyak kesempatan, mendorong banyak orang masuk Islam. Dalam sejarah Islam, peristiwa-peristiwa seperti ini tak terhitung jumlahnya.

Dalam Al-Qur'an Suci ada 114 surah, dan ada sekitar 78.000 kata. Fakta bahwa sejak awal kedatangan Islam sampai sekarang ini perhatian kaum Muslim kepada Al-Qur'an Suci sungguh luar biasa menunjukkan dedikasi mereka kepada Al-Qur'an. Semasa hayat Nabi saw, Al-Qur'an dicatat dalam bentuk tulisan oleh sejumlah orang yang khusus diangkat oleh Nabi saw dan dikenal dengan sebutan "ahli tulis wahyu". Selain itu, banyak orang Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, tertarik untuk menghafal seluruh atau sebagian isi Al-Qur'an. Dalam salat, kaum Muslim membaca ayat Al-Qur'an. Kaum Muslim menganggap membaca ayat Al-Qur'an di luar saat salat sebagai amal saleh. Kaum Muslim sungguh merasakan suatu kenikmatan bila membaca Al-Qur'an.

Perhatian Besar Kaum Muslim Kepada Al-Qur'an

Karena dampak cinta berapi-api kaum Muslim kepada Al-Qur'an, maka di setiap masa kaum Muslim menyumbangkan pikiran dan potensialitas praktis mereka untuk Al-Qur'an. Mereka menghafal Al-Qur'an. Mereka belajar membacanya dengan benar. Mereka menulis tafsirnya, dan menyusun buku-buku khusus untuk menjelaskan makna setiap katanya. Mereka menghitung jumlah ayatnya, jumlah katanya, dan bahkan jumlah hurufnya. Mereka menelaah maknanya. Dan hasil dari telaah ini mereka gunakan untuk menjawab masalah hukum, moral, sosial, filsafat, makrifat dan ilmu pengetahuan. Mereka menghiasi bicara dan tulisan mereka dengan kutipan ayat Al-Qur'an. Prasasti yang tinggi nilainya, ubin Mosaik dan Qasyani yang bertulisan dan bergaris indah cerah, berisi ayat-ayat Al-Qur'an. Kaum Muslim mengajarkan Al-Qur'an kepada anak-anak mereka sebagai pendidikan pertania anak-anak. Mereka menyusun kamus tata bahasa Arab dan kamus bahasa Arab untuk mempermudah memahami Al-Qur'an. Dari Al-Qur'an, kaum Muslim mendapat dorongan semangat untuk mengembangkan seni retorika.

Dedikasi kaum Muslim kepada Al-Qur'an melahirkan sejumlah ilmu pengetahuan dan seni sastra. Ilmu pengetahuan dan seni sastra tersebut tak mungkin ada kalau tak ada dedikasi seperti itu.

Al-Qur'an Suci Tak Terpada (Tak Ada yang Menyerupai)

Al-Qur'an Suci merupakan mukjizat abadi Nabi Muhammad saw, Nabi terakhir. Sejak pertania turun di Mekah, yang diawali dengan surah-surah pendek, Rasulullah saw resmi melontarkan tantangan kepada kaum penyembah berhala. Nabi saw menegaskan bahwa Al-Qur'an bukan buatannya. Al-Qur'an adalah dari Allah SWT. Nabi dan juga manusia lainnya tak mungkin dapat membuat sesuatu seperti Al-Qur'an sekalipun dibantu oleh siapa pun. Nabi saw berkata kalau mereka (kaum penyembah berhala—pen.) tidak mempercayai dirinya, supaya mereka berupaya membuat sesuatu seperti Al-Qur'an, dan untuk tujuan ini mereka dapat minta bantuan siapa saja. Namun, pertama-tama harus mereka ketahui bahwa mereka tak akan pernah berhasil meskipun seluruh manusia dan jin bahu membahu bersama mereka. Kaum penentang Nabi saw, selama hayat Nabi saw atau pada periode setelah itu, yaitu 1400 tahun yang lalu, tak dapat memenuhi tantangan ini. Yang dapat dilakukan kaum penentang Islam pada zaman Nabi saw hanyalah mengatakan bahwa Al-Qur'an Suci adalah sejenis sihir.

Tuduhan ini sendiri merupakan pengakuan bahwa Al-Qur'an adalah supranatural dan bahwa mereka tak mampu membuat sesuatu seperti Al-Qur'an. Raum penentang Nabi saw begitu putus asa sehingga mereka mau melakukan apa saja untuk memperlemah kedudukan Nabi saw. Namun yang tak dapat mereka lakukan adalah apa yang dikemukakan Nabi saw sendiri dan apa yang dengan jelas diminta Al-Qur'an. Al-Qur'an meminta mereka untuk membuat paling tidak satu surah meskipun panjangnya satu bans seperti Surah at-Tauhîd (al-Ikhlâsh) atau Surah al-Kautsar.

Beberapa Aspek dari Tak Terpadanya Al-Qur'an

Mari kita lihat beberapa aspek kemukjizatan atau kesupranaturalan Al-Qur'an. Pada umumnya, tak dapat ditirunya Al-Qur'an mengandung dua aspek: aspek yang berhubungan dengan kata-kata Al-Qur'an, dan aspek yang berhubungan dengan isi Al-Qur'an.

Kata-kata Al-Qur'an tak dapat ditiru karena gaya bicara (artikulasi)-nya indah dan artistik. Isi Al-Qur'an tak dapat ditiru karena nilai intelektual dan ilmiahnya tinggi. Kedua aspek ini, khususnya aspek kedua, sekali lagi pada gilirannya mengandung beberapa aspek. Belakangan ini sebagian sarjana Mesir dan Iran mengklaim bahwa salah satu aspek dari tak dapat ditirunya Al-Qur'an adalah huruf dan kata-katanya disusun sedemikian rupa sehingga ayat-ayatnya membentuk kurva menaik yang khusus.

Redaksi Al-Qur'an

Al-Qur'an memiliki gayanya sendiri. Gayanya beda dengan gaya puisi dan prosa. Al-Qur'an bukan puisi karena Al-Qur'an tidak bersajak, juga bukan gubahan irama. Lagi pula, dalam puisi harus ada semacam tamsil yang disebut fantasi puisi. Puisi jalin berkelindan dengan pernyataan berlebihan, dan pernyataan berlebihan ini sama saja dengan bertutur dusta. Dalam Al-Qur'an Suci tak ada tamsil puitis, juga tak ada kiasan fantastis. Pada saat yang sama Al-Qur'an juga bukan prosa biasa, karena ada karakter arus dan irama yang harmonis yang tak terdapat dalam karya prosa mana pun. Kaum Muslim selalu membaca Al-Qur'an dengan lagu yang khas.

Islam mengajarkan supaya Al-Qur'an dibaca dengan suara yang melodius. Para Imam suci terkadang membaca Al-Qur'an di rumah mereka dengan suara yang demikian melodius sehingga orang-orang yang lalu-lalang di jalan yang kebetulan mendengarnya berhenti untuk mendengarkan bacaan para imam. Tak ada karya prosa yang bisa semelodius Al-Qur'an Suci. Dampak suara Al-Qur'an selaras dengan nilai spiritualnya, dan beda dengan dampak suara musik. Sejak ditemukannya radio, belum pernah ada pidato spiritual mana pun yang sebanding dengan Al-Qur'an dalam efek melodiusnya yang indah. Selain di negara-negara Muslim, di negara-negara non-Muslim juga ada program radio membaca Al-Qur'an. Program seperti ini diadakan dengan pertimbangan keindahan dan suaranya yang merdu. Sungguh menakjubkan ternyata keindahan Al-Qur'an melampaui batas ruang dan waktu. Banyak pidato atau khotbah yang indah mendapat apresiasi hanya untuk periode waktu tertentu, dan dengan berubahnya cita rasa, pidato atau khotbah itu pun kehilangan nilai dan efeknya. Sebagian pidato atau khotbah ini mendapat apresiasi hanya dan bangsa-bangsa tertentu dengan cita rasa dan latar belakang budaya tertentu. Namun keindahan Al-Qur'an Suci adalah satu-satunya. Keindahannya bukan untuk waktu tertentu, ras atau budaya tertentu saja.

Orang-orang yang tahu atau mengenal gaya bicara Al-Qur'an, mendapati bahwa gaya bicara Al-Qur'an ternyata selaras dengan cita rasa mereka. Semakin zaman berlalu dan berbagai bangsa semakin mengenal Al-Qur'an Suci, mereka semakin terpesona dengan keindahannya yang menawan.

Orang-orang Yahudi, Kristen dan pengikut agama lain yang condong berprasangka selama empat belas abad yang lalu dengan berbagai jalan menentang Al-Qur'an. Tujuan penentangan mereka itu tak lain adalah untuk membuat lemah posisi Al-Qur'an. Mereka menuduh Al-Qur'an telah mengalami perubahan. Mereka berupaya menciptakan keraguan terhadap berbagai masalah yang berkaitan dengan Al-Qur'an. Mereka menggunakan berbagai tipu daya. Namun mereka tak pernah berpikir minta tolong kepada ahli tulis dan ahli sastra mereka untuk menjawab tantangan Al-Qur'an dan untuk membuat setidaknya satu surah pendek seperti surah pendek Al-Qur'an.

Dalam sejarah Islam bermunculan banyak sekali orang yang dikenal dengan sebutan zindiq (orang kafir yang pura-pura beriman—pen.). Sebagian mereka luar biasa cerdas. Dengan berbagai jalan mereka mengkritik agama Islam pada umumnya dan Al-Qur'an pada khususnya. Sebagian mereka ahli bahasa Arab. Mereka mencoba menandingi keunggulan Al-Qur'an. Namun yang dapat mereka lakukan hanyalah membuktikan bahwa mereka ternyata amat jauh berada di bawah ketinggian dan kemuliaan Al-Qur'an. Dalam hubungan ini, sejarah menuturkan kisah Ibn Rawandi, Abul 'Ala' al-Muari dan Abu Thayib al-Mutanabbi. Ketiga orang inilah yang ingin memperlihatkan diri mampu menandingi Al-Qur'an dan mampu membuktikan kalau Al-Qur'an itu karya manusia. Juga bermunculan banyak penipu yang mengaku nabi. Mereka membuat pernyataan yang mereka klaim sebagai wahyu dari Allah seperti Al-Qur'an Suci. Tulaihah, Musailamah dan Sajah adalah dari golongan penipu ini. Lagi-lagi yang dapat mereka buktikan hanyalah bahwa Al-Qur'an itu tinggi, agung lagi mulia sementara mereka sendiri rendah.

Yang mengherankan adalah ternyata kata-kata Nabi saw sendiri—yang melalui lidah sucinya Al-Qur'an mengalir—tak seperti Al-Qur'an. Banyak sekali sabda Nabi saw, seperti khotbahnya, peribahasanya, perintahnya dan doanya, telah sampai kepada kita. Bahasanya tangkas lagi sempurna, meski tidak seperti bahasa Al-Qur'an. Jelaslah bahwa hal ini membuktikan bahwa kata-kata Nabi saw dan Al-Qur'an berasal dari dua sumber yang berbeda.

Imam Ali bin Abi Thalib as mulai mengenal Al-Qur'an ketika baru berusia sepuluh tahun. Dengan kata lain, Imam Ali as berusia sepuluh tahun ketika ayat-ayat pertama Al-Qur'an turun kepada Nabi Muhammad saw. Imam Ali as menerima ayat-ayat Al-Qur'an laksana orang kehausan menerima air yang bersih. Hingga saat-saat terakhir hayat Nabi Muhammad saw, Imam Ali as mengepalai ahli-ahli tulis wahyu. Imam Ali as hafal Al-Qur'an, dan selalu membacanya. Ibadah malam yang paling disukai Imam Ali as adalah membaca Al-Qur'an.

Dengan demikian, kalau saja mungkin menandingi gaya Al-Qur'an, maka Imam Ali as, yang tak terpada kefasihannya, tentu sudah dapat menandingi gaya Al-Qur'an. Karena Imam Ali as mendapat pengaruh dari gaya Al-Qur'an, maka semestinya khotbah-khotbahnya bentuknya seperti ayat-ayat Al-Qur'an. Namun seperti yang kita tahu, ternyata gaya Imam Ali as sangat beda dengan gaya Al-Qur'an.

Ketika Imam Ali as, dalam khotbah-khotbahnya yang fasih, mengutip ayat Al-Qur'an, maka selalu terlihat khas dan bersinar bagaikan bintang yang luar biasa terangnya di antara bintang-gemintang lainnya.

Al-Qur'an tidak menggunakan tema-tema yang lazimnya jadi pilihan manusia untuk memperlihatkan kepiawaian retorika manusia, seperti pengagungan diri, pujian, sindiran, elegi (syair ratapan), kidung cinta, dan paparan tentang keindahan alam.

Al-Qur'an Suci tidak menyentuh tema-tema seperti ini. Subjek Al-Qur'an semuanya spiritual, seperti monoteisme (tauhid), kebangkitan, kenabian, kewajiban etika, hukum, nasihat keagamaan dan kisah moral. Namun gaya bicara Al-Qur'an luar biasa hebat dan indah.

Susunan kata-kata dalam Al-Qur'an tak terpada. Tak ada yang dapat mengubah posisi satu katanya tanpa merusak keindahannya, juga tak ada yang dapat membuat sesuatu seperti ayat Al-Qur'an. Dalam hal ini Al-Qur'an Suci dapat dibandingkan dengan sebuah bangunan indah yang tak dapat diubah, juga tak ada yang dapat membangun bangunan yang lebih baik atau menyamainya. Gaya Al-Qur'an belum pernah ada sebelumnya, dan tidak akan dapat ditandingi untuk selamanya. Meski Al-Qur'an telah melontarkan tantangan, namun tak ada yang mampu menandingi Al-Qur'an.

Tantangan Al-Qur'an masih berlaku, dan akan selamanya berlaku. Sekarang pun kaum Muslim mengajak bangsa-bangsa di seluruh dunia untuk ikut ambil bagian dalam kompetisi yang dipermaklumkan oleh Al-Qur'an. Mereka mengatakan bahwa jika ada yang dapat membuat sesuatu seperti Al-Qur'an, mereka akan bersedia keluar dari Islam. Mereka seratus persen yakin bahwa mustahil ada yang dapat membuat sesuatu seperti Al-Qur'an.

Isi Al-Qur'an

Bahwa Al-Qur'an tak dapat ditandingi atau tak dapat ditiru— dari sudut pandang isinya—merupakan pokok masalah yang perlu dibahas secara mendalam dan saksama sehingga dibutuhkan buku tersendiri. Namun kiranya pengantarnya dapat dibahas dengan singkat di sini. Pertama-tama perlu diketahui jenis kitab seperti apa Al-Qur'an itu. Apakah sebuah kitab filosofis? Kitab ilmu pengetahuan? Kitab sastra? Atau kitab seni?

Jawabannya adalah bukan kitab-kitab seperti itu. Para nabi bukanlah filosof, bukan ilmuwan, bukan sastrawan, bukan sejarawan, bukan seniman, bukan seniman teknik. Meski demikian, para nabi memiliki semua keunggulan yang dimiliki orang-orang yang disebutkan di atas, bahkan dengan nilai lebih. Al-Qur'an merupakan kitab wahyu. Bukan kitab filsafat, bukan kitab ilmu pengetahuan, bukan kitab sejarah, bukan kitab sastra, dan bukan kitab seni. Namun Al-Qur'an memiliki keunggulan yang dimiliki oleh kitab-kitab seperti itu, bahkan dengan nilai lebih.

Al-Qur'an merupakan Kitab yang diperuntukkan untuk membimbing manusia. Al-Qur'an dapat pula disebut kitab manusia— manusia yang telah diciptakan oleh Allah SWT, dan para nabi diutus untuk membimbing dan menyelamatkan manusia dan untuk mengajarkan kepada manusia cara mengenal diri. Karena Al-Qur'an merupakan kitab manusia, maka Al-Qur'an juga merupakan Kitab Allah SWT, karena manusia adalah makhluk yang penciptaannya dimulai sebelum penciptaan alam semesta ini dan akan berakhir setelah berakhirnya alam semesta ini. Dari sudut pandang Al-Qur'an, manusia merupakan tiupan roh Ilahi. Manusia pasti akan kembali kepada Allah. Karena itu, mengenal Allah dan mengenal manusia saling berkaitan. Manusia tak mungkin mengenal Tuhannya dengan benar kalau dia tak mengenal dirinya sendiri. Manusia juga tak mungkin mengenal realitasnya kalau dia tak mengenal Allah SWT.

Manusia mazhab para nabi, yang perincian lengkapnya terdapat dalam Al-Qur'an, beda sekali dengan manusia yang pengetahuan tentangnya dapat diperoleh melalui ilmu pengetahuan. Manusia mazhab para nabi jauh lebih lengkap. Manusia yang digambarkan oleh ilmu pengetahuan, eksistensinya hanya antara dua poin: lahir dan mati. Kegelapan menyelimuti apa yang terjadi sebelum dan sesudah dua poin ini. Ilmu pengetahuan tak tahu ini. Namun manusia yang digambarkan Al-Qur'an tidaklah sebatas itu. Manusia datang dari alam lain, dan masa depannya ada di alam itu. Di dunia fana ini manusia harus menyempurnakan dirinya. Masa depannya di akhirat ditentukan oleh karakter aktivitasnya di dunia fana ini, dan ditentukan oleh apakah upayanya itu benar atau salah. Kemudian, orang biasa tak tahu manusia, sekalipun posisi manusia antara poin lahir dan poin matinya. Sedangkan para nabi tahu.

Manusia yang digambarkan Al-Qur'an tentu tahu:

(1) Dari mana asalnya.
(2) Hendak kemana.
(3) Di mana dia sekarang ini.
(4) Bagaimana semestinya dia itu.
(5) Apa yang mesti dilakukan.

Kesejahteraan dan keselamatannya di dunia fana ini dan di akhirat ditentukan oleh jawaban praktisnya terhadap kelima masalah ini dengan benar. Untuk mengetahui asal-usulnya, manusia harus mengenal Penciptanya dan harus mengenal dunia dan manusia yang merupakan ayat-ayat-Nya. Untuk mengetahui hendak kemana manusia, manusia harus merenungkan dan mempercayai pernyataan Al-Qur'an tentang kebangkitan, siksa hari kiamat, pahala dan siksa yang dalam kasus-kasus tertentu kiranya abadi. Manusia harus percaya bahwa karena Allah adalah titik mula dari segala yang ada, maka Dia juga titik kembalinya segala yang ada itu.

Untuk mengetahui posisinya sekarang ini, manusia harus mengkaji sistem dunia dan hukum yang berlaku di dunia. Dia harus mengetahui posisi manusia di antara segala sesuatu lainnya, dan harus menemukan kembali dirinya. Untuk mengetahui harus bagaimana, manusia harus mengetahui arah manusia yang sebenamya, dan harus membangun perilakunya sesuai dengan arah itu.

Untuk mengetahui apa yang mesti dilakukan, manusia harus mengikuti aturan orang seorang dan sosial. Selain semua ini, manusianya Al-Qur'an harus mempercayai eksistensi hal-hal tertentu yang tak kasat indera yang dalam istilah Al-Qur'an sendiri disebut "gaib". Manusianya Al-Qur'an juga harus percaya adanya saluran bagi bekerjanya kehendak Allah SWT di alam semesta ini. Manusia seperti ini juga harus tahu bahwa Allah SWT tak pernah membiarkan manusia tanpa mendapat petunjuk Tuhan. Allah SWT mengutus hamba-hamba pilihan menjadi nabi untuk menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia.

Manusianya Al-Qur'an memandang alam sebagai ayat Allah, dan memandang sejarah sebagai "medan uji" nyata yang membuktikan kebenaran ajaran para nabi. Jadi, begitulah manusianya Al-Qur'an, dan ini semua merupakan sebagian kewajiban yang digariskan Islam untuk manusia seperti itu.

Al-Qur'an membicarakan begitu banyak pokok masalah sehingga mustahil menyebutkan satu per satu semua topik yang dibicarakannya. Namun bila dilihat sepintas, masalah-masalahnya antara lain adalah:

1. Allah, Zat-Nya, keesaan-Nya, sifat-sifat positif-Nya, yaitu kualitas-kualitas yang mesti kita yakini dimiliki Allah.
2. Akhirat, kebangkitan, dan tahap-tahap antara mati dan bangkit.
3. Malaikat, yaitu kekuatan yang sadar diri dan sadar akan Penciptanya, dan merupakan pelaksana kehendak Tuhan.
4. Nabi atau orang yang menerima wahyu dari Allah SWT dan menyampaikannya kepada umat manusia.
5. Desakan, nasihat, peringatan untuk beriman kepada Allah, akhirat, malaikat, nabi, dan Kitab Suci.
6. Penciptaan langit, bumi, gunung, sungai, tumbuhan, binatang, awan, hujan, meteor dan sebagainya.
7. Ajakan untuk menyembah Allah dengan sepenuh hati dan untuk tidak menyekutukan Allah dengan apa pun. Larangan menyembah selain Allah entah itu manusia, malaikat, matahari, bintang atau berhala.
8. Mengingat rahmat dan karunia Allah di dunia ini.
9. Karunia abadi Allah untuk orang takwa di akhirat, dan siksa pedih dan terkadang abadi dari Allah untuk pendosa.
10.Argumen yang berkenaan dengan Allah, kebangkitan, nabi dan sebagainya, serta beberapa nujuman dalam kaitan ini.
11.Kisah dan peristiwa sejarah yang membuktikan kebenaran misi nabi dan yang memperlihatkan bahwa kebahagiaan merupakan akhir dari orang takwa yang mengikuti nabi, dan siksa atau kepedihan bagi orang yang menolak nabi.
12.Ketakwaan, kebajikan dan penyucian diri. Peringatan tentang bahaya bisikan setan, berkhayal diri, dan pikiran yang sesat.
13.Kebajikan moral orang, seperti benar, tabah, sabar, adil, dermawan, kasih sayang, ingat Allah, cinta kepada Allah, bersyukur kepada Allah, takut kepada Allah, percaya kepada Allah, pasrah kepada kehendak Allah, menerima  perintah Allah, arif, berpengetahuan, jujur, dan cerah hati berkat takwa, jujur dan cermat.
14.Kebajikan moral kolektif, seperti bersatu, mendorong orang lain untuk menerima kebenaran, meminta orang lain untuk tabah, sabar, bekerja sama dalam masalah kebajikan dan ketakwaan, tidak membenci dan tidak dengki, memberikan nasihat tentang kebaikan, mencegah kekejian, dan bekorban jiwa dan harta di jalan Allah.
15.Hukum berkenaan dengan masalah-masalah seperti salat, puasa, zakat, khumus, haji, jihad, nazar, sumpah, jual-beli, gadai, sewa, hibah, perkawinan, hak suami-istri, hak orang tua-anak, cerai, sumpah kutukan, zhihar (perkataan suami kepada istrinya, "Engkau aku haramkan seperti punggung ibuku"—pen.), waris, menuntut bela, hukuman, utang, bukti, harta, pemerintahan, musyawarah, hak si miskin, hak masyarakat, dan sebagainya.
16.Kejadian dan peristiwa selama dua puluh tiga tahun kenabian Nabi Muhammad saw.
17.Keterangan tentang ciri menonjol dan amal Nabi Muhammad saw.
18.Keterangan lengkap mengenai tiga kelompok: orang beriman, orang kafir, dan orang munafik di setiap zaman.
19.Watak orang beriman, orang kafir, dan orang munafik di zaman Nabi Muhammad saw.
20.Hal-hal gaib selain malaikat, jin, dan iblis.
21.Karakteristik Al-Qur'an sendiri.
22.Penyucian Asma Allah SWT oleh segala yang ada di dunia dan kesadaran batin mereka akan eksistensi Pencipta mereka.
23.Dunia, hukumnya, kefanaannya, dan tidak pantasnya dunia menjadi ideal manusia. Hanya Allah, akhirat dan akhirat sajalah yang tepat untuk menjadi tujuan puncak bagi manusia.
24.Mukjizat nabi.
25.Pembenaran atas Kitab-kitab wahyu sebelum Al-Qur'an, khususnya Taurat dan Injil. Koreksi atas perubahan dan kesalahan yang menimpa Kitab-kitab ini.

Keluasan Makna

Ini merupakan uraian singkat mengenai isi Al-Qur'an. Karena ringkas, maka sama sekali tak dapat diklaim cukup memadai. Kalau mempertimbangkan beberapa pokok masalah berkenaan dengan manusia dan kewajibannya, dunia dan Allah, maka tak ada buku karya manusia yang bicara tentang manusia yang dapat disejajarkan dengan Al-Qur'an, khususnya kalau diingat fakta bahwa Al-Qur'an diturunkan melalui seorang yang buta huruf yang tak mengenai gagasan pemikir mana pun atau intelektual mana pun. Lingkungan sekitar orang tersebut primitif dan penyembah berhala. Masyarakatnya sangat tidak berbudaya.

Untuk pertama kalinya Al-Qur'an menyodorkan banyak pokok masalah yang luas lagi bermakna dengan cara sedemikian sehingga filosof, ahli hukum, moralis dan sejarawan mendapat ilham dari banyak pokok masalah tersebut. Bahkan orang paling jenius pun mustahil melahirkan gagasan seperti gagasan-gagasan ini, gagasan-gagasan yang mampu mempengaruhi kaum intelektual paling cemerlang. Beginilah posisinya, seandainya saja apa yang disampai-kan Al-Qur'an sama tingkatannya dengan karya sarjana. Namun kita tahu pasti bahwa dalam kebanyakan kasus Al-Qur'an telah membuka cakrawala-cakrawala yang benar-benar baru.

Allah SWT dalam Al-Qur'an

Hanya satu topik yang dirujuk di sini. Yaitu topik Allah SWT dan hubungan-Nya dengan dunia dan manusia. Kalau yang dipertimbangkan cuma bagaimana Al-Qur'an membicarakan masalah ini, lam apa yang dikatakan Al-Qur'an dalam hal ini dibandingkan dengan gagasan-gagasan yang dikemukakan manusia, maka sangat jelas sekali bahwa Al-Qur'an adalah mukjizat.

Menurut Al-Qur'an, Allah SWT tak memiliki cacat atau kelemahan, dan tak memiliki semua kualitas yang tak patut bagi-Nya. Al-Qur'an justru menyebutkan bahwa Allah memiliki semua sifat atau kualitas mulia, dan menyebutkan pula Nama-nama paling mulia-Nya. Ada sekitar lima belas ayat yang menyebut Allah tak memiliki cacat atau kelemahan, dan lebih dari lima puluh ayat menyebutkan Sifat-sifat mulia-Nya serta Nama-nama paling indah-Nya.

Al-Qur'an amat akurat dalam menjelaskan tentang Allah SWT, sehingga penjelasan ini mencengangkan kaum teolog. Ini sendiri sudah merupakan sejelas-jelas mukjizat dari seseorang yang buta huruf dan tak pernah duduk di bangku sekolah. Al-Qur'an telah menunjukkan berbagai jalan yang mungkin untuk mengenal Allah. Jalan tersebut antara lain adalah mengkaji alam dan manusia, menyucikan diri, dan saksama serta mendalam memikirkan kehidupan dan eksistensi. Filosof-filosof Islam yang paling terkenal mengakui bahwa Al-Qur'an Sucilah yang mengilhami argumen-argumen mereka yang sangat kuat.

Menurut Al-Qur'an, hubungan Allah SWT dengan alam semesta murni berdasarkan monoteisme (tauhid). Dengan kata lain, dalam bertindak dan berkehendak, Allah SWT tak ada saingan atau mitra. Semua perbuatan, niat dan pilihan kita semua justru ditentukan oleh Allah SWT.

Hubungan Manusia dengan Allah SWT

Dengan begitu indah Al-Qur'an menjelaskan hubungan manusia dengan Allah. Tak seperti tuhannya kaum filosof, Allah menurut Al-Qur'an bukanlah satu wujud yang kering lagi tak berjiwa yang tak ada hubungannya dengan umat manusia. Menurut Al-Qur'an, Allah SWT bahkan lebih dekat dengan manusia ketimbang urat merihnya sendiri. Hubungan Allah SWT dengan manusia adalah hubungan "memberi dan menerima." Allah rida kepada manusia atas dasar prinsip timbal-balik. Allah SWT mendekatkan manusia kepada diri-Nya dan menghiburnya: Hanya dengan mengingat Allah, hati jadi tenteram. (QS. ar-Ra'd: 28)

Yang membutuhkan Allah SWT bukan saja manusia, namun juga segala eksistensi. Semua yang eksis, dari lubuk hati eksistensinya, berkomunikasi dengan Allah. Mereka memuji Allah serta menyucikan Asma-Nya. Al-Qur'an mengatakan: Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih kepada Allah dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mervka. (QS. al-Isrâ': 44)

Tuhannya kaum filosof, yang oleh kaum filosof disebut "Sebab Pertama" atau "Wujud Yang Wajib Ada", tak ada hubungannya dengan manusia kecuali bahwa Dia telah menciptakan manusia dan menempatkan manusia di dunia ini. Namun Allahnya Al-Qur'an adalah objek cinta dan Wujud yang paling dibutuhkan. Allah SWT memberi manusia antusiasme dan mendorong manusia untuk bekorban. Demi Dia manusia sering melewatkan malam harinya dengan tidak tidur, dan melewatkan siang harinya dengan senantiasa aktif, karena Dia menjadi ideal sucinya.

Karena mengetahui Al-Qur'an, para filosof Muslim mampu mengembangkan teologi mereka ke tingkat yang paling tinggi, yaitu dengan memasukkan konsepsi-konsepsi Al-Qur'an ke dalam teologi mereka. Mungkinkah seorang yang buta huruf dan tak pernah mengenyam bangku sekolah berbicara masalah-masalah teologi beribu-ribu tahun sebelum filosof-filosof seperti Plato dan Aristoteles?

Al-Qur'an, Taurat dan Injil

Al-Qur'an membenarkan Perjanjian Lama dan Baru Bible. Namun Al-Qur'an mengatakan bahwa Kitab-kitab itu telah mengalami perubahan dan tangan-tangan manusia telah mempermainkan Kitab-kitab itu. Al-Qur'an telah mengoreksi sebagian kesalahan atau perubahan yang terjadi pada Kitab-kitab ini dalam masalah teologi, kisah dan sebagian hukum. Contoh kesalahan ini adalah kisah Pohon Terlarang dan kekeliruan Adam as seperti yang kami sebutkan sebelumnya. Al-Qur'an menolak kisah-kisah totol seperti kisah pergulatan Tuhan, dan menyatakan bahwa para nabi bebas dari segala yang tak patut yang dinisbahkan oleh kitab-kitab sebelumnya kepada para nabi. Ini sendiri sudah merupakan bukti kebenaran Al-Qur'an.

Kisah Historis

Al-Qur'an menceritakan beberapa kisah historis yang tak pernah diketahui oleh manusia pada zaman itu. Bahkan Nabi Muhammad saw sendiri tak tahu kisah-kisah seperti itu. Al-Qur'an mengatakan: Tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak pula kaummu sebelum ini. (QS. Hûd: 49)

Tak ada satu orang Arab pun yang mengaku tahu kisah-kisah tersebut. Al-Qur'an menceritakan kisah-kisah ini dengan tidak mengikuti Bibel. Kisah-kisah yang dipaparkan Al-Qur'an adalah versi yang sudah dimodifikasi. Para peneliti dari kalangan sejarawan modern, dalam masalah kaum Saba' dan suku Tsamud, membenarkan versi Al-Qur'an.

Al-Qur'an dan Prediksi

Kaum Quraisy sangat bahagia ketika pada tahun 615 M Iran berhasil mengalahkan Romawi. Pada kesempatan ini Al-Qur'an dengan tegas menyatakan bahwa dalam periode kurang dari sepuluh tahun Romawi kembali akan mengalahkan Iran. Mengenai soal ini sebagian kaum musyrik bertaruh untuk kekalahan kaum Muslim. Namun kemudian berbagai peristiwa membuktikan kebenaran Al-Qur'an dan segalanya terjadi seperti yang diramalkan Al-Qur'an. Al-Qur'an juga dengan tegas meramalkan bahwa orang yang menyebut Nabi Muhammad saw "tak berketurunan" itu sendiri adalah "tak berketurunan". Pada zaman itu orang itu memiliki tujuh anak, namun dalam dua atau tiga generasi, keturunannya musnah. Semua ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an adalah mukjizat dan tak terpada. Banyak hal lainnya yang luar biasa yang membuktikan bahwa pada tataran intelektual Al-Qur'an adalah mukjizat. Hal-hal tersebut berhubungan dengan ilmu fisika, kimia, biologi, geologi, botani, filsafat dan sejarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar