Label

Sajak Prosa


Kau bertanya bagaimana kata jadi sajak? Puisi tak pernah meminta dirinya untuk ditulis, sebelum kau menerima dunia sebagai tempat bermain. Seperti ketika aku duduk dan memikirkannya sebagai anak-anak. Seperti ketika seorang lelaki ingin tidur di hamparan dadamu. Dan mungkin kau pernah membacanya dalam sejilid buku cerita, ada banyak mereka yang menangis tapi tak punya cukup airmata.

Tentu berbeda ketika kau menonton sebuah sinema yang paling kau suka, di mana kaubayangkan dirimu sebagai salah-seorang tokohnya. Mungkin seperti selembar foto yang kau lupakan, lalu teringat kembali ketika membuka album lama. “Sudahkah kau makan malam, sayang?” dan kau tak perlu menulis surat cinta sekedar untuk bilang rindu atau kata-kata I love you. Sebab kau telah mengatakannya lewat status fesbukmu.

Dan kemarin, kalau tak salah di hari Sabtu, kau bilang sedang flu setelah gerimis sehari yang lalu. Saat itu aku berusaha, tentu saja dengan cermat, memahami jalinan sintaksis status-status fesbukmu, yang menurutku lebih mirip serial puisi-puisi haiku dan fiksi bersambung yang tak pernah rampung. “Apa yang sedang kaupikirkan, sayang?” sungguh aku rindu kamu meski tak kunyatakan lewat status-status fesbuk-ku.

(Sulaiman Djaya, 2014) 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar