Oleh Syahid Ayatullah Murtadha Muthahhari (‘Ulama, Faqih, dan Filsuf)
Islam adalah nama agama
Allah SWT. Itulah agama yang didakwahkan oleh semua nabi. Bentuknya yang paling
sempurna disampaikan kepada umat manusia oleh Nabi terakhir, Muhammad bin
Abdullah saw. Muhammad saw adalah akhir kenabian. Risalah yang disampaikan oleh
Muhammad saw sekarang di seluruh dunia dikenal dengan nama Islam.
Ajaran Islam yang
disampaikan melalui Nabi terakhir saw, ajaran yang merupakan petunjuk abadi dan
bentuk paling sempurna dari agama Allah SWT, memiliki ciri-ciri khusus yang
sesuai dengan periode agama terakhir. Seluruh ciri khusus ini tak mungkin ada
di zaman sebelumnya, di zaman ketika umat manusia masih belum mencapai tahap
kematangan. Masing-masing ciri khusus ini merupakan sarana untuk mengenal
Islam, dan juga menunjukkan salah satu doktrin pokok Islam. Ciri-ciri khusus
ini dapat membantu kita membuat gambar Islam, sekalipun mungkin sedikit tidak
jelas. Juga merupakan kriteria untuk menilai apakah ajaran tertentu merupakan
bagian atau bukan bagian dari Islam.
Kami tidak mengatakan
dapat memaparkan semua ciri khusus ini. Namun kami akan mencoba menghadirkan gambar
utuh ciri-ciri khusus itu. Kita tahu bahwa setiap ideologi—atau sebenarnya
setiap mazhab pemikiran—yang menawarkan program untuk menyelamatkan,
menyempumakan dan menyejahterakan manusia, juga mengemukakan nilai-nilai
tertentu dan meresepkan apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang mesti
dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan bagi orang seorang atau
masyatakat. Setiap ideologi mengatakan apa yang harus terjadi dan apa yang hams
dilakukan, dan menggariskan kebijakan umum dan tujuan-tujuan yang mesti
dicapai, misalnya menggariskan bahwa setiap orang harus merdeka dan hidup
merdeka. Setiap orang harus berani dan tegar dan harus senantiasa membuat
kemajuan agar dapat mencapai kesempurnaan. Masyarakat harus dibangun di atas
fondasi keadilan, sehingga dapat melangkah maju ke arah kedekatan dengan Allah
SWT.
Apa-apa yang harus
dan tidak boleh ini tentu saja harus di-dasarkan pada filosofi yang mampu
menjelaskan apa-apa yang harus dan tidak boleh itu. Dengan kata lain, tentu
saja ideologi harus didasarkan pada konsepsi tertentu tentang dunia, tentang
manusia dan masyarakat, yang menurut konsepsi tersebut dapat dikatakan bahwa
ini harus seperti itu, atau itu harus seperti ini, karena dunia atau manusia
atau masyarakat adalah seperti ini atau seperti itu.
Konsepsi tentang
dunia artinya adalah jumlah seluruh pandangan dan interpretasi tentang dunia,
tentang manusia dan tentang masyarakat. Tentang dunia, pandangannya misalnya
adalah; dunia adalah seperti ini atau seperti itu, hukum yang mengaturnya
begini, jalannya begini, di dunia ini yang dikejar bukanlah tujuan ini atau
itu, dunia itu ada asal-usulnya atau tidak ada, ada tujuan atau tak ada
tujuannya. Tentang manusia, pandangan yang menjadi konsepsi tentang dunia
adalah misalnya; apakah manusia memiliki fitrah, apakah manusia itu bebas atau
terpaksa, apakah manusia—menurut kata-kata Al-Qur'an—adalah makhluk pilihan.
Tentang manusia, pertanyaannya adalah: Apakah masyarakat ada hukumnya sendiri
yang terlepas dari hukum yang mengatur orang seorang? Hukum apa yang mengatur
masyarakat dan sejarah? Dan pertanyaan-pertanyaan lain seperti itu.
Karena ideologi
selalu didasarkan pada konsepsi tertentu tentang dunia, yang menjelaskan kenapa
dunia, masyarakat atau manusia seperti ini atau seperti itu, dan menetapkan apa
yang harus dilakukan manusia dan bagaimana seharusnya manusia hidup, maka
jawaban untuk setiap "mengapa" mendasari konsepsi tentang dunia yang
menjadi dasar dari ideologi. Secara teknis, setiap ideologi merupakan semacam
"kearifan praktis,w sedangkan setiap konsepsi tentang dunia
merupakan semacam "kearifan teoretis." Tentu saja setiap kearifan
praktis didasarkan pada teori tertentu. Misalnya, kearifan praktis Socrates
didasarkan pada pandangan tertentu Socrates tentang dunia, dan pandangan ini membentuk
kearifan teoretis Socrates. Begitu pula hubungan kearifan praktis Epicurus
serta lainnya dengan kearifan teoretis mereka. Dan karena berbagai orang
memiliki konsepsi yang berbeda mengenai dunia, maka tentu saja ideologi mereka
pun beragam.
Kini timbul
pertanyaan: Kenapa banyak sekali konsepsi tentang dunia, banyak sekali
kosmologi? Kenapa satu mazhab pemikiran memandang dunia begini, sedangkan
mazhab pemikiran lain memandang dunia begitu?
Jawabannya tidak
sesederhana pertanyaannya. Sebagian orang bahkan sampai mengatakan bahwa posisi
kelas individulah yang menentukan sikap dan pandangan individu tersebut dan
yang memberinya kacamata khusus untuk melihat dunia. Menurut teori ini, metode
produksi dan distribusi menimbulkan reaksi yang membentuk mentalitas dan
pandangan orang seorang dengan cara tertentu, tergantung pada apakah pengaruh
metode ini pada orang seorang itu positif atau negatif. Pandangan yang
terbentuk ini mempengaruhi penilaiannya dan evaluasinya terhadap segala
sesuatu. Maulawi mengatakan:
Kalau kita pusing,
seluruh rumah terasa berputar
Jika kita naik
perahu, pantai terasa bersama kita.
Kalau kita menderita
karena kejadian buruk, dunia terasa menjengkelkan.
Jika kita bahagia,
segalanya terasa menyenangkan.
Kalau kita merasa
bagian dari dunia, dunia ini terasa seperti kita.
Menurut teori ini,
orang tak dapat mengklaim pandangannya saja yang benar dan pandangan orang lain
salah, karena pandangan itu relatif-relatif saja. Pandangan merupakan hasil
dari kontak individu dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Karena
itu pandangan orang dapat dianggap benar sejauh menyangkut dirinya.
Namun masalahnya
tidak sesederhana itu. Tak ada yang dapat menyangkal fakta bahwa pikiran
manusia banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Namun juga tak dapat disangkal
bahwa manusia memiliki kemampuan untuk bebas berpikir yang tidak dipengaruhi
oleh apa pun. Kemampuan inilah yang oleh Islam disebut fitrah manusia. Masalah
ini akan dibahas secara terperinci pada kesempatan lain. Sekalipun pemikiran realistis
manusia dianggap tidak independen, namun tetap terlalu dini pada tahap
kosmologi ini untuk menyalahkan manusia. Filosof modern, yang telah melakukan
kajian saksama atas masalah ini, mengakui bahwa penyebab terjadinya beragam
konsepsi tentang dunia harus dicari pada apa yang disebut teori pengetahuan.
Para filosof cukup
memperhatikan teori ini. Sebagian menyatakan bahwa filsafat, bukanlah
kosmologi. Filsafat hanyalah metodologi mencari pengetahuan. Adapun kenapa
banyak sekali teori kosmologis, jawabnya adalah karena ada beberapa metode
untuk mengenal dunia. Sebagian mengatakan bahwa untuk mengetahui dunia, kita
harus menggunakan akal. Sebagian lain berpendapat bahwa dunia dapat diketahui
bila kita mendapat pencerahan dan ilham. Jadi ada perbedaan pendapat mengenai
metode, sumber dan kriteria untuk mendapatkan pengetahuan tentang dunia.
Menurut sebagian pihak, akal sangat terbatas perannya dalam hal ini. Namun
menurut sebagian lainnya, peran akal tak terbatas.
Pendek kata, ideologi
setiap mazhab didasarkan pada konsepsi mazhab tersebut tentang dunia, dan
konsepsi ini didasarkan pada teori tentang pengetahuan. Sejauh mana
progresivitas suatu ideologi, ditentukan oleh sejauh mana progresivitas
konsepsinya tentang dunia, yang pada gilirannya ditentukan oleh sejauh mana
progresivitas metode pencarian pengetahuannya. Sesungguhnya kearifan praktis
setiap mazhab bergantung pada kearifan teoretisnya, yaitu cara berpikimya.
Karena itu setiap mazhab pertama-tama harus menjelaskan cara berpikirnya.
Islam bukanlah mazhab
filsafat, dan tidak bicara dalam bahasa filsafat. Islam memiliki terminologinya
sendiri. Terminologi Islam dapat dimengerti oleh semua kelas menurut tingkat
pemahaman masing-masing kelas. Yang mengherankan adalah meski Islam hanya
menyebut masalah-masalah ini di antara subjek-subjek lain, namun dari
ajaran-ajaran Islam kita mudah menyimpulkan ideologi Islam dalam bentuk
pemikiran praktis, dan konsepsinya tentang dunia dalam bentuk doktrin logis.
Cukuplah kita di sini
hanya merujuk kepada konsepsi Islam tentang dunia. Kita tak dapat berbicara
panjang lebar mengenai berbagai pandangan berharga dari pakar-pakar Islam
seperti ahli hukum, filosof, sufi dan pemikir lain mengenai ideologi Islam,
konsepsi Islam tentang dunia, dan metode pencarian pengetahuan. Kalau kita
membicarakannya panjang lebar, maka dibutuhkan berjilid-jilid buku. Paling
banter yang dapat kita lakukan adalah memaparkan, meski tidak lengkap,
ciri-ciri khusus utama pandangan Islam mengenai masalah-masalah ini. Kita bisa
saja memaparkan-nya dengan lengkap, namun pada kesempatan lain. Ciri-ciri
khusus utama pandangan Islam tersebut dipaparkan dalam sub-sub bab berikut:
Metode Pengetahuan, Konsepsi tentang Dunia, dan Ciri Khusus Ideologi Islam.
Metode Pengetahuan
1. Mungkinkah
Kita Mengetahui Kebenaran?
Ini selalu merupakan
pertanyaan pertama dalam hal ini. Banyak pemikir berpendapat bahwa kita
mustahil mengetahui kebenaran dengan persis. Menurut mereka, memang sudah nasib
manusia tidak tahu persis apa sebenarnya yang ada di dunia ini dan apa yang
terjadi di dunia ini. Mereka menganggap mustahil mendapatkan pengetahuan yang
akurat yang sesuai dengan realitas.
Namun, menurut
Al-Qur'an, kita dapat mengetahui kebenaran. Al-Qur'an mengajak manusia untuk
mengenai Allah SWT, dunia, dirinya sendiri dan sejarah. Dalam kisah tentang
Nabi Adam as, yang sesungguhnya merupakan kisah tentang manusia, Adam as
dianggap tepat untuk mengetahui semua nama Allah SWT atau realitas-realitas
dunia. Al-Qur'an mengatakan bahwa dalam kasus-kasus tertentu pengetahuan manusia
dapat memahami beberapa poin pengetahuan Tuhan. Al-Qur'an mengatakan: Dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. (QS. al-Baqarah: 255)
2. Apa Sumber
Pengetahuan?
Dan sudut pandang
Islam, sumber pengetahuan adalah: tanda-tanda alam atau tanda-tanda yang ada di
alam semesta, yang ada dalam diri manusia sendiri, dalam sejarah, atau dalam
berbagai peristiwa sosial dan berbagai episode bangsa dan masyarakat, dalam
akal atau prinsip-prinsip yang sudah jelas, dalam hati, dalam pengertiannya
sebagai organ pencerah dan penyuci, dan dalam catatan yang diwariskan umat-umat
terdahulu.
Dalam banyak ayat
Al-Qur'an manusia diminta merenungkan apa dan bagaimana langit dan bumi itu.
Al-Qur'an memfirmankan dalam Surah Yunus, ayat 101: Perhatikanlah apa yang ada
di langit dan di bumi. (QS.Yunus: 101)
Al-Qur'an juga
mengajak manusia untuk mengkaji sejarah bangsa-bangsa terdahulu, dengan kajian
yang cerdas, dengan tujuan mengambil hikmahnya. Maka apakah mereka tidak
berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat
memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? (QS.
al-Hajj: 46)
Al-Qur'an Suci
percaya kepada keandalan akal dan kepada keandalan kebenaran-kebenaran yang
sudah jelas. Argumen-argumen Al-Qur'an didasarkan pada akal dan kebenaran-kebenaran
seperti itu. Al-Qur'an mengatakan: Sekiranya ada di langit dan di bumi
Tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu (langit dan bumi, atau alam
semesta) telah rusak binasa. (QS. al-Anbiyâ': 22). Allah sekali-kali tidak
mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau
ada Tuhan beserta-Nya, masing-masing Tuhan itu akan membawa makhluk yang
diciptakan-Nya, dan sebagian Tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain.
Mahasuri Allah dari apa yang mereka sifatkan itu. (QS. al-Mukminûn: 91)
Al-Qur'an juga
memandang hati sebagai pusat intuisi dan ilham Ilahiah. Setiap manusia dapat
menerima ilham sesuai dengan dedikasi tulusnya dan upayanya untuk menjaga
kesucian dan aktivitas spiritual pusat ini. Wahyu para nabi merupakan
pengetahuan seperti ini yang tingkatannya paling tinggi. Berulang-ulang
Al-Qur'an menyebut nilai pena dan kitab, dan pada beberapa kesempatan Al-Qur'an
bersumpah atas nama pena dan kitab: Nun, demi pena dan apa yang mereka tulis.
(QS. al-Qalam: 1)
3. Apa Sarana untuk
Mendapatkan Pengetahuan?
Sarana untuk
mendapatkan pengetahuan adalah indera, kemampuan berpikir, argumentasi, penyucian
jiwa, dan telaah atas karya-karya ilmiah orang lain. Dalam surah an-Nahl:
ayat 78, di-katakan sebagai berikut: Dan Allah mengeluarkan kamu dan perut
ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. an-Nahl:
78)
Dalam ayat ini
dijelaskan bahwa, bertentangan dengan teori Plato, ketika lahir manusia tidak
memiliki pengetahuan apa pun. Allah SWT telah menganugerahinya indera untuk
mengkaji alam semesta ini, Allah SWT telah memberi manusia hati nurani dan daya
analisis agar manusia dapat meneliti realitas-realitas segala sesuatu untuk
mengetahui hukum-hukum yang mengatur segala sesuatu itu.
Menurut teori
terkenalnya, Plato percaya bahwa segala yang ada itu memiliki bentuknya yang
sama di alam gagasan. Ketika lahir, manusia sudah mengetahui segala sesuatu,
namun dia sudah kelupaan. Dia tidak mempelajari hal-hal baru di dunia ini. Yang
dilakukannya hanyalah mengingatnya kembali.
Yang disebutkan dalam
ayat ini selaras dengan teori Al-Qur'an tentang pengetahuan fitri. Teori ini
tidak menunjukkan bahwa ketika lahir manusia sesungguhnya tahu segala sesuatu.
Yang dimaksud Al-Qur'an adalah bahwa hakikat manusia adalah berada dalam
keadaan tumbuh dan evolusi, dan bahwa dalam hidupnya dia, berdasarkan gerak
hati, menemukan kebenaran-kebenaran asasiah tertentu yang jelas di luar apa
yang dipelajaruiya melalui inderanya. Penemuan kebenaran-kebenaran ini cukup
meyakinkan untuk memaksa manusia mempercayai kebenaran-kebenaran ini. Itulah yang
dimaksud Al-Qur'an ketika menyerukan "tadzakkur" (mengingat). Karena
itu antara ayat-ayat Al-Qur'an yang menyerukan tadzakkur dan ayat Surah
an-Nahl yang dikutip di atas tak ada kontradiksi.
Dalam ayat ini,
pendengaran dan penglihatan, dua indera yang sangat penting, disebut-sebut
sebagai sarana untuk mengetahui. Secara teknis, keduanya dikenal sebagai sarana
untuk mendapatkan pengetahuan primer yang tidak mendalam. Sedangkan hati atau
hati nurani, yang juga disebut-sebut dalam ayat itu, secara teknis digambarkan
sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam dan logis.
Secara sambil lalu
dalam ayat ini juga disinggung masalah lain yang penting. Yaitu masalah
tahap-tahap pengetahuan. Selain indera dan daya pikir, Al-Qur'an juga mengakui
ketakwaan dan kesucian jiwa sebagai sarana untuk mendapatkan pengetahuan. Poin
ini sudah disebutkan dalam banyak ayat baik secara tersirat maupun tersurat.
Al-Qur'an mengatakan: Hai orang-orang beriman, jika kamu tdkwa kepada Allah,
niscaya Dia akan memberimu furqan (kemampuan untuk membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk). (QS. al-Anfâl: 29). Demi jiwa serta Dia yang
menyempurnakannya, maka Allah mengUhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. (QS.
asy-Syams: 7-9)
Belajar dan membaca
merupakan sarana lain untuk mendapatkan pengetahuan yang secara formal diakui
oleh ajaran Islam. Untuk menjelaskan poin ini, cukup dikatakan bahwa wahyu
pertama yang turun kepada Nabi Muhammad saw diawali dengan kata,
"Bacalah". Al-Qur'an memfirmankan: Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dan segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(QS. al-'Alaq: 1-5)
4. Subjek
Pengetahuan
Apa saja yang patut
diketahui, dan apa saja yang harus diketahui? Yang harus diketahui adalah
Allah, alam semesta, manusia, masyarakat, dan masa. Semuanya ini patut
diketahui, dan kita harus mengetahui semua ini.
Konsepsi tentang
Dunia
Buku ini, yang
merupakan mukadimah untuk konsepsi Islam tentang dunia, terutama membahas pokok
masalah (konsepsi Islam tentang dunia—pen.) ini. Pokok masalah inilah yang
berserak di sepanjang buku ini. Namun, untuk menjaga kesinambungan, kami
paparkan secara singkat ciri-ciri khusus utama konsepsi Islam tentang dunia:
1. Sifat-dasar dunia
ini adalah "dari-Nya." Dengan kata lain, realitas dunia ini berasal
dari realitas-Nya. Bisa saja eksistensi sesuatu berasal dari sesuatu yang lain,
namun realitas sesuatu itu tidak mesti sepenuhnya berasal dari realitas sesuatu
yang lain itu.
Misal, ambil contoh
seorang anak lelaki dan kedua orangtuanya. Anak lelaki ini lahir dari kedua
orangtuanya, namun realitas eksistensi anak lelaki itu beda dengan realitas
kedua orangtuanya, dan merupakan sesuatu yang menambah realitas kedua
orangtuanya. Sebaliknya, sifat-dasar dunia adalah "dari-Nya." Segenap
realitasnya tak lebih dari "ada karena Allah SWT". Realitasnya dan
eksistensinya karena Allah, adalah identik. Itulah yang dimaksud ketika kami
katakan bahwa dunia diciptakan oleh Allah SWT. Kalau saja arti penciptaan dunia
itu tidak seperti itu, maka yang terjadi adalah prokreasi (eksis melalui proses
reproduksi—pen.), bukannya penciptaan. Al-Qur'an mengatakan: Dia tiada beranak
dan tiada pula diperanakkan. (QS. al-Ikhlâsh: 3) Tak ada bedanya apakah dari
segi waktu dunia ini ada permulaannya atau tidak ada permulaannya. Jika ada
permulaannya, maka dunia ini merupakan suatu realitas terbatas
"dari-Nya." Jika tak ada permulaannya, maka dunia ini merupakan suatu
realitas tak terbatas "dari-Nya." Bagaimanapun juga, dunia ini
"dari-Nya," dan keterbatasan setta ketakterbatasan dunia tak ada
bedanya, karena dunia merupakan realitas ciptaan dan eksistensinya adalah
"dari-Nya".
2. Realitas dunia
ini, selain dunia ini adalah "dari-Nya" dan karena itu karakter dunia
ini adalah fana, tidak saja selalu berubah dan bergerak seiring waktu, namun
dunia ini sendiri merupakan suatu gerakan. Dengan begitu dunia selalu berubah
terus-menerus dan selalu dalam keadaan diciptakan dan di ciptakan kembali.
Waktu berjalan, dan dunia ini pun selalu dalam keadaan diciptakan dan
dihancurkan.
3. Realitas-realitas
dunia ini merupakan bentuk rendahnya realitas-realitas yang eksis di dunia lain
yang disebut dunia gaib. Apa pun yang ada di sini yang bentuknya terbatas dan
terukur ada di dunia transendental atau dunia gaib, dan bentuknya tidak
terbatas dan tidak terukur, atau dalam kata-kata Al-Qur'an, dalam bentuk
"khazanah". Al-Qur'an memfirmankan: Dan tidak ada sesuatu pun
melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya. Dan Kami
tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. (QS. al-Hijr: 21)
tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. (QS. al-Hijr: 21)
4. Karena sifat dasar
dunia ini adalah "dari-Nya," maka dunia ini juga "menuju
kepada-Nya." Dunia ini telah membuat perjalanan menurun. Dunia ini juga
dalam keadaan membuat perjalanan menaik, perjalanan menuju Dia. Al-Qur'an
memfirmankan: Kami ini milik Allah, dan sungguh kepada-Nya kami kembali. (QS.
al-Baqarah: 156) Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan
waktunya). (QS. an-Nâzi'ât: 44) Ingatlah bahwa kepada AUah lah kembali semua
urusan. (QS. asy-Syûrâ: 53)
5. Dunia ini memiliki
sistem yang pasti dan teratur. Basis sistem ini adalah kausasi (sebab-akibat).
Setiap yang eksis diatur oleh takdir Tuhan melalui sistem ini.
6. Sistem
sebab-akibat bukan saja berupa sebab dan akibat material. Sejauh menyangkut
dimensi material dunia ini, sistem sebab-akibatnya bersifat material, namun
sejauh menyangkut dimensi spiritual dunia ini, sistem sebab-akibatnya bersifat
non-material. Antara dua sistem ini tak ada pertentangan. Masing-masing sistem
ada tempatnya sendiri-sendiri. Malaikat, jiwa, Lauh Mahfûzh, Pena dan
Kitab-kitab wahyu merupakan sarana bagi beroperasinya karunia Tuhan di dunia
ini dengan kehendak-Nya.
7. Dunia seluruhnya
diatur dengan hukum dan norma yang pasti. Hukum dan norma ini merupakan bagian
dan paket dari sistem sebab-akibat yang berlaku di dunia ini.
8. Dunia ini
merupakan sebuah realitas yang terbimbing. Evolusinya terbimbing. Segenap
partikel dunia ini letaknya sedemikian sehingga partikel-partikel ini menerima
cahaya petunjuk. Naluri, indera, akal, ilham dan wahyu merupakan tahap-tahap
yang berbeda dari bimbingan umum untuk dunia. Nabi Musa as mengatakan: Tuhan
kami adalah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk. (QS. Thâhâ: 50)
9. Di dunia ini ada
baik dan ada buruk. Ada keselarasan dan ada pula pertentangan. Ada berlimpah
dan ada pula kekurangan. Ada terang dan ada pula gelap. Ada maju dan berkembang
dan ada pula mandek dan stagnasi. Namun adanya baik, selaras, berlimpah,
terang dan berkembang memiliki nilai yang sangat penting. Sedangkan adanya
buruk, gelap, pertentangan, mandek, hanyalah subsider dan sekunder. Namun
segala yang subsider dan sekunder ini perannya penting dan mendasar dalam
menyebabkan adanya yang baik, yang selaras, yang evolusioner.
10. Dunia ini, yang
merupakan satu unit yang hidup dan diatur oleh kekuatan-kekuatan sadar (para
malaikat yang mengatur urusan dunia), adalah sebuah dunia aksi dan dunia reaksi
sejauh menyangkut hubungannya dengan manusia. Dunia tidak acuh tak acuh kepada
orang yang baik dan orang yang buruk. Hukum balas jasa, ganti rugi, dan imbalan
berlaku di dunia ini, seperti halnya di akhirat. Orang takwa dan orang kafir
tak diperlakukan sama. Al-Qur'an memfirmankan: Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) hepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat)-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim:
7) Imam Ali bin Abi Thalib as mengatakan: Tidak bersyukurnya seseorang jangan
sampai menghalangimu untuk berbuat kebajikan. Mungkin saja orang yang kamu
baiki tidak berterima kasih kepadamu. Kamu akan menerima lebih banyak terima
kasih dari yang bersyukur ketimbang yang tidak kamu dapatkan dari yang tidak
bersyukur." (Nahj al-Balâghah, khotbah: 194)
11. Yang dimaksud
Imam Ali as adalah bahwa dunia yang merupakan organisme hidup, yang harmonis
dan terkoordinasi, tidak berarti bahwa seseorang akan menerima imbalan untuk
kebajikannya dari orang yang diharapkannya memberikan imbalan. Dia akan
mendapatkannya dari orang lain yang tidak disangka-sangkanya. Dunia ini
memiliki Allah SWT yang menyukai orang bajik.
12. Jiwa manusia
merupakan sebuah realitas yang abadi. Manusia bukan saja akan dibangkitkan
sebagai makhluk hidup pada Hari Kebangkitan, namun selama interval antara dunia
ini dan Hari Kebangkitan manusia juga akan menjalani kehidupan, suatu kehidupan
yang lebih sempurna ketimbang kehidupan di dunia ini. Sekitar dua puluh ayat
Al-Qur'an menunjukkan bahwa ketika jasad manusia sudah hancur setelah mati, dan
sebelum datangnya Hari Kebangkitan, manusia juga menjalani suatu kehidupan.
13. Aturan pokok
kehidupan, yaitu prinsip moral dan manusiawi, pasti dan abadi. Hanya aturan
sekunder saja—dan bukan prinsip yang utama—yang relatif dan dapat berubah.
Kebajikan tidak mungkin merupakan satu hal di satu masa dan merupakan sesuatu
yang sama sekali beda di masa yang lain. Tidaklah mungkin dalam satu masa
kebajikan bisa berarti Abuzar dan dalam masa lain bisa berarti Muawiyah. Ada
prinsip-prinsip tertentu yang abadi. Menurut prinsip-prinsip ini, Abudzar ya
Abudzar, Muawiyah ya Muawiyah. Prinsip-prinsip—yang menurut prinsip-prinsip ini
Nabi Musa ya Nabi Musa dan Fir'aun ya Fir'aun—adalah abadi.
14. Kebenaran juga
abadi. Jika suatu kebenaran ilmiah mutlak benar, maka benar untuk selamanya,
dan jika salah, maka salah untuk selamanya. Jika sebagian benar, dan sebagian
salah, maka selalu sebagian benar dan sebagian salah. Sesuatu yang mengalami
perubahan merupakan suatu realitas, dan itu juga suatu realitas material.
Adapun kebenaran, yaitu gagasan intelektual dan keyakinan mental, tetap
merupakan kebenaran bila dilihat dari sudut dapat diterapkan atau tak dapat
diterapkannya kebenaran itu pada suatu realitas tertentu.
15. Dunia, bumi dan
langit diwujudkan dengan berdasarkan prinsip kebenaran dan prinsip keadilan.
Al-Qur'an mengatakan: Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar. (QS. al-Ahqâf: 3)
16. Praktik permanen
Allah SWT adalah memberikan kemenangan terakhir kepada kebenaran dalam
berhadapan dengan kepalsuan. Orang takwa dan kebenaran selalu yang menang. Al-Qur'an
mengatakan: Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami
yang menjadi rasul. Sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan.
Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang. (QS. ash-Shâffât:
171-173)
17. Semua manusia
diciptakan setara. Tak ada orang, bila dilihat dari segi penciptaan, yang dapat
merasa lebih istimewa atau lebih berhak dibandingkan orang lain. Hanya ada tiga
hal yang membuat satu orang lebih unggul dibanding orang lain: Yang pertama
adalah ilmu. Al-Qur'an mengatakan: Adakah sama, orang yang mengetahui dengan
orang yang tidak mengetahui? (QS az-Zumar: 9). Yang kedua adalah berjuang di
jalan Allah SWT. Al-Qur'an mengatakan: Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat.
(QS. an-Nisâ': 95). Yang ketiga adalah takwa. Al-Qur'an mengatakan:
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang
yang paling takwa di antara kamu. (QS. al-Hujurât: 13)
18.
Menurut sifat dasarnya, manusia memiliki kecenderungan bawaan. Kecenderungan
bawaan ini antara lain adalah ke cenderungan moral dan kecenderungan religius.
Fondasi utama hati nurani manusia adalah fitrah anugerah Allah, bukan posisi
kelasnya, kecenderungannya untuk berteman atau berkelompok, bukan pula
perjuangannya menundukkan alam. Semua pengaruh ini (posisi kelas, berteman atau
berkelompok, penundukkan alam—pen.) baru terwujud setelah melalui upaya
sungguh-sungguh. Manusia, berdasarkan fitrahnya, bisa merniliki ideologi dan
budaya yang khas. Manusia bisa memberontak terhadap lingkungan alamnya,
lingkungan sosialnya, faktor-faktor sejarahnya, kecenderungan keturunannya, dan
dapat melepaskan diri dari pengaruh itu semua.
19. Setiap orang
lahir sebagai manusia. Karena itu orang paling jahat pun dapat menghentikan
kebiasaan jahatnya dan memperbarui dirinya. Itulah sebabnya para nabi mendapat
tugas memberikan nasihat dan konsultasi spiritual kepada orang-orang yang
paling jahat sekalipun dan musuh-musuh paling sengit sekalipun, agar hati
nurani mereka hidup, Jika cara seperti itu gagal, barulah para nabi dibolehkan
memerangi mereka. Dalam pertemuan pertama dengan Fir'aun, Nabi Musa as
diperintahkan untuk mengatakan kepada Fir'aun: Adakah keinginanmu untuk
membersihkan dm (dari hesesatan). Dan kamu akan kupimpin kejalan
Tuhanmu agar kamu takut kepada-Nya. (QS. an-Nâzi'ât: 18-19)
Tuhanmu agar kamu takut kepada-Nya. (QS. an-Nâzi'ât: 18-19)
20. Kepribadian
manusia merupakan suatu senyawa dalam pengertian yang sebenarnya. Pada saat
yang sama merupakan satu elemen tunggal, dan itu juga dalam pengertian yang
sebenarnya.
Tidak seperti
senyawa-senyawa organis dan non-organis lainnya. Bila berpadu bagian-bagian
komponen ini maka bagian-bagian komponen tersebut kehilangan identitas dan
karakter khasnya dan membentuk satu keseluruhan yang serasi, sedangkan
unsur-unsur yang membentuk kepribadian manusia tidak kehilangan sama sekali
karakternya. Ini melahirkan pergulatan batiniah. Dalam pergulatan ini manusia
ditarik ke berbagai arah yang berbeda. Dalam bahasa agama, pergulatan ini
dikenal sebagai pertentangan antara akal dan hawa nafsu atau pertentangan
antara jiwa dan raga.
21. Karena hakikat
spiritual manusia itu independen, dan hakikat spiritual inilah yang
melahirkan kehendaknya, maka manusia leluasa melaksanakan kehendaknya. Tak ada
paksaan yang dapat mencabut kemerdekaannya untuk memilih. Itulah sebabnya
manusia bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan juga atas
masyarakatnya.
masyarakatnya.
22. Seperti orang
seorang, masyarakat manusia juga merupakan satu senyawa yang nyata dan memiliki
hukumnya sendiri, tradisinya sendiri, dan sistemnya sendiri. Di sepanjang
sejarah, masyarakat sebagai satu keseluruhan tak pernah mengikuti kehendak satu
individu. Masyarakat selalu tersusun dari unsur-unsur yang bertentangan.
Berbagai kelompok intelektual, profesional, politis dan ekonomi yang rnembentuk
masyarakat tak pernah sama sekali kehilangan indentitasnya. Bentrok antara
kelas-kelas ini selalu berlanjut dalam bentuk perang politik, ekonomi,
intelektual dan doktrin. Lagi pula, selama manusia belum mencapai puncak kemanusiaan,
maka perang akan selalu terjadi antara orang-orang yang maju yang
kecenderungannya sangat tinggi, dan orang-orang yang masih terbelakang yang kecenderungannya
sangat rendah.
23. Allah SWT tidak
mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum tersebut mengubah dirinya sendiri.
Al-Qur'an mengatakan: Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS.
ar-Ra'd: 11)
24. Allah SWT
Pencipta alam semesta ini dan juga Pencipta manusia tak membutuhkan apa pun.
Dia tidak terbentuk dari komponen-komponen. Dia mutlak sempurna. Dia akan
selalu seperti adanya Dia. Untuk Allah SWT mustahil terjadi perkembangan atau
evolusi. Sifat-sifat-Nya identik dengan Zat-Nya. Alam semesta merupakan
Rarya-Nya dan perwujudan Kehendak-Nya. Tak ada yang dapat mengendalikan atau
menghalangi Kehendak-Nya. Setiap faktor atau kehendak lain tegak lurus dan
tidak horizontal dengan Kehendak-Nya.
25. Alam semesta
merupakan satu unit yang agak organis, karena alam semesta ada berkat satu
sumber, dan akan kembali ke sumber itu, dan sekarang tengah dikelola dan diurus
oleh
kekuatan-kekuatan yang sadar.
kekuatan-kekuatan yang sadar.
Aspek Ideologis
Ideologi Islam, yang
sangat luas dan begitu banyak cabangnya, sulit kemungkinannya untuk memaparkan
semua ciri khususnya. Namun sesuai dengan peribahasa yang mengatakan bahwa
sesuatu lebih baik ketimbang tidak ada, berikut ini kami paparkan apa yang
dapat dipaparkan dengan baik.
Lengkap
Dibandingkan dengan
agama-agama lain, lengkap merupakan salah satu ciri khusus Islam. Lebih tepat
kalau dikatakan bahwa lengkap dan inklusif merupakan sifat utama Islam, karena
Islam adalah agama yang paling maju dan paling sempurna. Dengan dibantu empat
sumber hukum Islam, para ulama dapat mengetahui sudut pandang Islam mengenai berbagai
masalah. Para ulama tidak percaya bila ada masalah yang tak ada aturan atau
hukum Islamnya.
Dapat Dilakukan
Ijtihad
Aturan atau hukum
umum Islam tersusun sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan ijtihad atasnya.
Arti ijtihad adalah menemukan dan menerapkan prinsip-prinsip pokok pada
kasus-kasus tertentu dan berubah-ubah. Selanjutnya tugas ijtihad dipermudah
oleh fakta bahwa akal diakui sebagai salah satu sumber hukum Islam.
Liberal dan Sederhana
Dalam kata-kata Nabi
Muhammad saw, hukum Islam itu liberal dan sederhana. Dalam "al-Kâfî",
jilid V, ada sebuah hadis yang mengatakan bahwa Nabi saw bersabda bahwa Allah
SWT tidak memberinya perintah untuk tidak terlibat dalam kehidupan duniawi.
Allah SWT telah mengutus Nabi saw dengan memberi Nabi saw hukum yang liberal,
lurus dan mudah. Islam tidak memberikan kewajiban yang sulit dan menjengkelkan.
"Dalam masalah agama, Allah tidak membatasimu dengan tidak
semestinya." Karena hukum agama bercirikan liberal, maka setiap aturan
atau hukum yang menimbulkan kesulitan yang tidak semestinya, dapat dianggap
batal.
Hidup Berguna dan
Sehat
Islam menyerukan agar
kita hidup berguna dan sehat. Islam mengecam sikap lari dari kehidupan. Itulah
sebabnya Islam mengecam keras kerahiban dan pengasingan diri dari kehidupan.
"Tak ada kerahiban dalam Islam." Dalam masyarakat zaman dahulu ada
dua kecenderungan; monastisisme (kerahiban) dan lari dari keterlibatan dalam
kehidupan duniawi, serta pemanjaan kehidupan duniawi dan lari dari segala yang
berhubungan dengan akhirat. Islam menjadikan persiapan diri untuk kehidupan
akhirat sebagai bagian dari kehidupan duniawi ini. Jalan untuk ke akhirat
adalah kehidupan dan tanggung jawab di dunia ini.
Sosial
Semua ajaran Islam
bersifat sosial. Bahkan aturan individualistis seperti salat dan puasa
menciptakan kolektivisme. Banyak aturan atau Hukum sosial, politik, ekonomi,
perdata dan pidana Islam memiliki sifat sosial. Perintah seperti perintah untuk
berjihad (berperang suci), perintah untuk berbuat baik dan perintah untuk tidak
berbuat keji, juga lahir dari tanggung jawab kolektif kaum Muslim.
Hak dan Kemerdekaan
Individu
Islam adalah agama
sosial. Islam memandang sangat penting masyarakat, dan menganggap individu
bertanggung jawab terhadap masyarakat. Islam tidak mengabaikan hak dan
kemerdekaan individu. Islam tidak meremehkan hak ekonomi, hak hukum dan hak
sosial individu. Dari sudut pandang politik, individu berhak diajak musyawarah
dan berhak dipilih. Dari sudut pandang ekonomi, individu berhak memiliki hasil
upayanya dan mendapatkan upah untuk tenaganya. Dia boleh menjual, menyewakan,
menyumbangkan, mengembangkan dan menginvestasikan harta halalnya, dan berkenaan
dengan ini dia boleh bermitra. Dari sudut pandang hukum, individu berhak
mengajukan tuntutan hukum, mengajukan klaim dan memberikan bukti. Dari sudut
pandang sosial, individu berhak memilih pekerjaan, memilih tempat tinggal, dan
memilih jenis studi, dan sebagainya. Dari sudut pandang keluarga, individu
berhak memilih pasangan hidupnya.
Mendahulukan Hak
Masyarakat Ketimbang Hak Individu
Kalau terjadi
pertentangan antara hak masyarakat dan hak individu, maka hak masyarakat atau
hak publik harus didahulukan ketimbang hak pribadi atau hak individu. Namun
masalah ini harus diputuskan melalui pengadilan Islam.
Prinsip Musyawarah
Dari sudut pandang
Islam, prinsip musyawarah merupakan sebuah prinsip yang diakui dalam masalah
sosial. Dalam kasus-kasus yang belum ada ketentuan Islamnva, kaum Muslim dapat
memutuskan melalui musyawarah dan pemikiran bersama.
Meniadakan Kerugian
Hukum Islam, meskipun
sifatnya umum dan mutlak, hanya bisa diberlakukan kalau tak menimbulkan
kerugian yang tidak pada tempatnya. Aturan ini sifatnya universal dan merupakan
semacam hak veto terhadap setiap hukum.
Memandang Penting
Manfaat
Untuk setiap
tindakan, baik itu tindakan individu maupun tindakan kolektif, yang lebih
dipentingkan adalah hasil gunanya. Dari sudut pandang Islam, setiap tindakan
yang tak ada manfaatnya dianggap sia-sia. Al-Qur'an mengatakan, Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tiada berguna. (QS. al-Mukminûn: 1-3)
Memandang Penting
Transaksi Sah, Sirkulasi Kekayaan dan Transfer Uang dan Harta
Semua aktivitas
seperti itu hams bebas dari segala bentuk tipu daya atau kecurangan dan harus
bebas dari berbagai bentuk transaksi curang. Kalau ada unsur tipuan atau
kecurangannya, maka transaksinya tidak sah. Al-Qur'an mengatakan: Danjanganlah
sebagian hamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dmganjalan yang
batil. (QS. al-Baqarah: 188).
Transfer harta dengan
cara judi atau taruhan sama saja dengan penipuan dan tidak halal. Mencari
untung melalui modal yang menganggur, yaitu modal yang tidak disirkulasikan
untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat, dan yang tak ada resiko kerugian dan
berkurangnya, yang bentuknya surat utang atau sekuritas, adalah riba dan tidak
halal. Setiap transaksi finansial harus dilakukan dengan pengetahuan sepenuhnya
dari kedua belah pihak dan sebelumnya sudah ada informasi dari kedua belah pihak.
Transaksi yang menimbulkan kerugian akibat kurangnya informasi, tidak sah. Nabi
Muhammad saw mengharamkan transaksi yang ada unsur curangnya. Pengharaman oleh
Nabi saw tersebut semula berkaitan dengan penjualan secara curang barang-barang
yang ada cacatnya. Namun prinsip ijtihad telah membuat ketentuan ini jadi
bersifat umum.
Menghormati Akal
Islam menghormati
akal. Islam menggambarkan akal sebagai pembimbing dari dalam. Prinsip-prinsip
agama tak dapat diterima kalau bertentangan dengan hasil penelitian rasional.
Dalam masalah-masalah sekunder (yang belum ada ketentuan hukum Islamnya—pen.),
akal telah diakui sebagai sumber ijtihad. Islam memandang akal sebagai sesuatu
yang suci, dan memandang tidak berakal sebagai najis. Menurut hukum Islam, gila
atau mabuk membatalkan wudhu, seperti kencing atau tidur. Islam memerangi
penggunaan setiap zat yang memabukkan, karena bertentangan dengan akal. Akal
merupakan bagian integral dari agama.
Menghormati Kehendak
Karena Islam
menghormati akal, dan dalam hukum Islam ada ketentuan untuk melindungi akal,
maka Islam juga menghormati kehendak, yang merupakan kekuatan untuk
melaksanakan apa yang diperintahkan akal. Itulah sebabnya Islam memandang haram
semua aktivitas yang menghalangi penggunaan kekuatan-kehendak. Dalam bahasa
Islam, aktivitas seperti itu disebut "lahw".
Kerja
Islam menentang
nganggur dan malas-malasan. Karena orang menerima banyak dari masyarakat, maka
dia harus berbuat sesuatu untuk kepentingan masyarakat maupun untuk kepentingan
dirinya sendiri. Dia berkewajiban melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Benak
orang yang malas-malasan atau nganggur menjadi ruang kerja setan, demikian kata
peribahasa. Islam mengutuk orang yang menjadi parasit atau menjadi beban
masyarakat. Kata hadis, Terkutuklah orang yang melemparkan bebannya kepada
orang lain."
Memandang Suci Kerja
Bekerja, di samping
merupakan kewajiban, juga merupakan sesuatu yang suci dan disukai oleh Allah
SWT. Bekerja adalah setengah jihad. Dalam "Wasa'il asy-Syi'ah"
disebutkan hadis: "Allah menyukai orang beriman yang bekerja." "Orang
yang bekerja keras demi keluarganya adalah seperti orang yang berjuang di jalan
Allah."
Melarang Eksploitasi
Islam mengecam setiap
bentuk perbudakan. Bila ada unsur perbudakannya, sudah cukup untuk membuat
kerja jadi haram. Perbudakan adalah menggunakan tenaga orang lain untuk
kepentingannya'sendiri dan untuk tujuan yang tidak adil.
Mengecam Royal dan
Mubazir
Manusia dibolehkan
mengatur hartanya, namun artinya tidak lebih bahwa manusia merdeka untuk
memanfaatkan hartanya dalam kerangka yang dibolehkan oleh Islam. Manusia tidak
dibolehkan memubazirkan hartanya, juga tidak boleh membelanjakan hartanya
untuk hal-hal yang tidak perlu. Islam mengharamkan bermewah-mewah (royal) yang
oleh Islam digambarkan sebagai perbuatan penghamburan.
Kemudahan Hidup
Menyediakan bagi
keluarga (istri dan anak) hal-hal yang membuat hidup mereka enak, bukan saja
dibolehkan, namun juga diberi dorongan asalkan tidak berlebihan, tidak royal
dan tidak menimbulkan sesuatu yang haram.
Mengutuk Snap
Pemberi dan penerima
suap sangat dikutuk oleh Islam. Islam menggambarkan perbuatan seperti ini patut
mendapat siksa neraka. Uang yang didapat dari hasil suap haram hukumnya.
Mengutuk Penimbunan
Menimbun pangan dan
tidak menjualnya di pasar, dengan tujuan agar dapat menjualnya dengan harga
yang tinggi, diharamkan. Pemerintah Islam dibolehkan mengambil secara paksa
persediaan pangan seperti itu untuk kemudian dijual dengan harga yang wajar
tanpa persetujuan si pemilik.
Kepatutan dan
Kepentingan Publik
Basis penghasilan
adalah kepentingan dan kepatutan publik, bukan kehendak orang. Biasanya dalam
masalah finansial keinginan dan kecenderungan orang dipandang penting. Dan
untuk legalitas pekerjaan, dipandang cukup bila dibutuhkan oleh masyarakat.
Namun Islam menganggap kebutuhan semata-mata belum cukup untuk membuat suatu
pekerjaan atau profesi jadi baik dan dibutuhkan. Islam memandang kepatutan dan
kebaikan sebagai syarat yang harus dipenuhi. Dengan kata lain, adanya kebutuhan
saja belum cukup untuk legalitas suatu pekerjaan. Berdasakan ini Islam melarang
sejumlah pekerjaan dan transaksi. Pekerjaan-pekerjaan haram seperti itu ada
beberapajenis:
1. Bertransaksi
hal-hal yang mendorong kebodohan dan pikiran sesat.
Apa saja yang mendorong
kebodohan, pemutarbalikan pemikiran atau distorsi keyakinan adalah haram,
sekalipun cukup dibutuhkan. Berdasarkan ini, menjual berhala dan salib,
mempercantik wanita dengan tujuan memperdaya pelamarnya, memuji seseorang yang
tidak patut dipuji, dan menenung serta menujum, diharamkan. Penghasilan yang
diperoleh dari aktivitas-aktivitas seperti ini haram hukumnya.
2. Bertransaksi
barang-barang yang menyesatkan dan membiuskan.
Menjual dan membeli
buku, film dan barang lain yang sedikit atau banyak ikut menyebarkan kesesatan
atau kerusakan di masyarakat, haram hukumnya.
3. Perbuatan
yang menguntungkan musuh.
Mencari uang melalui
aktivitas yang dapat memperkuat posisi musuh secara militer, ekonomi, moral
atau teknologi, dan memperlemah pihak Islam, dilarang dan haram hukumnya. Bukan
saja menjual senjata dan peralatan lain yang penting kepada musuh dilarang,
menjual manuskrip yang langka pun dilarang.
4. Mencari uang
dengan jalan yang merugikan orang seorang atau masyarakat.
Menjual zat-zat yang
memabukkan, peralatan judi, benda-benda yang pada dasarnya kotor atau najis,
dan menjual benda-benda yang dipalsukan, haram hukumnya. Berjudi, mencemarkan
nama seorang mukmin, menyemangati orang yang berbuat salah, dan menerima
jabatan atau pekerjaan yang ditawarkan oleh penguasa yang tidak adil, juga
tergolong mencari uang dengan jalan yang merugikan orang seorang dan
masyarakat.
Ada pula jenis
mencari uang yang juga haram. Ada pekerjaan tertentu yang upahnya tidak boleh
diterima. Pekerjaan semacam itu terlalu suci untuk diberi upah, karena itu
pekerjaan seperti itu tidak boleh dijadikan sarana mencari nafkah. Pekerjaan
seperti itu adalah memberikan informasi tentang hukum Islam, melaksanakan
keadilan, memberikan pendidikan agama, menyampaikan khotbah dan sebagainya.
Profesi tabib atau dokter boleh jadi juga tergolong pekerjaan seperti itu.
Pekerjaan seperti itu terlalu suci untuk dijadikan sumber untuk mencari nafkah
dan mengumpulkan uang. Pekerjaan seperti itu harus dilakukan tanpa menerima
upah. Perbendaharaan Muslim harus menutup biaya hidup orang-orang yang
melakukan pekerjaan suci seperti itu.
Mempertahankan Hak
Melindungi hak orang
seorang maupun hak masyarakat, serta memerangi orang yang melanggar hukum,
merupakan pekerjaan yang suci. Al-Qur'an mengatakan, Allah tidak menyukai
ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang
dianiaya. (QS. an-Nisâ': 148). Nabi saw bersabda: "Sebaik-baik jihad
adalah berkata benar di hadapan penguasa lalim." Imam Ali bin Abi Thalib
as mengutip, bahwa Nabi saw mengatakan: "Suatu bangsa akan dapat menempati
posisi terpuji kalau bangsa tersebut mampu menjaga hak si lemah terhadap si
kuat tanpa rasa takut." (Nahj al-Balâghah, lihat Surat 53)
Tanpa Henti Berjuang
Menentang Kerusakan dan Memperbaiki Kondisi yang Ada
Prinsip amar ma'ruf
nahi munkar (menganjurkan kebajikan dan mencegah kemungkaran), dalam kata-kata
Imam Muhammad al-Baqir as, menjadi dasar dari seluruh perintah Islam. Prinsip
ini membuat seorang Muslim senantiasa berupaya membuat pembaruan dan berjuang
terus-menerus menentang kerusakan dan kekejian. Al-Qur'an memfirmankan: Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar (QS Ali'Imran: 110). Nabi saw bersabda:
"Kamu harus menyuruh kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran. Kalau
tidak, Allah akan membuatmu dikuasai oleh orang munkar. Kemudian orang baik di
antara kamu akan berdoa, namun doanya akan sia-sia." (Nahj al-Balâghah)
Monoteisme
Islam, terutama
sekali, adalah agama monoteistis (tauhid). Islam tidak menerima keraguan
terhadap tauhid teoretis maupun tauhid praktis. Dalam Islam, semua pikiran,
perilaku dan perbuatan diawali dengan Allah SWT dan diakhiri dengan Allah SWT
pula.
Islam menolak keras
setiap bentuk dualisme, trinitas, dan kemusyrikan. Islam menentang setiap
pikiran yang bertentangan dengan tauhid, seperti mengakui dua prinsip yang
independen, fundamental dan eksklusif, yaitu dua prinsip Allah SWT dan setan,
Allah dan manusia, atau Allah dan materi. Apa pun yang dilakukan, haruslah
diawali dan diakhiri dengan nama Allah, dan harus dilakukan demi Dia dan untuk
mendapatkan rida-Nya. Apa saja yang tidak sesuai dengan konsepsi ini, maka
tidak Islami. Dalam Islam, semua jalan mengarah ke tauhid. Moral Islam lahir
dari tauhid dan berujung pada tauhid. Begitu pula dengan pendidikan Islam,
politik Islam, ekonomi Islam dan sosialisme Islam.
Dalam Islam setiap
perbuatan diawali dengan nama Allah dan dengan bantuan-Nya. Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah Rabbil-'alamin. Segala sesuatu terjadi dengan nama Allah dan
dengan dukungan Allah. "Aku tawakal kepada Allah, dan kepada-Nya kaum
mukmin harus bersandar."
Monoteisme Islam
(tauhid) bukan semata-mata ide dan keyakinan kering, karena Allah tidak
terpisah dari makhluk-Nya. Dia bersama semua makhluk-Nya, dan meliputi
semuanya. Segala sesuatu diawali dengan-Nya, dan diakhiri dengan-Nya. Pikiran
monoteisme meliputi segenap eksistensi monoteis. Pikiran ini mengendalikan
semua gagasannya, kemampuannya, dan perilakunya. Pikiran ini mengarahkannya.
Itulah sebabnya Muslim sejati selalu ingat Allah pada awal, pertengahan dan
akhir setiap perbuatannya. Muslim sejati tak pernah menyekutukan Allah dengan
apa pun.
Meniadakan Perantara
Meskipun Islam
mengakui bahwa rahmat Allah SWT turun ke dunia ini melalui perantara tertentu,
dan percaya bahwa sistem sebab-akibat berlaku untuk urusan materi dan jiwa,
namun Islam tidak mengakui perantara sejauh menyangkut masalah ibadah. Kita
tahu, semua agama wahyu selain Islam sudah mengalami perusakan dan perubahan,
akibatnya orang lupa akan nilai hubungan langsungnya dengan Allah. Nah, anggap
saja ada sekat antara manusia dan Allah, dan hanya kaum pendeta dan ulama saja
yang dapat berkomunikasi langsung dengan Allah. Islam memandang pikiran semacam
ini musyrik. Dengan tegas Al-Qur'an mengatakan: Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. (QS.
al-Baqarah: 186)
Kemungkinan Hidup
Berdampingan Secara Damai dengan Mereka yang Hanya Percaya Kepada Satu Allah
Dari sudut pandang
Islam, dalam kondisi tertentu kaum Muslim dapat hidup damai di negeri mereka
dengan para pemeluk agama lain yang semula menganut paham tauhid, sekalipun
kini sudah menyimpang dari keyakinan semulanya, seperti kaum Yahudi, Kristiani,
Majusi dan sebagainya. Namun kaum Muslim tak dapat hidup bersama di sebuah
negeri Muslim dengan kaum musyrik. Bagaimanapun juga, demi kepentingan yang
lebih tinggi, kaum Muslim dapat membuat perjanjian damai, pakta non-agresi,
atau kesepakatan mengenai subjek tertentu dengan kaum musyrik.
Persamaan hak
Persamaan hak dan
non-diskriminasi merupakan prinsip utama ideologi Islam. Dari sudut pandang
Islam, semua manusia pada hakikatnya sama haknya. Mereka tidak diciptakan dalam
dua lapisan atau lebih. Darah, ras atau kebangsaan bukanlah ukuran unggul
tidaknya manusia. Seorang sayid Quraisy dan seorang badui, masing-masing sama
haknya. Dalam Islam, kemerdekaan, demokrasi dan keadilan merupakan produk
sampingan dari persamaan hak.
Dari sudut pandang
Islam, individu dapat kehilangan hak sipilnya demi kepentingannya sendiri dan
demi kepentingan masyarakat. Namun hal itu dapat terjadi dalam kondisi yang
sangat khusus, dan hal itu juga hanya untuk jangka waktu tertentu saja. Namun
ketentuan ini tak ada kaitannya dengan diskriminasi ras. Dari sudut pandang
Islam, perbudakaan yang sifatnya sementara waktu saja yang diperbolehkan, dan
itu pun hanya untuk maksud-maksud pembaruan dan pendidikan. Masalah ini tak ada
sigmfikansi atau arti ekonomi dan eksploitasinya.
Tak Ada Beda antara
Lelaki dan Perempuan
Dalam Islam, hak,
kewajiban dan hukuman juga untuk lelaki dan perempuan. Lelaki dan perempuan
adalah sama-sama manusia, karena itu keduanya memiliki banyak sifat yang sama.
Namun karena keduanya beda jenis kelaminnya, maka ada beberapa sifat yang khas
bagi lelaki dan bagi perempuan saja. Hak, kewajiban dan hukuman bagi keduanya
juga sama. Dalam hal ini tak ada bedanya antara lelaki dan perempuan. Hak
mendapatkan ilmu atau pengetahuan, hak beribadah, hak memilih pasangan hidup,
hak memiliki dan memanfaatkan harta, merupakan hak lelaki dan perempuan. Namun
dalam beberapa kasus sekunder ketika masalah kelamin ada arti khususnya, posisi
lelaki dan perempuan, kendatipun setara, beda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar