Oleh Syahid Ayatullah Murtadha Muthahhari (‘Ulama, Faqih, dan Filsuf)
Al-Qur'an mendorong
manusia untuk berpikir. Al-Qur'an bukan saja menunjukkan penyebab kesalahan
berpikir, namun juga memerinci hal-hal yang patut dipikirkan, dan yang dapat
digunakan sebagai sumber pengetahuan dan informasi. Pada umumnya Islam
menentang penggunaan energi untuk masalah yang tak dapat dikaji dengan saksama
atau, kalau pun dapat, tidak bermanfaat bagi manusia. Nabi Muhammad saw
menganggap sia-sia pengetahuan yang kalau didapat tak ada manfaatnya, dan kalau
tak memilikinya tak ada mudaratnya. Di lain pihak, Islam mendorong manusia
untuk mengetahui hal-hal yang bermanfaat dan dapat diteliti. Al-Qur'an
menyebutkan tiga hal yang bermanfaat kalau dipikirkan: alam semesta, sejarah,
dan hati nurani manusia.
a. Alam Semesta
Dalam banyak ayat
Al-Qur'an, benda-benda alam seperti bumi, langit, bintang, matahari, bulan,
mendung, hujan, gerakan angin, bahtera yang berlayar di lautan, tumbuhan,
binatang, dan segala yang ada di sekitar manusia yang dapat ditangkap manusia
lewat indera, disebut sebagai hal-hal yang layak dipikirkan dalam-dalam dan
disimpulkan. Sebagai contoh kami kutipkan sebuah ayat Al-Qur'an: Katakanlah:
"Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi" (QS. Yunus: 101).
b. Sejarah
Banyak ayat Al-Qur'an
yang mengajak manusia untuk mengkaji generasi dahulu, dan menggambarkan kajian
seperti itu sebagai sumber ilmu pengetahuan. Dari sudut pandang Al-Qur'an,
segenap perkembangan sejarah manusia berlangsung mengikuti hukum dan norma yang
sistematis. Segenap kejadian sejarah yang melibatkan kehormatan dan aib,
kesuksesan dan kegagalan, nasib baik dan nasib buruk, memiliki aturannya yang
pasti dan sempuma. Dengan mengetahui aturan dan hukum ini, sejarah masa kini
dapat dikendalikan ke arah yang menguntungkan generasi sekarang. Misal, sebuah
ayat Al-Qur'an memfirmankan: Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu
sunah-sunah Allah. Karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah
bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan kebenaran wahyu” (QS. Âli 'Imrân:
137).
c. Hati Nurani
Al-Qur'an Suci
menyebut hati nurani sebagai sumber khusus pengetahuan. Dari kacamata
Al-Qur'an, segenap makhluk mengandung ayat-ayat Allah dan kunci untuk menemukan
kebenaran. Al-Qur'an menggambarkan alam di luar diri manusia sebagai
"cakrawala" dan alam di dalam diri manusia sebagai "diri",
dan dengan demikian Al-Qur'an menanamkan dalam diri manusia nilai penting
khusus hati nurani. Itulah sebabnya kata "cakrawala" dan
"diri" lazim termaktub dalam literatur Islam.[1]
Ada kalimat yang
terkenal di dunia. Kalimat ini berasal dari Filosof Jerman bernama Immanuel
Kant, dan tertulis di batu nisannya: "Ada dua hal yang sangat mengundang
decak kagum manusia; langit berbintang di atas kepala kita, dan hati nurani di
dalam diri kita." Al-Qur'an Suci memfirmankan pula: Kami akan
memperlihatkan kepada mereka, tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru
dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu
benar” (QS. Fushshilat: 53).
Konsepsi Tentang Alam Semesta
Setiap doktrin dan filsafat
kehidupan tentu didasarkan pada kepercayaan, evaluasi tentang kehidupan, dan
interpretasi serta analisis tentang alam semesta. Cara berpikir sebuah mazhab
tentang kehidupan dan alam semesta dianggap sebagai dasar dari segenap
pemikiran mazhab itu. Dasar ini disebut konsepsi mazhab itu tentang alam
semesta. Semua agama, sistem sosial, mazhab pemikiran, dan filsafat sosial
didasarkan pada konsepsi tertentu tentang alam semesta. Semua sasaran yang
dibeberkan sebuah mazhab, cara dan metode untuk mencapai sasaran itu, merupakan
akibat wajar dari konsepsi mazhab tersebut tentang alam semesta.
Menurut para filosof,
ada dua macam kearifan: kearifan praktis dan kearifan teoretis. Yang dimaksud
dengan kearifan teoretis adalah mengetahui apa yang ada seperti adanya.
Sedangkan kearifan praktis adalah mengetahui bagaimana semestinya kita hidup.
"Semestinya" ini merupakan hasil logis dari "bagaimana
itu", khususnya "bagaimana itu" yang menjadi pokok bahasan
filsafat metafisis.
Konsepsi dan Persepsi
tentang Alam Semesta
Jadi kita tidak boleh
mengacaukan konsepsi tentang alam semesta dengan persepsi indera tentang alam
semesta. Konsepsi tentang alam semesta mengandung arti kosmogoni (asal-usul
alam semesta, teori tentang ini—pen.) dan ada kaitannya dengan masalah
identifikasi. Tidak seperti persepsi indera, yang lazim dimiliki manusia dan
makhluk hidup lainnya, identifikasi hanya dimiliki oleh manusia. Karena itu,
konsepsi tentang alam semesta juga hanya dimiliki oleh manusia. Konsepsi ini
bergantung pada pemikiran dan pemahamannya.
Dari sudut pandang
persepsi indera tentang alam semesta, banyak binatang yang lebih maju ketimbang
manusia, karena binatang memiliki indera-indera tertentu yang tidak dimiliki
manusia—seperti misalnya burung memiliki indera radar—atau indera binatang,
meskipun dimiliki oleh binatang dan juga manusia, lebih tajam daripada indera
yang dimiliki manusia, seperti misalnya mata elang, indera penciuman anjing dan
semut, dan indera pendengaran tikus. Manusia lebih unggul daripada binatang karena
manusia memiliki konsepsi yang mendalam tentang alam semesta. Binatang hanya
melihat alam, namun manusia dapat menafsirkannya juga.
Apa identifikasi itu?
Bagaimana hubungan antara persepsi dan identifikasi? Unsur-unsur apa saja
selain unsur-unsur persepsional yang menjadi bagian dan identifikasi? Bagaimana
unsur-unsur ini masuk ke dalam identifikasi, dan dari mana? Bagaimana mekanisme
identifikasi? Bagaimana standar untuk menetapkan mana identifikasi yang benar
dan mana identifikasi yang salah? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang perlu
dibahas sendiri dalam tulisan tersendiri. Sekarang kami tidak dapat
membahasnya. Namun demikian, tentu saja mempersepsi sesuatu itu beda dengan
mengidentifikasikannya. Banyak orang melihat pemandangan, namun sedikit saja
yang dapat menafsirkannya, dan tafsiran mereka ini juga sering berbeda-beda.
Beragam Konsepsi
tentang Alam Semesta
Pada umumnya ada tiga
macam konsepsi tentang alam semesta atau identifikasi tentang alam semesta,
atau dengan kata lain interpretasi manusia tentang alam semesta. Sumber
interpretasi ini adalah tiga hal: ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama. Maka
dapat dikatakan bahwa ada tiga macam konsepsi tentang alam semesta: konsepsi
ilmiah, konsepsi filosofis, dan konsepsi religius.
Konsepsi Ilmiah
tentang Alam Semesta
Sekarang mari kita
lihat bagaimana dan sejauh mana ilmu pengetahuan membantu kita membentuk
pendapat. Ilmu pengetahuan didasarkan pada dua hal: teori dan eksperimen.
Untuk mengetahui dan menafsirkan fenomena, maka yang mula-mula terbesit di
benak ilmuwan adalah teori. Kemudian, dengan berdasarkan teori, dia melakukan
eksperimen di laboratorium. Jika teori itu dibenarkan oleh eksperimen, maka
teori itu diterima sebagai prinsip ilmiah, dan akan terus absah sampai ada
teori baru yang lebih baik dan lebih komprehensif yang dikuatkan oleh
eksperimen. Bila teori baru yang lebih komprehensif muncul, maka teori lama
jadi tidak absah.
Begitulah, ilmu
pengetahuan menemukan sebab dan akibat melalui eksperimen. Kemudian ilmu
pengetahuan mencoba lagi menemukan sebab dari sebab itu dan akibat dari akibat
itu. Proses ini berlangsung sepanjang mungkin. Ada banyak keuntungan dan
kerugian dari kerja ilmiah, karena ilmu pengetahuan didasarkan pada eksperimen
praktis. Keuntungan terbesar dari temuan ilmu pengetahuan adalah temuan
tersebut khusus sifatnya.
Ilmu pengetahuan
dapat memberi manusia banyak informasi tentang sesuatu. Juga dapat memberikan
pengetahuan tentang selembar daun. Kemudian, karena memperkenalkan manusia
dengan hukum tertentu yang mengatur sesuatu, maka ilmu pengetahuan mampu
membuat manusia dapat mengendalikan dan memanfaatkan sesuatu, dan dengan
demikian ilmu pengetahuan memajukan industri dan teknologi.
Kendatipun ilmu
pengetahuan dapat memberikan beribu-ribu hal tentang sesuatu, namun karena
pengetahuan yang diberikan oleh ilmu pengetahuan sifatnya khusus, maka ruang
lingkupnya pun terbatas. Eksperimen membatasinya. Ilmu pengetahuan dapat
melangkah maju selama dimungkinkan membuat eksperimen. Jelaslah, ilmu
pengetahuan tidak dapat melakukan eksperimen atas segenap alam semesta dan
segenap aspeknya. Upaya ilmu pengetahuan untuk mengetahui sebab dan akibat
hanyalah pada tingkat tertentu, dan selanjutnya sampailah ilmu pengetahuan pada
tahap "tidak tahu."
Ilmu pengetahuan
adalah laksana lampu sorot, yang hanya menerangi area yang terbatas. Di luar
area itu, ilmu pengetahuan tak dapat meneranginya. Tak dapat dilakukan
eksperimen untuk masalah-masalah seperti apakah alam ini ada awal dan akhirnya,
apakah kedua sisi alam ini tidak ada batasnya? Kalau ilmuwan menghadapi masalah
ini, sadar atau tidak sadar, agar dapat memberikan pendapat tentang masalah ini
dia berpaling kepada filsafat. Menurut ilmu pengetahuan, alam ini merupakan
sebuah buku purba, yang halaman pertama dan halaman terakhirnya sudah hilang.
Awal dan akhirnya tidak diketahui. Alasannya adalah bahwa konsepsi ilmu
pengetahuan tentang alam ini merupakan hasil dari pengetahuan tentang bagian,
bukan tentang keseluruhan. Ilmu pengetahuan memberikan informasi tentang posisi
beberapa bagian alam semesta, bukan tentang ciri dan sifat keseluruhan alam
semesta. Konsepsi ilmu pengetahuan
tentang alam semesta versi ilmuwan adalah seperti konsepsi tentang gajah dari
orang-orang yang dalam gelap meraba-raba gajah. Orang yang memegang telinga
gajah mengira bahwa gajah itu seperi kipas, orang yang memegang kaki gajah
mengira bahwa gajah itu seperti pilar, dan orang yang memegang punggung gajah
mengira bahwa gajah itu seperti panggung.
Kekurangan lain yang ada
pada konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam semesta adalah konsepsi tersebut
tidak dapat menjadi dasar bagi ideologi, karena dari segi praktisnya, yaitu
segi memperlihatkan realitas seperti adanya dan segi membuat orang mempercayai
karakter realitas alam semesta, ilmu pengetahuan berubah. Menurut ilmu
pengetahuan, ciri-ciri alam ini berubah-ubah dari hari ke hari, karena ilmu
pengetahuan didasarkan pada perpaduan teori dan eksperimen, bukan didasarkan
pada kebenaran rasional yang jelas. Teori dan eksperimen hanya memiliki nilai
temporer. Karena itu, konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam ini berubah-ubah,
dan tidak layak untuk dijadikan dasar iman. Iman memerlukan dasar yang lebih
konstan atau cukup permanen.
Konsepsi ilmu
pengetahuan tentang alam semesta—mengingat keterbatasannya yang diakibatkan
oleh alat-alat ilmu pengetahuan (teori dan eksperimen)—tak mampu menjawab
sejumlah pertanyaan, yang jawaban pastinya penting sekali bagi ideologi.
Pertanyaannya adalah: Dari mana asal alam semesta ini? Ke mana tujuan alam
semesta ini? Dari segi waktu, apakah alam ini ada awal dan akhirnya? Bagaimana
posisinya dari segi tempat? Apakah eksistensinya, pada umumnya, baik dan
bermakna? Apakah alam ini diatur oleh norma dan hukum yang tak berubah-ubah dan
esensial, atau hal seperti itu tak ada? Apakah alam semesta pada umumnya
merupakan unit yang hidup dan sadar, atau apakah manusia saja yang merupakan
kekecualian yang kebetulan? Dapatkah sesuatu yang ada menjadi tidak ada, atau
sesuatu yang tak ada menjadi ada? Mungkinkah atau mustahilkah mengembalikan
sesuatu yang tidak ada? Mungkinkah penciptaan kembali alam semesta dan sejarah
dalam segenap perinciannya, bahkan setelah bermiliar-miliar tahun? Yang lebih
besar itu unitas atau multiplisitas? Apakah alam semesta terbagi menjadi alam
material dan alam non-material, dan apakah alam material merupakan bagian kecil
dari alam secara keseluruhan? Apakah alam ini mendapat panduan yang benar dan
cerdas, atau apakah alam ini lemah dan buta? Apakah manusia dan alam ini
keadaannya saling memberi dan menerima? Apakah alam semesta ini memperlihatkan
reaksi terhadap perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia? Apakah ada
kehidupan yang abadi setelah kehidupan fana ini? Masih banyak lagi
pertanyaan-pertanyaan serupa.
Ilmu pengetahuan
tidak memberikan jawaban untuk semua pertanyaan ini, karena ilmu pengetahuan
tidak dapat melakukan eksperimen tentang pertanyaan-pertanyaan tersebut. Yang
dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan hanyalah pertanyaan-pertanyaan yang
terbatas dan tertentu. Ilmu pengetahuan tak dapat memberikan gambaran umum
tentang alam semesta. Untuk lebih jelasnya, kami berikan contoh.
Seseorang boleh jadi
memiliki pengetahuan tertentu tentang sebuah kota besar. Dia mungkin tahu
secara terperinci satu bagian dan kota tersebut, dan mungkin dapat
menggambarkan jalan-jalan besar dan kecil di kota tersebut, dan bahkan
rumah-rumah di kota tersebut. Orang lain mungkin juga tahu secara terperinci
bagian lain dari kota itu, dan orang ketiga, keempat dan kelima mungkin tahu
bagian-bagian lain dari kota itu. Kalau dikumpulkan informasi dari mereka
semua, mungkin diperoleh informasi yang memadai mengenai setiap bagian dari
kota itu. Namun akankah informasi ini memadai untuk memiliki gambaran yang utuh
mengenai kota itu? Misal, dapatkah diketahui bentuk kota itu: apakah bundar,
persegi empat, atau bentuknya seperti daun? Jika menyerupai daun, lantas daun
pohon apa? Bagaimana saling hubungan di antara berbagai area dari kota itu?
Mobil jenis apa yang menghubungkannya? Apakah kota itu pada umumnya indah atau
jelek? Jadi jelaslah, semua informasi ini tak dapat diperoleh.
Jika menginginkan
informasi seperti itu, dan misalnya ingin tahu bentuk kota itu, atau ingin tahu
apakah kota itu indah atau jelek, maka perlu naik pesawat udara untuk memperoleh
pemandangan seutuhnya dari udara mengenai kota itu. Seperti telah disebutkan,
ilmu pengetahuan tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar yang
diperlukan untuk membentuk konsepsi mengenai alam semesta. Juga tak dapat
memberikan gambaran yang utuh mengenai alam semesta.
Terlepas dari semua
ini, nilai konsepsi ilmu pengetahuan mengenai alam semesta bersifat praktis dan
teknis, bukan teoretis, sedangkan ideologi dapat didasarkan pada nilai teoretis
saja. Kalau realitas alam seperti yang digambarkan oleh ilmu pengetahuan, itu
tentu akan merupakan nilai teoretis ilmu pengetahuan. Nilai praktis dan teknis
ilmu pengetahuan terletak pada fakta bahwa terlepas dari apakah ilmu
pengetahuan menggambarkan atau tidak menggambarkan realitas, ilmu pengetahuan
memberikan kemampuan kepada manusia untuk menunaikan tugas yang bermanfaat.
Industri dan teknologi modern memperlihatkan nilai praktis ilmu pengetahuan.
Sungguh menakjubkan, di dunia yang modern ini, sementara nilai teknis dan
praktis ilmu pengetahuan meningkat, nilai teoretisnya justru merosot.
Mereka yang tidak
mengetahui persis peran ilmu pengetahuan mungkin beranggapan bahwa selain
kemajuan praktis ilmu pengetahuan tak dapat disangkal, ilmu pengetahuan juga
telah mencerahkan hati nurani manusia dan telah meyakinkan manusia mengenai
realitas seperti yang digambarkan oleh ilmu pengetahuan. Namun faktanya
tidaklah demikian.
Dari pembahasan
terdahulu jelaslah bahwa ideologi membutuhkan konsepsi tentang alam yang (1) dapat menjawab pertanyaan penting mengenai
alam semesta sebagai keseluruhan, bukan hanya bagian dari alam semesta; (2) dapat menjadi konsepsi yang abadi
dan andal, bukan konsepsi yang sifatnya untuk sementara waktu; dan (3) dapat memiliki nilai teoretis dan
nilai realistis juga, bukan semata-mata nilai praktis dan nilai teknis saja.
Jadi, juga jelas bahwa konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam, sekalipun
memiliki hal-hal lain yang dapat dipercaya, tidak memiliki ketiga syarat ini.
Konsepsi Filosofis
Mengenai Alam Semesta
Meskipun konsepsi
filosofis mengenai alam semesta tidak sesaksama dan sespesifik konsepsi ilmu
pengetahuan, namun konsepsi filosofis didasarkan pada sejumlah prinsip yang
jelas dan tak dapat disangkal lagi oleh akal. Prinsip-prinsip ini logis,
sifatnya umum dan komprehensif. Karena kuat dan konstan, maka prinsip-prinsip
ini memiliki keuntungan. Konsepsi filosofis mengenai alam semesta bebas dari
ketidakkonstanan dan keterbatasan seperti itu, dua hal yang terdapat dalam
konsepsi ilmu pengetahuan. Konsepsi filosofis mengenai alam semesta menjawab
semua masalah yang menjadi sandaran ideologi. Prinsip ini mengidentifikasi
bentuk dan ciri utuh dari alam semesta.
Baik konsepsi ilmu
pengetahuan maupun konsepsi filosofis merupakan mukadimah untuk aksi, namun
dengan dua cara yang berbeda. Konsepsi ilmu pengetahuan merupakan mukadimah
untuk aksi karena konsepsi ini membuat manusia mampu mengendalikan alam dan
membawa perubahan pada alam. Manusia, melalui sarana ilmu pengetahuan, dapat
memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Konsepsi filosofis merupakan mukadimah
untuk aksi, artinya adalah bahwa konsepsi ini menentukan jalan hidup yang
dipilih manusia. Prinsip ini mempengaruhi reaksi manusia terhadap pengalamannya
berhubungan dengan alam. Prinsip ini menentukan sikapnya, dan memberinya
pandangan tertentu mengenai alam semesta. Prinsip ini memberikan ideal kepada
manusia, atau mencabut ideal dan manusia. Prinsip ini memberikan makna kepada
kehidupannya, atau menariknya ke arah hal-hal yang sepele dan tak masuk akal.
Itulah sebabnya kami katakan bahwa ilmu pengetahuan tak dapat memberikan
konsepsi tentang alam yang dapat menjadi dasar bagi ideologi, sementara
filsafat dapat.
Konsepsi Religius
Mengenai Alam Semesta
Kalau setiap paparan
pandangan total tentang alam semesta dianggap sebagai konsepsi filosofis,
dengan tidak mempertimbangkan apakah sumber konsepsi ini perkiraan, pemikiran,
atau wahyu dan alam gaib, maka konsepsi religius dan filosofis bidangnya sama.
Namun jika sumbernya dipertimbangkan, maka konsepsi filosofis dan religius
mengenai alam semesta tak syak lagi merupakan dua hal yang berbeda.
Dalam agama-agama
tertentu seperti Islam, konsepsi religius tentang alam semesta mengambil warna
filosofis atau argumentatif, dan merupakan bagian integral dari agama itu
sendiri. Pertanyaan-pertanyaan yang diangkat oleh agama didasarkan pada
pemikiran dan hujjah. Dengan demikian, konsepsi Islam mengenai alam semesta
bersifat rasional dan filosofis. Selain dua nilai konsepsi filosofis, yaitu
abadi dan komprehensif, konsepsi religius tentang alam semesta, tak seperti
konsepsi ilmiah dan filosofis murni, memiliki satu lagi nilai, yaitu menyucikan
prinsip-prinsip konsepsi alam semesta.
Kalau diingat bahwa
ideologi—selain membutuhkan keyakinan bahwa prinsip-prinsip yang dipandang suci
oleh ideologi itu abadi dan tak dapat diganggu gugat—membutuhkan keyakinan dan
ketaatan kepada mazhab pemikiran, maka jelaslah bahwa basisnya bisa cuma
konsepsi alam semesta yang memiliki warna religius itu. Dari pembahasan
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa konsepsi tentang alam semesta dapat menjadi
dasar dari ideologi kalau saja konsepsi itu memiliki keseimbangan, pemikiran
luas yang filosofis dan kesucian prinsip-prinsip religius.
Bagaimana Menilai
Ideologi?
Ideologi dapat dianggap
sempurna kalau: (1) dapat dibuktikan
dan diungkapkan secara logis, dengan kata lain dapat dipertahankan secara
logika maupun intelektual; (2)
memberikan makna kepada kehidupan dan menghapus gagasan yang tak ada artinya
dari pikiran; (3) membangkitkan
semangat; (4) mampu menyucikan
tujuan manusia dan tujuan sosial; dan (5)
membuat manusia bertanggung jawab.
Jika ideologi dapat
dipertahankan secara logika, maka mulus jalannya ideologi itu untuk diterima
secara intelektual. Dan karena tak ada kekacauan mengenainya, maka aksi yang
disarankannya pun jadi mudah. Ideologi yang membangkitkan semangat membuat
mazhabnya menarik dan memberikan kehangatan dan kekuatan kepada mazhabnya.
Penyucian tujuan mazhab yang dilakukan oleh ideologi mazhab tersebut, memudahkan
penganut mazhab ini untuk bekorban demi kepentingan prinsip atau tujuan mazhab
tersebut. Kalau mazhab tidak menyebutkan bahwa tujuannya suci, maka mazhab
tersebut tidak dapat mewujudkan rasa cinta kepada prinsipnya dan rasa bekorban
untuk kepentingan prinsipnya, juga tak mungkin ada jaminan bahwa mazhab seperti
itu akan sukses. Pertanggungjawaban manusia yang disebutkan oleh konsepsi alam
semesta membuat orang memiliki dedikasi kepada hati nuraninya dan membuat orang
bertanggung jawab terhadap dirinya maupun masyarakat.
Konsepsi Tauhid
tentang Alam Semesta
Semua karakteristik
dan kualitas yang mutlak harus dimiliki oleh sebuah konsepsi yang baik tentang
alam semesta, dimiliki oleh konsepsi tauhid. Konsepsi tauhid merupakan
satu-satunya konsepsi yang memiliki semua karakteristik dan kualitas ini.
Konsepsi tauhid merupakan kesadaran akan fakta bahwa alam semesta ada berkat
suatu kehendak arif, dan bahwa sistem alam semesta ditegakkan di atas rahmat
dan kemurahan hati dan segala yang baik. Tujuannya adalah membawa segala yang
ada menuju kesempurnaannya sendiri. Konsepsi tauhid artinya adalah bahwa alam
semesta ini "sumbunya satu" dan "orbitnya satu". Artinya
adalah bahwa alam semesta ini "dari Allah" dan "akan kembali
kepada Allah".
Segala wujud di dunia
ini harmonis, dan evolusinya menuju ke pusat yang sama. Segala yang diciptakan
tidak ada yang sia-sia, dan bukan tanpa tujuan. Dunia ini dikelola dengan
serangkaian sistem yang pasti yang dikenal sebagai "hukum (sunnah)
Allah." Di antara makhluk yang ada, manusia memiliki martabat yang khusus,
tugas khusus, dan misi khusus. Manusia bertanggung jawab untuk memajukan dan
menyempurnakan dirinya, dan juga bertanggung jawab untuk memperbarui
masyarakatnya. Dunia ini adalah sekolah. Allah memberikan balasan kepada siapa
pun berdasarkan niat dan upaya konkretnya.
Konsepsi tauhid
tentang dunia ini mendapat dukungan dari logika, ilmu pengetahuan dan argumen
yang kuat. Setiap partikel di alam semesta ini merupakan tanda yang menunjukkan
eksistensi Allah Maha Arif lagi Maha Mengetahui, dan setiap lembar daun pohon
merupakan kitab yang berisi pengetahuan spiritual.
Konsepsi tauhid
mengenai alam semesta memberikan arti, semangat dan tujuan kepada kehidupan.
Konsepsi ini menempatkan manusia di jalan menuju kesempurnaan yang selalu
ditujunya tanpa pernah berhenti pada tahap apa pun. Konsepsi tauhid ini
memiliki daya tarik khusus. Konsepsi ini memberikan vitalitas dan kekuatan
kepada manusia, menawarkan tujuan yang suci lagi tinggi, dan melahirkan
orang-orang yang peduli. Konsepsi ini merupakan satu-satunya konsepsi tentang
alam semesta yang membuat tanggung jawab manusia terhadap sesamanya menjadi
memiliki makna. Juga merupakan satu-satunya konsepsi yang menyelamatkan manusia
dari terjungkal ke jurang kebodohan.
Konsepsi Islam
tentang Alam Semesta
Konsepsi Islam
tentang alam semesta merupakan konsepsi tauhid. Islam membawakan tauhid dalam
bentuknya yang paling murni. Dari sudut pandang Islam, tidak ada yang seperti
Allah, dan tidak ada yang menyamai-Nya: Tidak ada yang serupa dengan-Nya (QS.
asy-Syûrâ: 11). Independensi Allah mutlak sifatnya. Segala sesuatu bergantung
pada-Nya, namun Dia tak bergantung pada apa dan siapa pun: Kamulah yang
membutuhkan Allah. Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji (QS. Fâthir: 15).
Allah melihat dan
mengetahui segala sesuatu. Dia mampu melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya: Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. asy-Syûrâ: 12). Dia mampu melakukan segala
sesuatu (QS. al-Hajj: 26). Allah ada di mana-mana. Setiap tempat, entah
di atas langit atau di kedalaman bumi, memiliki hubungan yang sama dengan-Nya.
Ke arah mana pun kita menghadap, kita menghadap Allah: Ke mana pun kamu berpaling,
di situlah wajah Allah (QS. al-Baqarah: 115).
Allah mengetahui isi hati
kita. Dia mengetahui segala niat dan tujuan kita: Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya (QS. Qâf:
16). Allah lebih dekat dengan manusia daripada urat lehernya: Kami lebih dekat
dengannya daripada urat nadinya (QS. Qâf: 16). Allah memiliki segala sifat yang
baik dan bebas dari segala kekurangan: Allah memiliki Nama-nama Teragung (QS.
al-A'râf: 180). Allah bukanlah organisme material, dan tak dapat dilihat dengan
mata: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat
segala yang penglihatan itu (QS. al-An'âm: 103).
Dari sudut pandang
tauhid dan konsepsi Islam tentang alam semesta, alam semesta merupakan ciptaan
dan diurus oleh kehendak dan perhatian Allah. Jika Allah sekejap saja tidak
memberikan perhatian, maka seluruh alam semesta pasti binasa seketika itu juga.
Alam semesta ini diciptakan tidak sia-sia atau bukan untuk senda-gurau. Dalam
penciptaan manusia dan dunia tersirat banyak keuntungan. Segala yang diciptakan
tidak sia-sia. Sistem yang ada pada alam semesta adalah sistem yang paling baik
dan paling sempurna. Sistem ini memanifestasikan keadilan dan kebenaran, dan
didasarkan pada serangkaian sebab dan akibat. Setiap akibat merupakan
konsekuensi logis dari sebab, dan setiap sebab melahirkan akibat yang khusus.
Takdir Allah mewujudkan sesuatu melalui sebab khususnya saja, dan serangkaian
sebablah yang merupakan takdir Allah untuk sesuatu.
Kehendak Allah selalu
bekerja di alam semesta dengan bentuk hukum atau prinsip umum. Hukum Allah
tidak berubah. Bila terjadi perubahan, maka selalu sesuai dengan hukum. Baik
dan buruk di alam semesta ini berkaitan dengan perilaku manusia sendiri dan
perbuatannya sendiri. Perbuatan baik dan buruk, selain mendapat balasan di
akhirat, mendapat reaksi juga di alam semesta ini. Evolusi bertahap merupakan
hukum Allah. Alam semesta ini merupakan tempat bagi perkembangan manusia.
Takdir Allah berlaku
untuk alam semesta. Manusia ditakdirkan oleh takdir Allah untuk merdeka dan
bertanggung jawab. Manusia adalah tuan bagi nasibnya sendiri. Manusia memiliki
martabat khususnya. Manusia tepat untuk menjadi khalifah Allah. Dunia ini dan
akhirat hanya merupakan dua tahap yang saling berkaitan seperti menanam benih
dan panen, karena yang dipanen adalah yang ditanam. Dua tahap tersebut dapat
pula disamakan dengan dua periode: periode anak-anak dan periode usia lanjut.
Karena periode usia lanjut merupakan akibat dari periode anak-anak.
Catatan:
[1] Kami akan
memperlihatkan kepada mereka, tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga
jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu benar. (QS. Fushshilat: 53)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar