Oleh Syahid Ayatullah Murtadha Muthahhari (‘Ulama, Faqih, dan Filsuf)
Al-Qur'an Suci adalah
Kitab samawi dan mukjizat abadi Nabi saw. Kitab Allah ini diwahyukan kepada
Nabi saw dalam waktu dua puluh tiga tahun. Selain sebagai Kitab wahyu dan
manifestasi kekuatan mukjizat Nabi saw, Al-Qur'an Suci juga berperan lebih
besar dan lebih penting ketimbang peran tongkat Nabi Musa as dan napas Nabi Isa
as. Nabi saw suka membaca ayat-ayat Al-Qur'an untuk orang-orang. Kekuatan
magnetis ayat Al-Qur'an, dalam banyak kesempatan, mendorong banyak orang masuk
Islam. Dalam sejarah Islam, peristiwa-peristiwa seperti ini tak terhitung
jumlahnya.
Dalam Al-Qur'an Suci
ada 114 surah, dan ada sekitar 78.000 kata. Fakta bahwa sejak awal kedatangan
Islam sampai sekarang ini perhatian kaum Muslim kepada Al-Qur'an Suci sungguh
luar biasa menunjukkan dedikasi mereka kepada Al-Qur'an. Semasa hayat Nabi saw,
Al-Qur'an dicatat dalam bentuk tulisan oleh sejumlah orang yang khusus diangkat
oleh Nabi saw dan dikenal dengan sebutan "ahli tulis wahyu". Selain
itu, banyak orang Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun
muda, tertarik untuk menghafal seluruh atau sebagian isi Al-Qur'an. Dalam
salat, kaum Muslim membaca ayat Al-Qur'an. Kaum Muslim menganggap membaca ayat
Al-Qur'an di luar saat salat sebagai amal saleh. Kaum Muslim sungguh merasakan
suatu kenikmatan bila membaca Al-Qur'an.
Perhatian Besar Kaum
Muslim Kepada Al-Qur'an
Karena dampak cinta
berapi-api kaum Muslim kepada Al-Qur'an, maka di setiap masa kaum Muslim
menyumbangkan pikiran dan potensialitas praktis mereka untuk Al-Qur'an. Mereka
menghafal Al-Qur'an. Mereka belajar membacanya dengan benar. Mereka menulis tafsirnya,
dan menyusun buku-buku khusus untuk menjelaskan makna setiap katanya. Mereka
menghitung jumlah ayatnya, jumlah katanya, dan bahkan jumlah hurufnya. Mereka
menelaah maknanya. Dan hasil dari telaah ini mereka gunakan untuk menjawab
masalah hukum, moral, sosial, filsafat, makrifat dan ilmu pengetahuan. Mereka
menghiasi bicara dan tulisan mereka dengan kutipan ayat Al-Qur'an. Prasasti
yang tinggi nilainya, ubin Mosaik dan Qasyani yang bertulisan dan bergaris
indah cerah, berisi ayat-ayat Al-Qur'an. Kaum Muslim mengajarkan Al-Qur'an
kepada anak-anak mereka sebagai pendidikan pertania anak-anak. Mereka menyusun
kamus tata bahasa Arab dan kamus bahasa Arab untuk mempermudah memahami
Al-Qur'an. Dari Al-Qur'an, kaum Muslim mendapat dorongan semangat untuk mengembangkan
seni retorika.
Dedikasi kaum Muslim
kepada Al-Qur'an melahirkan sejumlah ilmu pengetahuan dan seni sastra. Ilmu
pengetahuan dan seni sastra tersebut tak mungkin ada kalau tak ada dedikasi
seperti itu.
Al-Qur'an Suci Tak
Terpada (Tak Ada yang Menyerupai)
Al-Qur'an Suci
merupakan mukjizat abadi Nabi Muhammad saw, Nabi terakhir. Sejak pertania turun
di Mekah, yang diawali dengan surah-surah pendek, Rasulullah saw resmi
melontarkan tantangan kepada kaum penyembah berhala. Nabi saw menegaskan bahwa
Al-Qur'an bukan buatannya. Al-Qur'an adalah dari Allah SWT. Nabi dan juga
manusia lainnya tak mungkin dapat membuat sesuatu seperti Al-Qur'an sekalipun
dibantu oleh siapa pun. Nabi saw berkata kalau mereka (kaum penyembah
berhala—pen.) tidak mempercayai dirinya, supaya mereka berupaya membuat sesuatu
seperti Al-Qur'an, dan untuk tujuan ini mereka dapat minta bantuan siapa saja.
Namun, pertama-tama harus mereka ketahui bahwa mereka tak akan pernah berhasil
meskipun seluruh manusia dan jin bahu membahu bersama mereka. Kaum penentang
Nabi saw, selama hayat Nabi saw atau pada periode setelah itu, yaitu 1400 tahun
yang lalu, tak dapat memenuhi tantangan ini. Yang dapat dilakukan kaum
penentang Islam pada zaman Nabi saw hanyalah mengatakan bahwa Al-Qur'an Suci adalah
sejenis sihir.
Tuduhan ini sendiri
merupakan pengakuan bahwa Al-Qur'an adalah supranatural dan bahwa mereka tak
mampu membuat sesuatu seperti Al-Qur'an. Raum penentang Nabi saw begitu putus
asa sehingga mereka mau melakukan apa saja untuk memperlemah kedudukan Nabi
saw. Namun yang tak dapat mereka lakukan adalah apa yang dikemukakan Nabi saw
sendiri dan apa yang dengan jelas diminta Al-Qur'an. Al-Qur'an meminta mereka
untuk membuat paling tidak satu surah meskipun panjangnya satu bans seperti
Surah at-Tauhîd (al-Ikhlâsh) atau Surah al-Kautsar.
Beberapa Aspek dari
Tak Terpadanya Al-Qur'an
Mari kita lihat
beberapa aspek kemukjizatan atau kesupranaturalan Al-Qur'an. Pada umumnya, tak dapat
ditirunya Al-Qur'an mengandung dua aspek: aspek yang berhubungan dengan
kata-kata Al-Qur'an, dan aspek yang berhubungan dengan isi Al-Qur'an.
Kata-kata Al-Qur'an
tak dapat ditiru karena gaya bicara (artikulasi)-nya indah dan artistik. Isi
Al-Qur'an tak dapat ditiru karena nilai intelektual dan ilmiahnya tinggi. Kedua
aspek ini, khususnya aspek kedua, sekali lagi pada gilirannya mengandung
beberapa aspek. Belakangan ini sebagian sarjana Mesir dan Iran mengklaim bahwa
salah satu aspek dari tak dapat ditirunya Al-Qur'an adalah huruf dan
kata-katanya disusun sedemikian rupa sehingga ayat-ayatnya membentuk kurva
menaik yang khusus.
Redaksi Al-Qur'an
Al-Qur'an memiliki
gayanya sendiri. Gayanya beda dengan gaya puisi dan prosa. Al-Qur'an bukan
puisi karena Al-Qur'an tidak bersajak, juga bukan gubahan irama. Lagi pula,
dalam puisi harus ada semacam tamsil yang disebut fantasi puisi. Puisi jalin
berkelindan dengan pernyataan berlebihan, dan pernyataan berlebihan ini sama
saja dengan bertutur dusta. Dalam Al-Qur'an Suci tak ada tamsil puitis, juga
tak ada kiasan fantastis. Pada saat yang sama Al-Qur'an juga bukan prosa biasa,
karena ada karakter arus dan irama yang harmonis yang tak terdapat dalam karya
prosa mana pun. Kaum Muslim selalu membaca Al-Qur'an dengan lagu yang khas.
Islam mengajarkan
supaya Al-Qur'an dibaca dengan suara yang melodius. Para Imam suci terkadang
membaca Al-Qur'an di rumah mereka dengan suara yang demikian melodius sehingga
orang-orang yang lalu-lalang di jalan yang kebetulan mendengarnya berhenti
untuk mendengarkan bacaan para imam. Tak ada karya prosa yang bisa semelodius
Al-Qur'an Suci. Dampak suara Al-Qur'an selaras dengan nilai spiritualnya, dan
beda dengan dampak suara musik. Sejak ditemukannya radio, belum pernah ada
pidato spiritual mana pun yang sebanding dengan Al-Qur'an dalam efek
melodiusnya yang indah. Selain di negara-negara Muslim, di negara-negara
non-Muslim juga ada program radio membaca Al-Qur'an. Program seperti ini
diadakan dengan pertimbangan keindahan dan suaranya yang merdu. Sungguh
menakjubkan ternyata keindahan Al-Qur'an melampaui batas ruang dan waktu.
Banyak pidato atau khotbah yang indah mendapat apresiasi hanya untuk periode
waktu tertentu, dan dengan berubahnya cita rasa, pidato atau khotbah itu pun
kehilangan nilai dan efeknya. Sebagian pidato atau khotbah ini mendapat
apresiasi hanya dan bangsa-bangsa tertentu dengan cita rasa dan latar belakang
budaya tertentu. Namun keindahan Al-Qur'an Suci adalah satu-satunya.
Keindahannya bukan untuk waktu tertentu, ras atau budaya tertentu saja.
Orang-orang yang tahu
atau mengenal gaya bicara Al-Qur'an, mendapati bahwa gaya bicara Al-Qur'an
ternyata selaras dengan cita rasa mereka. Semakin zaman berlalu dan berbagai
bangsa semakin mengenal Al-Qur'an Suci, mereka semakin terpesona dengan
keindahannya yang menawan.
Orang-orang Yahudi,
Kristen dan pengikut agama lain yang condong berprasangka selama empat belas
abad yang lalu dengan berbagai jalan menentang Al-Qur'an. Tujuan penentangan
mereka itu tak lain adalah untuk membuat lemah posisi Al-Qur'an. Mereka menuduh
Al-Qur'an telah mengalami perubahan. Mereka berupaya menciptakan keraguan
terhadap berbagai masalah yang berkaitan dengan Al-Qur'an. Mereka menggunakan
berbagai tipu daya. Namun mereka tak pernah berpikir minta tolong kepada ahli
tulis dan ahli sastra mereka untuk menjawab tantangan Al-Qur'an dan untuk
membuat setidaknya satu surah pendek seperti surah pendek Al-Qur'an.
Dalam sejarah Islam
bermunculan banyak sekali orang yang dikenal dengan sebutan zindiq (orang kafir
yang pura-pura beriman—pen.). Sebagian mereka luar biasa cerdas. Dengan
berbagai jalan mereka mengkritik agama Islam pada umumnya dan Al-Qur'an pada
khususnya. Sebagian mereka ahli bahasa Arab. Mereka mencoba menandingi
keunggulan Al-Qur'an. Namun yang dapat mereka lakukan hanyalah membuktikan
bahwa mereka ternyata amat jauh berada di bawah ketinggian dan kemuliaan
Al-Qur'an. Dalam hubungan ini, sejarah menuturkan kisah Ibn Rawandi, Abul 'Ala'
al-Muari dan Abu Thayib al-Mutanabbi. Ketiga orang inilah yang ingin
memperlihatkan diri mampu menandingi Al-Qur'an dan mampu membuktikan kalau
Al-Qur'an itu karya manusia. Juga bermunculan banyak penipu yang mengaku nabi.
Mereka membuat pernyataan yang mereka klaim sebagai wahyu dari Allah seperti
Al-Qur'an Suci. Tulaihah, Musailamah dan Sajah adalah dari golongan penipu ini.
Lagi-lagi yang dapat mereka buktikan hanyalah bahwa Al-Qur'an itu tinggi, agung
lagi mulia sementara mereka sendiri rendah.
Yang mengherankan
adalah ternyata kata-kata Nabi saw sendiri—yang melalui lidah sucinya Al-Qur'an
mengalir—tak seperti Al-Qur'an. Banyak sekali sabda Nabi saw, seperti
khotbahnya, peribahasanya, perintahnya dan doanya, telah sampai kepada kita.
Bahasanya tangkas lagi sempurna, meski tidak seperti bahasa Al-Qur'an. Jelaslah
bahwa hal ini membuktikan bahwa kata-kata Nabi saw dan Al-Qur'an berasal dari
dua sumber yang berbeda.
Imam Ali bin Abi
Thalib as mulai mengenal Al-Qur'an ketika baru berusia sepuluh tahun. Dengan
kata lain, Imam Ali as berusia sepuluh tahun ketika ayat-ayat pertama Al-Qur'an
turun kepada Nabi Muhammad saw. Imam Ali as menerima ayat-ayat Al-Qur'an
laksana orang kehausan menerima air yang bersih. Hingga saat-saat terakhir
hayat Nabi Muhammad saw, Imam Ali as mengepalai ahli-ahli tulis wahyu. Imam Ali
as hafal Al-Qur'an, dan selalu membacanya. Ibadah malam yang paling disukai
Imam Ali as adalah membaca Al-Qur'an.
Dengan demikian,
kalau saja mungkin menandingi gaya Al-Qur'an, maka Imam Ali as, yang tak
terpada kefasihannya, tentu sudah dapat menandingi gaya Al-Qur'an. Karena Imam
Ali as mendapat pengaruh dari gaya Al-Qur'an, maka semestinya
khotbah-khotbahnya bentuknya seperti ayat-ayat Al-Qur'an. Namun seperti yang
kita tahu, ternyata gaya Imam Ali as sangat beda dengan gaya Al-Qur'an.
Ketika Imam Ali as,
dalam khotbah-khotbahnya yang fasih, mengutip ayat Al-Qur'an, maka selalu
terlihat khas dan bersinar bagaikan bintang yang luar biasa terangnya di antara
bintang-gemintang lainnya.
Al-Qur'an tidak
menggunakan tema-tema yang lazimnya jadi pilihan manusia untuk memperlihatkan
kepiawaian retorika manusia, seperti pengagungan diri, pujian, sindiran, elegi
(syair ratapan), kidung cinta, dan paparan tentang keindahan alam.
Al-Qur'an Suci tidak
menyentuh tema-tema seperti ini. Subjek Al-Qur'an semuanya spiritual, seperti
monoteisme (tauhid), kebangkitan, kenabian, kewajiban etika, hukum, nasihat
keagamaan dan kisah moral. Namun gaya bicara Al-Qur'an luar biasa hebat dan
indah.
Susunan kata-kata
dalam Al-Qur'an tak terpada. Tak ada yang dapat mengubah posisi satu katanya
tanpa merusak keindahannya, juga tak ada yang dapat membuat sesuatu seperti
ayat Al-Qur'an. Dalam hal ini Al-Qur'an Suci dapat dibandingkan dengan sebuah
bangunan indah yang tak dapat diubah, juga tak ada yang dapat membangun
bangunan yang lebih baik atau menyamainya. Gaya Al-Qur'an belum pernah ada
sebelumnya, dan tidak akan dapat ditandingi untuk selamanya. Meski Al-Qur'an
telah melontarkan tantangan, namun tak ada yang mampu menandingi Al-Qur'an.
Tantangan Al-Qur'an
masih berlaku, dan akan selamanya berlaku. Sekarang pun kaum Muslim mengajak
bangsa-bangsa di seluruh dunia untuk ikut ambil bagian dalam kompetisi yang
dipermaklumkan oleh Al-Qur'an. Mereka mengatakan bahwa jika ada yang dapat
membuat sesuatu seperti Al-Qur'an, mereka akan bersedia keluar dari Islam.
Mereka seratus persen yakin bahwa mustahil ada yang dapat membuat sesuatu
seperti Al-Qur'an.
Isi Al-Qur'an
Bahwa Al-Qur'an tak
dapat ditandingi atau tak dapat ditiru— dari sudut pandang isinya—merupakan
pokok masalah yang perlu dibahas secara mendalam dan saksama sehingga
dibutuhkan buku tersendiri. Namun kiranya pengantarnya dapat dibahas dengan
singkat di sini. Pertama-tama perlu diketahui jenis kitab seperti apa Al-Qur'an
itu. Apakah sebuah kitab filosofis? Kitab ilmu pengetahuan? Kitab sastra? Atau
kitab seni?
Jawabannya adalah
bukan kitab-kitab seperti itu. Para nabi bukanlah filosof, bukan ilmuwan, bukan
sastrawan, bukan sejarawan, bukan seniman, bukan seniman teknik. Meski
demikian, para nabi memiliki semua keunggulan yang dimiliki orang-orang yang
disebutkan di atas, bahkan dengan nilai lebih. Al-Qur'an merupakan kitab wahyu.
Bukan kitab filsafat, bukan kitab ilmu pengetahuan, bukan kitab sejarah, bukan
kitab sastra, dan bukan kitab seni. Namun Al-Qur'an memiliki keunggulan yang
dimiliki oleh kitab-kitab seperti itu, bahkan dengan nilai lebih.
Al-Qur'an merupakan
Kitab yang diperuntukkan untuk membimbing manusia. Al-Qur'an dapat pula disebut
kitab manusia— manusia yang telah diciptakan oleh Allah SWT, dan para nabi
diutus untuk membimbing dan menyelamatkan manusia dan untuk mengajarkan kepada
manusia cara mengenal diri. Karena Al-Qur'an merupakan kitab manusia, maka
Al-Qur'an juga merupakan Kitab Allah SWT, karena manusia adalah makhluk yang
penciptaannya dimulai sebelum penciptaan alam semesta ini dan akan berakhir
setelah berakhirnya alam semesta ini. Dari sudut pandang Al-Qur'an, manusia
merupakan tiupan roh Ilahi. Manusia pasti akan kembali kepada Allah. Karena
itu, mengenal Allah dan mengenal manusia saling berkaitan. Manusia tak mungkin
mengenal Tuhannya dengan benar kalau dia tak mengenal dirinya sendiri. Manusia
juga tak mungkin mengenal realitasnya kalau dia tak mengenal Allah SWT.
Manusia mazhab para
nabi, yang perincian lengkapnya terdapat dalam Al-Qur'an, beda sekali dengan
manusia yang pengetahuan tentangnya dapat diperoleh melalui ilmu pengetahuan.
Manusia mazhab para nabi jauh lebih lengkap. Manusia yang digambarkan oleh ilmu
pengetahuan, eksistensinya hanya antara dua poin: lahir dan mati. Kegelapan
menyelimuti apa yang terjadi sebelum dan sesudah dua poin ini. Ilmu pengetahuan
tak tahu ini. Namun manusia yang digambarkan Al-Qur'an tidaklah sebatas itu.
Manusia datang dari alam lain, dan masa depannya ada di alam itu. Di dunia fana
ini manusia harus menyempurnakan dirinya. Masa depannya di akhirat ditentukan
oleh karakter aktivitasnya di dunia fana ini, dan ditentukan oleh apakah
upayanya itu benar atau salah. Kemudian, orang biasa tak tahu manusia,
sekalipun posisi manusia antara poin lahir dan poin matinya. Sedangkan para
nabi tahu.
Manusia yang
digambarkan Al-Qur'an tentu tahu:
(1) Dari mana
asalnya.
(2) Hendak kemana.
(3) Di mana dia
sekarang ini.
(4) Bagaimana
semestinya dia itu.
(5) Apa yang mesti
dilakukan.
Kesejahteraan dan
keselamatannya di dunia fana ini dan di akhirat ditentukan oleh jawaban
praktisnya terhadap kelima masalah ini dengan benar. Untuk mengetahui
asal-usulnya, manusia harus mengenal Penciptanya dan harus mengenal dunia dan
manusia yang merupakan ayat-ayat-Nya. Untuk mengetahui hendak kemana manusia,
manusia harus merenungkan dan mempercayai pernyataan Al-Qur'an tentang
kebangkitan, siksa hari kiamat, pahala dan siksa yang dalam kasus-kasus
tertentu kiranya abadi. Manusia harus percaya bahwa karena Allah adalah titik
mula dari segala yang ada, maka Dia juga titik kembalinya segala yang ada itu.
Untuk mengetahui
posisinya sekarang ini, manusia harus mengkaji sistem dunia dan hukum yang
berlaku di dunia. Dia harus mengetahui posisi manusia di antara segala sesuatu
lainnya, dan harus menemukan kembali dirinya. Untuk mengetahui harus bagaimana,
manusia harus mengetahui arah manusia yang sebenamya, dan harus membangun
perilakunya sesuai dengan arah itu.
Untuk mengetahui apa
yang mesti dilakukan, manusia harus mengikuti aturan orang seorang dan sosial.
Selain semua ini, manusianya Al-Qur'an harus mempercayai eksistensi hal-hal
tertentu yang tak kasat indera yang dalam istilah Al-Qur'an sendiri disebut
"gaib". Manusianya Al-Qur'an juga harus percaya adanya saluran bagi
bekerjanya kehendak Allah SWT di alam semesta ini. Manusia seperti ini juga
harus tahu bahwa Allah SWT tak pernah membiarkan manusia tanpa mendapat
petunjuk Tuhan. Allah SWT mengutus hamba-hamba pilihan menjadi nabi untuk
menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia.
Manusianya Al-Qur'an
memandang alam sebagai ayat Allah, dan memandang sejarah sebagai "medan
uji" nyata yang membuktikan kebenaran ajaran para nabi. Jadi, begitulah
manusianya Al-Qur'an, dan ini semua merupakan sebagian kewajiban yang
digariskan Islam untuk manusia seperti itu.
Al-Qur'an
membicarakan begitu banyak pokok masalah sehingga mustahil menyebutkan satu per
satu semua topik yang dibicarakannya. Namun bila dilihat sepintas,
masalah-masalahnya antara lain adalah:
1. Allah, Zat-Nya,
keesaan-Nya, sifat-sifat positif-Nya, yaitu kualitas-kualitas yang mesti kita
yakini dimiliki Allah.
2. Akhirat,
kebangkitan, dan tahap-tahap antara mati dan bangkit.
3. Malaikat, yaitu
kekuatan yang sadar diri dan sadar akan Penciptanya, dan merupakan pelaksana
kehendak Tuhan.
4. Nabi atau orang
yang menerima wahyu dari Allah SWT dan menyampaikannya kepada umat manusia.
5. Desakan, nasihat,
peringatan untuk beriman kepada Allah, akhirat, malaikat, nabi, dan Kitab Suci.
6. Penciptaan langit,
bumi, gunung, sungai, tumbuhan, binatang, awan, hujan, meteor dan sebagainya.
7. Ajakan untuk
menyembah Allah dengan sepenuh hati dan untuk tidak menyekutukan Allah dengan
apa pun. Larangan menyembah selain Allah entah itu manusia, malaikat, matahari,
bintang atau berhala.
8. Mengingat rahmat
dan karunia Allah di dunia ini.
9. Karunia abadi
Allah untuk orang takwa di akhirat, dan siksa pedih dan terkadang abadi dari
Allah untuk pendosa.
10.Argumen yang
berkenaan dengan Allah, kebangkitan, nabi dan sebagainya, serta beberapa
nujuman dalam kaitan ini.
11.Kisah dan
peristiwa sejarah yang membuktikan kebenaran misi nabi dan yang memperlihatkan
bahwa kebahagiaan merupakan akhir dari orang takwa yang mengikuti nabi, dan
siksa atau kepedihan bagi orang yang menolak nabi.
12.Ketakwaan,
kebajikan dan penyucian diri. Peringatan tentang bahaya bisikan setan,
berkhayal diri, dan pikiran yang sesat.
13.Kebajikan moral
orang, seperti benar, tabah, sabar, adil, dermawan, kasih sayang, ingat Allah,
cinta kepada Allah, bersyukur kepada Allah, takut kepada Allah, percaya kepada
Allah, pasrah kepada kehendak Allah, menerima perintah Allah, arif,
berpengetahuan, jujur, dan cerah hati berkat takwa, jujur dan cermat.
14.Kebajikan moral
kolektif, seperti bersatu, mendorong orang lain untuk menerima kebenaran,
meminta orang lain untuk tabah, sabar, bekerja sama dalam masalah kebajikan dan
ketakwaan, tidak membenci dan tidak dengki, memberikan nasihat tentang
kebaikan, mencegah kekejian, dan bekorban jiwa dan harta di jalan Allah.
15.Hukum berkenaan
dengan masalah-masalah seperti salat, puasa, zakat, khumus, haji, jihad, nazar,
sumpah, jual-beli, gadai, sewa, hibah, perkawinan, hak suami-istri, hak orang
tua-anak, cerai, sumpah kutukan, zhihar (perkataan suami kepada istrinya,
"Engkau aku haramkan seperti punggung ibuku"—pen.), waris, menuntut
bela, hukuman, utang, bukti, harta, pemerintahan, musyawarah, hak si miskin,
hak masyarakat, dan sebagainya.
16.Kejadian dan
peristiwa selama dua puluh tiga tahun kenabian Nabi Muhammad saw.
17.Keterangan tentang
ciri menonjol dan amal Nabi Muhammad saw.
18.Keterangan lengkap
mengenai tiga kelompok: orang beriman, orang kafir, dan orang munafik di setiap
zaman.
19.Watak orang
beriman, orang kafir, dan orang munafik di zaman Nabi Muhammad saw.
20.Hal-hal gaib
selain malaikat, jin, dan iblis.
21.Karakteristik
Al-Qur'an sendiri.
22.Penyucian Asma
Allah SWT oleh segala yang ada di dunia dan kesadaran batin mereka akan
eksistensi Pencipta mereka.
23.Dunia, hukumnya,
kefanaannya, dan tidak pantasnya dunia menjadi ideal manusia. Hanya Allah, akhirat
dan akhirat sajalah yang tepat untuk menjadi tujuan puncak bagi manusia.
24.Mukjizat nabi.
25.Pembenaran atas
Kitab-kitab wahyu sebelum Al-Qur'an, khususnya Taurat dan Injil. Koreksi atas
perubahan dan kesalahan yang menimpa Kitab-kitab ini.
Keluasan Makna
Ini merupakan uraian
singkat mengenai isi Al-Qur'an. Karena ringkas, maka sama sekali tak dapat
diklaim cukup memadai. Kalau mempertimbangkan beberapa pokok masalah berkenaan
dengan manusia dan kewajibannya, dunia dan Allah, maka tak ada buku karya
manusia yang bicara tentang manusia yang dapat disejajarkan dengan Al-Qur'an,
khususnya kalau diingat fakta bahwa Al-Qur'an diturunkan melalui seorang yang
buta huruf yang tak mengenai gagasan pemikir mana pun atau intelektual mana
pun. Lingkungan sekitar orang tersebut primitif dan penyembah berhala.
Masyarakatnya sangat tidak berbudaya.
Untuk pertama kalinya
Al-Qur'an menyodorkan banyak pokok masalah yang luas lagi bermakna dengan cara
sedemikian sehingga filosof, ahli hukum, moralis dan sejarawan mendapat ilham
dari banyak pokok masalah tersebut. Bahkan orang paling jenius pun mustahil
melahirkan gagasan seperti gagasan-gagasan ini, gagasan-gagasan yang mampu
mempengaruhi kaum intelektual paling cemerlang. Beginilah posisinya, seandainya
saja apa yang disampai-kan Al-Qur'an sama tingkatannya dengan karya sarjana.
Namun kita tahu pasti bahwa dalam kebanyakan kasus Al-Qur'an telah membuka
cakrawala-cakrawala yang benar-benar baru.
Allah SWT dalam
Al-Qur'an
Hanya satu topik yang
dirujuk di sini. Yaitu topik Allah SWT dan hubungan-Nya dengan dunia dan
manusia. Kalau yang dipertimbangkan cuma bagaimana Al-Qur'an membicarakan
masalah ini, lam apa yang dikatakan Al-Qur'an dalam hal ini dibandingkan dengan
gagasan-gagasan yang dikemukakan manusia, maka sangat jelas sekali bahwa
Al-Qur'an adalah mukjizat.
Menurut Al-Qur'an,
Allah SWT tak memiliki cacat atau kelemahan, dan tak memiliki semua kualitas
yang tak patut bagi-Nya. Al-Qur'an justru menyebutkan bahwa Allah memiliki
semua sifat atau kualitas mulia, dan menyebutkan pula Nama-nama paling
mulia-Nya. Ada sekitar lima belas ayat yang menyebut Allah tak memiliki cacat
atau kelemahan, dan lebih dari lima puluh ayat menyebutkan Sifat-sifat
mulia-Nya serta Nama-nama paling indah-Nya.
Al-Qur'an amat akurat
dalam menjelaskan tentang Allah SWT, sehingga penjelasan ini mencengangkan kaum
teolog. Ini sendiri sudah merupakan sejelas-jelas mukjizat dari seseorang yang
buta huruf dan tak pernah duduk di bangku sekolah. Al-Qur'an telah menunjukkan
berbagai jalan yang mungkin untuk mengenal Allah. Jalan tersebut antara lain
adalah mengkaji alam dan manusia, menyucikan diri, dan saksama serta mendalam
memikirkan kehidupan dan eksistensi. Filosof-filosof Islam yang paling terkenal
mengakui bahwa Al-Qur'an Sucilah yang mengilhami argumen-argumen mereka yang
sangat kuat.
Menurut Al-Qur'an,
hubungan Allah SWT dengan alam semesta murni berdasarkan monoteisme (tauhid).
Dengan kata lain, dalam bertindak dan berkehendak, Allah SWT tak ada saingan
atau mitra. Semua perbuatan, niat dan pilihan kita semua justru ditentukan oleh
Allah SWT.
Hubungan Manusia
dengan Allah SWT
Dengan begitu indah
Al-Qur'an menjelaskan hubungan manusia dengan Allah. Tak seperti tuhannya kaum
filosof, Allah menurut Al-Qur'an bukanlah satu wujud yang kering lagi tak
berjiwa yang tak ada hubungannya dengan umat manusia. Menurut Al-Qur'an, Allah
SWT bahkan lebih dekat dengan manusia ketimbang urat merihnya sendiri. Hubungan
Allah SWT dengan manusia adalah hubungan "memberi dan menerima."
Allah rida kepada manusia atas dasar prinsip timbal-balik. Allah SWT
mendekatkan manusia kepada diri-Nya dan menghiburnya: Hanya dengan mengingat
Allah, hati jadi tenteram. (QS. ar-Ra'd: 28)
Yang membutuhkan
Allah SWT bukan saja manusia, namun juga segala eksistensi. Semua yang eksis,
dari lubuk hati eksistensinya, berkomunikasi dengan Allah. Mereka memuji Allah
serta menyucikan Asma-Nya. Al-Qur'an mengatakan: Dan tak ada sesuatu pun
melainkan bertasbih kepada Allah dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak
mengerti tasbih mervka. (QS. al-Isrâ': 44)
Tuhannya kaum
filosof, yang oleh kaum filosof disebut "Sebab Pertama" atau
"Wujud Yang Wajib Ada", tak ada hubungannya dengan manusia kecuali
bahwa Dia telah menciptakan manusia dan menempatkan manusia di dunia ini. Namun
Allahnya Al-Qur'an adalah objek cinta dan Wujud yang paling dibutuhkan. Allah
SWT memberi manusia antusiasme dan mendorong manusia untuk bekorban. Demi Dia
manusia sering melewatkan malam harinya dengan tidak tidur, dan melewatkan
siang harinya dengan senantiasa aktif, karena Dia menjadi ideal sucinya.
Karena mengetahui
Al-Qur'an, para filosof Muslim mampu mengembangkan teologi mereka ke tingkat
yang paling tinggi, yaitu dengan memasukkan konsepsi-konsepsi Al-Qur'an ke
dalam teologi mereka. Mungkinkah seorang yang buta huruf dan tak pernah
mengenyam bangku sekolah berbicara masalah-masalah teologi beribu-ribu tahun
sebelum filosof-filosof seperti Plato dan Aristoteles?
Al-Qur'an, Taurat dan
Injil
Al-Qur'an membenarkan
Perjanjian Lama dan Baru Bible. Namun Al-Qur'an mengatakan bahwa Kitab-kitab
itu telah mengalami perubahan dan tangan-tangan manusia telah mempermainkan
Kitab-kitab itu. Al-Qur'an telah mengoreksi sebagian kesalahan atau perubahan
yang terjadi pada Kitab-kitab ini dalam masalah teologi, kisah dan sebagian hukum.
Contoh kesalahan ini adalah kisah Pohon Terlarang dan kekeliruan Adam as
seperti yang kami sebutkan sebelumnya. Al-Qur'an menolak kisah-kisah totol
seperti kisah pergulatan Tuhan, dan menyatakan bahwa para nabi bebas dari
segala yang tak patut yang dinisbahkan oleh kitab-kitab sebelumnya kepada para
nabi. Ini sendiri sudah merupakan bukti kebenaran Al-Qur'an.
Kisah Historis
Al-Qur'an
menceritakan beberapa kisah historis yang tak pernah diketahui oleh manusia
pada zaman itu. Bahkan Nabi Muhammad saw sendiri tak tahu kisah-kisah seperti
itu. Al-Qur'an mengatakan: Tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak pula
kaummu sebelum ini. (QS. Hûd: 49)
Tak ada satu orang
Arab pun yang mengaku tahu kisah-kisah tersebut. Al-Qur'an menceritakan
kisah-kisah ini dengan tidak mengikuti Bibel. Kisah-kisah yang dipaparkan
Al-Qur'an adalah versi yang sudah dimodifikasi. Para peneliti dari kalangan
sejarawan modern, dalam masalah kaum Saba' dan suku Tsamud, membenarkan versi
Al-Qur'an.
Al-Qur'an dan
Prediksi
Kaum Quraisy sangat
bahagia ketika pada tahun 615 M Iran berhasil mengalahkan Romawi. Pada
kesempatan ini Al-Qur'an dengan tegas menyatakan bahwa dalam periode kurang
dari sepuluh tahun Romawi kembali akan mengalahkan Iran. Mengenai soal ini
sebagian kaum musyrik bertaruh untuk kekalahan kaum Muslim. Namun kemudian
berbagai peristiwa membuktikan kebenaran Al-Qur'an dan segalanya terjadi
seperti yang diramalkan Al-Qur'an. Al-Qur'an juga dengan tegas meramalkan bahwa
orang yang menyebut Nabi Muhammad saw "tak berketurunan" itu sendiri
adalah "tak berketurunan". Pada zaman itu orang itu memiliki tujuh
anak, namun dalam dua atau tiga generasi, keturunannya musnah. Semua ini
menunjukkan bahwa Al-Qur'an adalah mukjizat dan tak terpada. Banyak hal lainnya
yang luar biasa yang membuktikan bahwa pada tataran intelektual Al-Qur'an
adalah mukjizat. Hal-hal tersebut berhubungan dengan ilmu fisika, kimia,
biologi, geologi, botani, filsafat dan sejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar