Label

Israel dan Rezim Saud Saudi Arabia Bersatu Menghantam Iran dan Palestina


Oleh Ramtanu Maitra

“Yang kami inginkan bukanlah sebuah Negara besar ARABIA bersatu melainkan sebuah kawasan ARABIA yang berpecah belah kedalam kerajaan-kerajaan kecil dibawah kekuasaan kerajaan kami yang besar.” (1st Earl of Crewe, Menteri Sekretaris Negara Inggris Raya untuk daerah-daerah jajahan Inggris—1914)

“Yang mulia melihat dengan penuh suka cita setiap perkembangan di daerah Palestina yang akan dijadikan rumah kampung halaman bagi kaum Yahudi, dan ia akan menggunakan segenap daya upayanya untuk memudahkan pencapaian rencana ini. Kami paham bahwa kami tidak boleh melakukan apapun yang bisa membuat rakyat sipil dan kaum agamawan curiga karena adanya orang-orang non-Yahudi berkeliaran di Palestina. Kami juga berusaha agar orang-orang tidak curiga dengan diberikannya hak-hak istimewa dan status politik khusus yang hanya dinikmati oleh kaum Yahudi di negara-negara lain.” (Arthur James Balfour, Sekretaris Luar Negeri Inggris, dalam sebuah suratnya kepada Lord Rothschild, 1917)

Penjajah Inggris memandang perlu untuk membentuk sebuah panitia utama berisikan 7 negara Eropa. Sebuah laporan penting yang diserahkan pada tahun 1907 kepada Perdana Menteri Inggris Sir Henry Campbell-Bannerman menekankan bahwa negara-negara Arab dan orang-orang Arab-Muslim yang tinggal di daerah kekuasaan Ottoman (kekhalifahan Utsmaniyah) bisa memberikan ancaman serius kepada negara-negara Eropa –dan oleh karena itu diperlukan usaha-usaha sebagai berikut:

[1] Mereka harus dipecah-belah, dipisah-pisah, dan kemudian diberikan batasan-batasan satu sama lainnya di kawasan yang sama.

[2] Berikan kepada mereka identitas politis buatan yang diletakkan di bawah kekuasaan negara-negara imprealis.

[3] Memberangus segala bentuk persatuan atau organisasi, apapun namanya dan alasannya—baik itu organisasi intelektual, keagamaan, atau organisasi yang dibentuk atas alasan historis—dan selain itu harus dilakukan usaha-usaha untuk memecah belah para penduduk yang tinggal di kawasan itu.

[4] Untuk mencapai semua ini diperlukan sebuah “buffer state” atau negara penyangga yang didirikan di Palestina, dihuni oleh orang-orang asing yang memiliki kekuatan yang tidak bermurah hati atau tidak ramah kepada para tetangganya dan sebaliknya sangat ramah dan bersahabat kepada orang-orang yang datang dari negara-negara Eropa dan mendukung segala kepentingan mereka

(Dari sebuah Laporan untuk Campbell-Bannerman,1907)

Setelah itu lahirlah negara Israel di tanah Palestina yang keberadaannya itu tidak lepas dari peran Saudi Arabia. Saudi Arabia berperan besar atas lahirnya negara Israel, dan oleh karena itu maka Saudi (Rezim Klan Saud) dan Israel akan senantiasa tampak mesra.

Ketika Gaza dibombardir dan kocar-kacir, Saudi malah memenjarakan seorang ulama yang menyatakan perasaan simpatinya kepada rakyat Gaza. Ketika Iran berhasil mengembangkan nuklirnya untuk tujuan damai, Saudi (Rezim Klan Saud yang berkuasa berkat bantuan Lawrence of Arabia dan Ingris Raya) dan Israel ketakutan dan merasa bersalah. Padahal nuklir Iran bukan untuk perang melainkan untuk energi negaranya sendiri.

Sebagai warga dunia, Iran memiliki hak untuk mengembangkan nuklirnya. Saudi dan Israel sedang merencanakan perang besar dengan target utama IRAN. Dengan bantuan Amerika dan negara-negara sekutunya. Tampaknya usaha itu tinggal menunggu waktu. Sementara Gaza Palestina hanya dijadikan uji coba senjata, sebelum mereka benar-benar menyerang negara yang mereka semua takuti –yaitu IRAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar