Label

Ali Bin Abi Thalib KW, Teladan Para Sufi dan Sahabat Anak-anak





Subuh tanggal 19 Ramadhan hati Imam Ali as bergetar petanda akan terjadi sebuah peristiwa besar. Berkali-kali beliau keluar dari kamarnya dan menatap langit sembari menitikkan air mata. Kepada dirinya Imam Ali berkata, "Malam ini adalah malam yang telah dijanjikan." Beliau kemudian mengingat ucapan Rasulullah yang disampaikan kepadanya di bulan Ramadhan. Rasul berkata, "Akan terjadi peristiwa getir yang menimpamu di bulan ini. Aku melihatmu tengah melaksanakan shalat ketika seorang paling celaka di muka bumi menghantam kepalamu dengan pedang sehingga jenggotmu bersimbah darah yang bercucuran dari kepalamu." (‘Uyun Akhbar ar-Ridha, jilid 1, hal 297)

Subuh hari itu tengkuk kepala Imam Ali terbelah setelah disabet pedang yang telah dilumuri racun milik Abdurrahman bin Muljam di mihrab masjid Kufah. Darah membasahi seluruh wajah Imam Ali as, namun terdengar dari lisannya beliau berkata, "Demi Allah pemilik Ka'bah! Aku Beruntung." Tiga hari kemudian pada Subuh tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijrah, Imam Ali as meninggalkan dunia yang fana menemui penciptanya.

Sejak waktu itu anak-anak yatim menjadi sedih, tidak mendengarkan langkah-langkah Imam Ali as menuju mereka. Anak-anak yatim harus meyakinkan dirinya bahwa tidak ada orang lagi yang dapat diajak bermain. Karena selama ini mereka dengan gembira bermain menaiki punggung Imam Ali as. Sementara orang-orang miskin baru mengetahui bahwa orang asing yang setiap malam membawakan roti dan korma kepada mereka telah tiada. Kebun korma yang biasanya didatangi Imam Ali di malam-malam untuk bermunajat sudah tidak dapat mendengar lagi lirihnya munajat beliau. Semua merasa kehilangan.

Pengaruh wujud sebagian tokoh besar terkadang berlanjut hingga beberapa waktu. Tapi sangat jarang ada tokoh dalam sejarah yang berpengaruh untuk segala masa. Berlalunya waktu tidak dapat menghilangkan mereka dari ingatan. Salah satunya adalah Imam Ali as. Beliau untuk semua. Gibran Khalil Gibran, contohnya, penulis Lebanon yang meskipun memeluk Kristen, tapi ia begitu terpikat dengan pribadi Imam Ali as. Sekaitan dengan Imam Ali as, ia menulis, "Saya tidak habis pikir bagaimana ada orang yang mendahului masanya. Menurut keyakinan saya, Ali bin Abi Thalib bukan hanya untuk masanya. Ia pribadi yang senantiasa berada di sisi jiwa yang menguasai wujud."

Potensi wujud dan fitrahnya yang sudi membuat Imam Ali as istimewa di setiap dimensi kemanusiaannya. Beliau berada di atas semua masa dan generasi. Ali bin Abu Thalib dibesarkan oleh pribadi besar seperti Rasulullah Saw yang membuatnya sampai pada keadilan dan ketakwaan yang tinggi. Allamah Syahid Murtadha Muthahhari dalam bukunya "Daya Tolak dan Tarik Imam Ali as" menulis:

"Imam Ali as benar-benar wujud yang adil dan seimbang. Ia mampu mengumpulkan seluruh kesempurnaan manusia. Ia memiliki pemikiran yang dalam dan afeksi yang lembut. Di siang hari mata manusia menyaksikan pengorbanan yang dilakukannya dan telinga mereka mendengarkan nasihat-nasihat penuh hikmahnya. Sementara di malam hari bintang-bintang menyaksikan air matanya yang menetes saat beribadah dan langit mendengarkan munajat penuh cintanya. Imam Ali as adalah seorang bijak dan arif. Ia pemimpin sosial, sekaligus tentara, buruh, orator dan penulis. Pada intinya, Imam Ali as adalah seorang manusia sempurna dengan segala keindahannya."

Apa sebenarnya yang menyebabkan pribadi Imam Ali as masih menarik perhatian hati manusia setelah berlalu berabad-abad dan akal senantiasa memujinya? Rahasia keabadian Imam Ali as terletak pada hubungannya yang terus menerus dengan Allah. Hubungan ini yang membuatnya melewati ruang dan waktu. Setiap hati manusia pasti mencintainya. Karena beliau punya hubungan sangat dalam dengan kebenaran. Dari sini, setiap fitrah yang masih suci dan sehat serta punya kecenderungan meraih hakikat, sudah barang tentu akan memuji Imam Ali as dan mencintainya.

Imam Ali as adalah contoh nyata orang yang berjalan di jalan yang lurus. Orang-orang jujur dalam berbuat dan berkata. Ketika berada di puncak kekuasaan, maka akan dimanfaatkan sebagai alat untuk menghidupkan kebenaran. Kekuasaan yang dimiliki menjadi sarana bagi pertumbuhan keutamaan manusia dan menciptakan keadilan. Terkadang kita menyaksikan beliau menghadapi orang-orang yang begitu mencintai dunia, tapi terkadang beliau harus menghadapi orang-orang munafik dan di lain waktu harus memerangi orang-orang yang ingin menipu masyarakat dengan simbol-simbol agama. Imam Ali as memerintah dengan gaya yang sangat merakyat dan keadilan merupakan ciri khasnya. Tidak ada yang dapat mempengaruhinya dalam menegakkan keadilan, sekalipun itu keluarganya sendiri.

Gaya hidup Imam Ali as dalam kehidupan sehari-hari bersumber dari cara pandangnya terhadap dunia dan bagaimana menghadapinya. Dunia dan alam diciptakan oleh Allah dengan sangat indah. Langit, bumi, laut, gunung, awan dan angin semua merupakan tanda-tanda kebesaran Allah Swt. Imam Ali as juga mencintai dunia dan alam sebagai tanda-tanda kebesaran Allah. Dalam sejarah disebutkan bagaimana Imam Ali as begitu mencintai mata air, kebun dan sawah. Beliau memanggul pohon korma untuk di tanam di kebun. Beliau menggali sumur seorang diri guna mengairi korma-korma itu. Itulah mengapa dalam satu ucapannya Imam Ali as mencela orang yang mencaci dunia. Imam Ali as berkata:

"Dunia tempat kejujuran bagi orang-orang yang jujur, tempat yang sehat bagi mereka yang mengenal dunia rumah sehat dan dunia tempat yang tidak dibutuhkan bagi mereka yang telah memiliki bekal... Dunia adalah tempat penyembahan kepada Allah bagi mereka yang mencintai-Nya dan tempat shalat para malaikat... Dunia adalah pasar untuk mencari untung bagi para pecinta Allah dan di dunia mereka meraih rahmat Allah serta memiliki surga yang kekal." (Nahjul Balaghah, hikmah 131)

Dengan dasar ini, Imam Ali as memandang dunia sebagai pengantar bagi akhirat agar jangan sampai kita telah bersusah payah di dunia, tapi ternyata tidak mendapatkan apa-apa di akhirat. Dunia adalah tempat ujian dan sarana untuk meluncur meraih puncak kesempurnaan. Dunia merupakan pasar dimana orang-orang beriman memanfaatkan segala kemampuan materi dan spiritualnya untuk mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi. Mereka melayani, memperluas keadilan dan melindungi kehormatan manusia demi menciptakan masyarakat yang bahagia.

Dunia menurut Imam Ali as akan bernilai dan mulia selama tetap pada fungsinya sebagai alat untuk melayani masyarakat, menciptakan keadilan dan memperkuat fondasi perdamaian. Cara pandang terhadap dunia yang diajarkan Imam Ali as membuat beliau sendiri menjadi seorang pejuang gigih dalam melawan kezaliman dan ketidakadilan. Beliau melawan setiap bentuk penindasan demi mengembalikan hak-hak orang tertindas. Tapi pada saat yang sama, cara pandang beliau terhadap dunia membuatnya berpanas-panas untuk menanam korma dan hasilnya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang miskin.

Tapi bila dunia dijadikan tujuan dan berhadap-hadapan dengan akhirat, maka ini akan menjadi penghalang besar bagi manusia untuk meraih kesempurnaan. Bila di dunia ini tujuan mulia manusia ditumpas dan manusia ditawan dan bila ajaran langit, perasaan manusia dan moral terbakar dalam api kekuasaan dan kekayaan, maka pada waktu itu dunia menjadi tercela. Imam Ali as berperang dengan dunia yang dipandang dengan cara seperti ini. Dunia seperti inilah yang dilukiskan begitu hina dan buruk oleh Imam Ali as.

Terkadang beliau menyamakan dunia dengan ular yang tampaknya indah, tapi sangat berbisa. Di lain kesempatan beliau mengatakan dunia di mataku lebih hina dari tulang babi yang berada di tangan seorang yang berpenyakit kusta atau daun yang tak bernilai di mulut belalang. Di sini Imam Ali as memulai perjuangannya melawan dunia. Imam mengingatkan dunia dapat menjadi tempat manusia tergelincir dan tertinggal dari jalan Allah menuju kesempurnaan. Oleh karena itu orang-orang yang beriman harus melihat dunia sebagai tempat penyeberangan menuju akhirat. (IRIB Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar