Label

Ziyarat Imam Husain as



Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Ali Muhammad. “Salam bagi rambut putih yang dicelup darah. Salam bagi paras yang tertutup debu-debu tanah. Salam bagi tubuh yang dijarah. Salam bagi lisan yang dihantam ujung pedang. Salam bagi kepala yang terhunus di tombak pancang. Salam bagi tubuh-tubuh yang dibiarkan tergeletak di padang gersang. Salam bagi dia yang berselimutkan tetes darah. Salam bagi dia yang dihancurkan kehormatannya. Salam bagi dia, yang kelima dari Ashabil Kisa. Salam bagi dia, penghulu para syuhada. Salam bagi dia, yang terasing dari semua yang terasing. Salam bagi dia, penentang musuh zalim. Salam bagi dia, yang didekap tanah Karbala. Salam bagi dia, yang menangis malaikat karenanya. Salam bagimu Ya Aba ‘Abdillah al Husain”.

Ketika satu persatu pahlawan Islam itu gugur, dan sejarah mencatatkan kesetiaan dan pengorbanan mereka dengan teladan yang sempurna, keluarga Rasulullah Saw yang tersisa meniti perjalanan menuju istana penguasa. Sebelum Imam Husian syahid, setelah bertempur dan bersimbah darah, ia kembali ke tendanya. Memegang tangan kanan Imam Ali Zainal Abidin yang terbaring sakit, menekannya ke dadanya dan mengajarkannya doa. Sebuah hadiah terakhir. Persiapan bagi lautan musibah dan bencana yang akan dihadapi As-Sajjad as. Imam pun melepas keluarganya dan menjemput syahadah.

Ketika Imam tersungkur dan jatuh, Zuljanah berjalan mengitarinya, melindungi junjungannya dari serangan musuh yang datang. Ia mengusap kepala Imam yang bersimbah darah dengan kepalanya. Di saat seperti itu, Ibn Sa’ad berteriak lantang: “Tangkap kuda itu! Itu salah satu kuda Rasulullah!” Puluhan orang merangsek mendekati Zuljanah, tapi ia dengan tangkas mengibaskan kaki dan ekornya, bergeliat begitu perkasa, sehingga beberapa orang dan kuda-kuda yang lain jatuh binasa. Ibn Sa’ad kemudian berkata: “Biarkan dia...kita lihat apa yang mau dilakukannya...” Merasa aman, kuda itu kembali menemui Imam Husain as, mengusap dan menghirup darah yang mengalir dari kepala Imam. Ia melengking dengan keras. Jeritan, teriakan, kesedihan perpisahan. Kemudian dengan cepat ia berlari ke arah tenda perempuan dan anak-anak. Konon, setelah itu, Zuljanah tak pernah terlihat lagi...

Di padang Karbala, Al-Husain seorang diri. Sahabat-sahabatnya telah banyak yang gugur. Seiring dengan teriakan Sayyidah Zainab sa, sekelompok musuh mendekati Imam yang tengah terbaring. Imam berkata ke arah Umar bin Sa’ad: “Hai Umar, apakah Abu Abdillah mesti dibunuh dan engkau menyaksikannya?” Imam memalingkan wajahnya. Airmata membasahi janggutnya. Sayyidah Zainab menjerit: “Tidakkah ada seorang muslim di antara kalian?” Mereka tidak memedulikannya. Kemudian Umar bin Sa’ad berteriak: “Habisi dia!” Syimr bin Zil Jawsyan yang pertama menaatinya. Ia menendang Imam dengan kakinya. Duduk di atas pundaknya. Mencengkeram dengan kencang janggut sucinya. Menusuknya dengan duabelas tikaman. Kemudian ia menebas dan memisahkan kepala suci itu dari jasadnya...

Orang-orang keji itu kini mengerumuni jasad suci tanpa kepala. Ishaq bin Hawayh menarik paksa jubahnya. Akhnas bin Murtsid bin Alqamah al-Hadhrami mengambil serbannya. Aswad bin Khalid melepaskan sandalnya. Jami’ bin Khalq al-Awdi dan seorang dari Bani Tamim bernama Aswad bin Khanzalah mengambil pedangnya.

Datanglah Bajdal. Ia melihat ada cincin yang diselimuti darah merah di tangan Imam. Ia memotong jari Imam, mengambil cincin itu. Qays bin al-Asy’ats menjarah pelana tempat duduk Imam yang terlepas dari Zuljanah. Sobekan-sobekan pakaian Imam diambil paksa oleh Ja’unah bin Hawiyah. Busur panah dan baju luarnya direnggut oleh Rahil bin Khaytsamah, Hani bin Syahib al-Hadhrami dan Jarar bin Mas’ud al-Hadhrami. Ada orang yang hendak mengambil apa yang tersisa dari baju yang melekat pada tubuh Imam. Konon, ia tidak dapat melakukannya. Tangan Imam terasa berat menghalanginya. Ia tebas tangan kanannya. Tangan kiri Imam menghalanginya. Ia potong juga tangan kiri Imam itu. Ketika ia hendak melepaskan yang tersisa dari pakaian di tubuh Imam, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh yang mengguncang bumi.  

Sumber: Karbala and Beyond, Yasin T. Jibouri halaman 86 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar