“Menebar permusuhan kepada Sunni di dunia Syi’ah –dan
menebar permusuhan terhadap Sy’iah di dunia Sunni dengan menulis buku, menuduh,
dan menghina tidak akan membuat satu pun pengikut Syi’ah menjadi Sunni atau
menjadikan satu pun pengikut Sunni menjadi Syi’ah”
Oleh Ayatullah Ali Khamenei
“Mereka-mereka yang ingin menarik semua dunia Islam
pada kecintaan Ahlul Bait dan wilayah Ahlul Bait harus tahu bahwa tidak akan
ada orang yang bisa menjadi Syi’ah dan mengakui kepemimpinan atau wilayah Ahlul
Bait lewat permusuhan, penghinaan dan kebencian”
Pertama-tama saya
mengucapkan selamat Hari Raya Ghadir Khum kepada Anda semua yang hadir di sini,
dan kepada seluruh bangsa kita yang mukmin, serta kepada dunia Islam. Ghadir
Khum merupakan elemen utama identitas Syi’ah atau para pengikut para Imam
Maksum as dan berkat Hari Raya ini, yang dengannya para pengikut Syi’ah
merasakan jati dirinya dengan mengenang hari dan peristiwa besar itu selama
beberapa abad. Dan kepada Anda sekalian saya ucapkan selamat datang, khususnya
kepada saudara dan saudari yang datang dari daerah-daerah yang cukup jauh dari
berbagai kota dan begitu pula kepada keluarga-keluarga syuhada yang terhormat.
Masalah al Ghadir adalah
bagian dari masalah-masalah yang dengan memikirkannya akan sangat membantu
masyarakat Islam terutama rakyat dan negara kita agar tidak kehilangan jalan
yang benar. Saya akan mengemukakan dua tiga poin berkaitan masalah al Ghadir.
Poin pertama adalah
peristiwa al Ghadir itu sendiri. Dunia Islam yang sejak zaman Nabi Muhammad
saww sudah relatif meluas, telah menyaksikan sebuah peristiwa sangat penting
yaitu pengumuman tentang Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as sebagai penerus
kepemimpinan setelah Nabi. Peristiwa Ghadir sendiri tidak hanya diriwayatkan
oleh kaum Syi’ah saja, tetapi juga para pakar hadis dan para pembesar Sunni
telah menukil peristiwa sangat penting ini –tetapi pemahaman mereka tentang
masalah ini berbeda. Hanya saja status kebenaran peristiwa ini di kalangan kaum
muslimin merupakan bagian dari hal-hal yang sudah jelas dan pasti. Peristiwa
pengukuhan pengganti Nabi di akhir-akhir hayat beliau –lebih kurang 70 hari
sebelum beliau SAW wafat beliau- pada hakikatnya merupakan indikator penting
masalah pemerintahan, politik dan wilayah amr atas kaum muslimin dalam
pandangan Islam.
Imam Khomeini sendiri dan
para fuqaha besar sebelum beliau sangat menekankan pentingnya masalah persatuan
antara agama dan politik –serta pentingnya masalah pemerintahan dalam agama.
Pandangan itu memiliki akar dalam ajaran Islam –dan merupakan salah satu
pelajaran besar dari al Ghadir. Inilah yang menunjukkan pentingnya masalah pemerintahan.
Semua kalangan yang memahami makna ini dari peritiwa al Ghadir –yaitu kita,
kaum Syi’ah dan bahkan sebagian besar kalangan non Syi’ah yang merasakan makna
ini atau memahaminya dari peristiwa al Ghadir- sudah selayaknya memerhatikan
bahwa sepanjang sejarah Islam masalah pemerintahan dan kepemimpinan merupakan
sebuah masalah mendasar, penting dan prioritas dalam Islam. Kita tidak bisa
bersikap acuh dan tak peduli pada masalah pemerintahan dan kepemimpinan.
Pemerintahan Republik
Islam –baik dalam Undang-Undang Dasar maupun dalam kebijakan lain Republik
Islam- sangat menekankan masalah pengaturan negara Islam dikarenakan adanya
akar yang sangat mendasar dalam Islam berkaitan dengan masalah ini. Ini satu
poin yang tidak boleh dilupakan. Poin kedua selain poin pertama, adalah bahwa
dalam peristiwa al Ghadir, Rasulullah saww telah memperkenalkan Amirul
Mukminin, Ali bin Abi Thalib as. Apa saja karakter khusus yang ada pada diri
Amirul Mukminin Ali as di zaman itu, sehingga kehidupannya dikenal atas dasar
itu? Karakter pertama Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as adalah selalu
mengharapkan keridhaan Ilahi dan selalu bergerak di jalan yang lurus –meskipun
harus melewati banyak rintangan, harus berjihad dan berkorban sedemikian rupa.
Ini adalah salah satu karakter terpenting Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.
Amirul Mukminin Ali bin
Abi Thalib as adalah pribadi yang hanya berjalan di jalan Allah –dan tidak
pernah mundur selangkah pun sejak zaman kanak-kanak sampai detik-detik
syahadah. Beliau tidak pernah ragu dan selalu siap mempertaruhkan seluruh jiwa
raganya di jalan Allah. Ketika beliau harus berdakwah, beliau pun berdakwah,
ketika harus mengayunkan pedangnya, beliau mengayunkan pedang di dalam barisan
pasukan Rasulullah SAW. Beliau tidak pernah takut mati sama sekali. Ketika
harus bersabar, beliau pun bersabar. Ketika harus memimpin pemerintahan, beliau
pun masuk dalam medan politik. Dan dalam semua era yang berbeda ini,
pengorbanan apa saja yang sudah semestinya beliau lakukan dapat disaksikan
dengan jelas. Rasulullah SAW telah menempatkan pribadi yang sedemikian rupa itu
sebagai pemimpin untuk umat Islam. Ini adalah sebuah pelajaran –sebuah
pelajaran bagi umat Islam bukan sekedar catatan sejarah dan kenangan dari
beberapa abad yang telah berlalu.
Ini menunjukkan bahwa
tolok ukur dalam memimpin masyarakat dan umat Islam adalah keimanan, jihad demi
keridhaan Allah, pengorbanan dengan jiwa dan harta, pantang lari dari kesusahan
dan kesulitan apa pun, jauh dari kecintaan kepada dunia. Puncak semua tolok
ukur ini adalah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as, indikatornya adalah
wujud Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Inilah pelajaran besar dari al Ghadir.
Jika kita lihat dunia
Islam –dan berbagai pemerintahan Islam serta berbagai sistem kenegaraan dan
politik di dunia, maka akan terlihat betapa besar perbedaan antara apa yang
telah disuguhkan oleh Islam kepada umat manusia dan apa yang merupakan realitas
di dunia saat ini. Pukulan terbesar yang dirasakan manusia berasal dari titik
ini. Islam menganggap penting manajemen seperti manajemen Amirul Mukminin Ali
bin Abi Thalib as demi keselamatan manusia. Tentu saja harus diingat bahwa
dalam hal ini Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as adalah murid dan pengikut
Rasulullah SAW. Ketika berbicara tentang kezuhudannya, Amirul Mukminin Ali bin
Abi Thalib as berkata: “Di mana letak kezuhudanku
dibanding dengan kezuhudan Rasulullah?!”
Dalam masalah jihad, dalam
kesabaran dan dalam berbagai hal lainnya, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as
adalah murid Rasulullah SAW yang paling menonjol dan paling unggul. Beginilah pribadi yang layak. Kita harus
menjadikan hal ini sebagai panutan; bukan hanya untuk negara kita saja –tetapi
juga bagi dunia Islam. Inilah klaim dan harapan kita. Sosok figur manusia mulia
yang tidak mementingkan dunia dengan segala perhiasannya, dan siap berkorban di
jalan kebenaran inilah yang dapat menyelamatkan manusia. Pemimpin seperti ini
tidak menuruti bisikan hawa nafsunya dan tidak ditundukkan oleh berbagai
peristiwa besar kehidupan hanya karena kepentingan rendah pribadi. Maksud
kami ketika berulang kali menyampaikan bahwa pesan Islam dan pesan Republik
Islam untuk dunia adalah pesan baru, maksudnya adalah ini, dan ini adalah salah
satu contoh pentingnya.
Hari ini Anda bisa
menyaksikan tingkat kehidupan manusia di dunia, para pemimpin negara, para
petinggi politik berbagai negara. Coba Anda lihat siapakah di antara mereka
yang bersedia mengorbankan kepentingan pribadi dan kesenangan pribadinya?
Siapakah yang siap mengorbankan keuntungan pribadi yang ada dalam genggaman
demi maslahat dan kepentingan rakyat dan negaranya? Siapakah di antara mereka
yang bersedia bersikap tegas tanpa menimbang kepentingan ini dan itu?
Saat ini, salah satu kevakuman
yang dirasakan oleh umat manusia adalah ketiadaan pribadi-pribadi mulia yang
contoh sempurnanya telah ditunjukkan oleh Islam. Tentu saja mencapai puncak
tolok ukur tadi bukanlah pekerjaan semua manusia biasa. Tidak ada manusia yang
bisa hidup dan bertindak seperti Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as; menjadi
seperti Amirul Mukminin adalah sebuah impian yang mustahil. Tetapi puncak telah
menunjukkan arah kepada kita. Kita harus bergerak menuju puncak, harus berusaha
mirip dengannya dan dekat dengannya. Inilah kevakuman yang dirasakan umat
manusia saat ini. Inilah satu poin yang ada dalam peristiwa al Ghadir. Satu
masalah yang harus diperhatikan, bahwa pesan Ghadir kepada dunia adalah pesan
tentang model ideal pemerintahan Islami.
Pribadi yang sangat keras
saat berhadapan dengan musuh Allah –dan tegas menghadapi kerakusan, tetapi
ketika berhadapan dengan manusia-manusia mazlum dan lemah ia nampak begitu
rendah hati dan sangat penyabar sampai-sampai orang tidak percaya bahwa pribadi
ini adalah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Detik-detik pertama ketika Amirul Mukminin as tiba di Kufah dan rakyat
di sana belum mengenal beliau, perilaku, pakaian dan tindak tanduk beliau
sedemikian rupa –sehingga tidak seorang pun orang di jalanan dan di
lorong-lorong pasar yang mengetahui bahwa orang yang sedang berjalan ini adalah
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as, sang khalifah yang mulia. Beliau
sangat tawadhu di hadapan rakyat biasa dan begitu sabar, tetapi sangat tegas
dan ksatria dalam menghadapi musuh-musuh Islam dan orang-orang yang zalim.
Inilah teladan.
Ada satu poin lagi yang
akan kami sampaikan berkaitan masalahal Ghadir. Bagi kita kaum Syi’ah, masalah al
Ghadir adalah pilar akidah. Kita yakin bahwa setelah Nabi Muhammad saww, imam
dan pemimpin yang haq bagi umat Islam adalah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
as. Ini adalah pilar dan landasan utama akidah Syi’ah. Tentu saja
saudara-saudara kita yang Sunni tidak meyakini hal ini karena mereka
berpendapat dan berpandangan lain. Indikasi ini memang ada. Tetapi dalam
peristiwa al Ghadir sebenarnya ada satu poin yang dapat menjadi sarana
persatuan umat Islam, yaitu Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as sendiri (–yang
dicintai Syi’ah dan Sunni). Tidak ada pertentangan tentang pribadi mulia ini di
kalangan muslimin. Semua melihat dan menyaksikan Amirul Mukminin berada di
titik tertinggi dimana Amirul Mukminin Ali as harus dilihat dari titik itu –dari
sisi ilmu, takwa dan keberanian-. Maksudnya, Amirul Mukminin Ali bin Thalib as
adalah titik pertemuan akidah semua umat Islam.
Apa yang harus kita
perhatikan hari ini adalah bahwa Syi’ah telah menjaga akidah ini layaknya jiwa
orang terkasih berabad-abad lamanya –meskipun selalu ada permusuhan yang
sedikit banyaknya diketahui semua orang. Betapa mereka (para penguasa yang
membenci Ahlul Bait as) menzalimi, menekan dan menciptakan suasana yang begitu
mencekam, namun Syi’ah selalu menjaga akidah ini. Fiqih Syi’ah, Kalam Syi’ah,
Filsafat Syi’ah, berbagai disiplin keilmuan Syi’ah, peradaban Syi’ah,
pemikiran-pemikiran tinggi kaum Syi’ah dan pembesar serta tokoh Syi’ah selalu
bersinar terang sepanjang sejarah Islam. Jadi inilah akidah yang dijaga oleh
Syi’ah. Akan tetapi Anda harus
perhatikan bahwa akidah ini jangan sampai menjadi sumber pertentangan dan
permusuhan. Selama bertahun-tahun kami selalu mengetengahkan hal ini, dan
hari ini juga kami ulang kembali. Kita telah melihat niat musuh, betapa mereka
memiliki maksud-maksud buruk dalam menciptakan permusuhan di tengah umat Islam
melalui berbagai cara –misalnya dengan mengetengahkan isu Syi’ah dan Sunni.
Musuh itu adalah musuh
Islam, musuh Qur’an, musuh tauhid, bukan hanya musuh satu kelompok tertentu
dari Islam. Musuh berusaha menciptakan permusuhan di antara umat Islam. Mereka
mengetahui bahwa persatuan umat Islam akan sangat membahayakan dirinya. Musuh
melihat bahwa ketika Revolusi Islam di Iran menang, betapa kebesaran dan
pancaran revolusi ini telah berhasil menarik hati dunia Islam dan negara-negara
Islam, padahal mereka bukan Syi’ah. Jutaan
saudara Muslim Sunni kita di negara-negara Arab, di negara-negara Afrika, di
negara-negara Asia tertarik kepada Revolusi Islam. Di sisi inilah musuh
terpukul, musuh terpukul karena persatuan
Islam dan perhatian berbagai bangsa Muslim kepada Republik Islam. Musuh
ingin menghilangkan ketertarikan ini, bagaimana caranya? Dengan menciptakan
permusuhan antara Syi’ah dan Sunni.
Saat ini, salah satu
elemen utama politik penjajah di kawasan kita –selain menebar permusuhan
lainnya- adalah berusaha membuat para penguasa negara-negara Arab berhadapan
dengan negara Iran, dalam banyak hal, dalam masalah energi nuklir atau
selainnya, dalam berbagai masalah berbeda. Mereka membuat pertemuan, berunding,
bermu’amalah dan menciptakan skenario. Kepada sebagian negara-negara Islam,
Amerika menuntut, peran apa yang siap Anda lakukan dalam menghadapi Iran? Musuh
berusaha menciptakan permusuhan. Pekerjaan yang bisa dilakukan oleh musuh di
arena politik adalah memaksa para pemimpin berbagai negara untuk
berhadap-hadapan dengan Republik Islam, mereka tidak bisa berbuat lebih dari
ini. Musuh tidak bisa mengalihkan hati rakyat negara-negara Arab, hati rakyat
negara-negara Islam, hati rakyat Palestina, hati rakyat Irak dari kecintaan
kepada Republik Islam Iran.
Mereka tidak bisa
mempengaruhi hati. Maksimal mereka hanya bisa membuat rezim-rezim di
negara-negara itu berhadapan dengan Republik Islam. Tentu saja negara-negara
itu juga waspada dan tidak begitu saja mau menyerahkan diri kepada tangan
Zionis dan penjajah dalam hal ini. Tapi musuh bisa mempengaruhi hati rakyat.
Apa yang bisa mempengaruhi hati rakyat? Apa yang bisa memisahkan hati dunia
Islam dari Republik Islam dan rakyat Iran? Pertentangan dan fanatisme mazhab. Inilah
yang bisa memisahkan hati umat dari yang lain. Inilah yang harus diwaspadai,
inilah yang harus ditakuti. Semua bertanggung jawab untuk waspada. Menebar permusuhan kepada Sunni di dunia
Syi’ah dan menebar permusuhan terhadap Sy’iah di dunia Sunni dengan menulis
buku, menuduh, dan menghina tidak akan membuat satu pun pengikut Syi’ah menjadi
Sunni atau menjadikan satu pun pengikut Sunni menjadi Syi’ah.
Mereka-mereka yang ingin menarik semua dunia Islam
pada kecintaan Ahlul Bait dan wilayah Ahlul Bait harus tahu bahwa tidak akan
ada orang yang bisa menjadi Syi’ah dan mengakui kepemimpinan atau wilayah Ahlul
Bait lewat permusuhan, penghinaan dan kebencian. Menciptakan pertentangan hanya akan menimbulkan
kebencian, perpecahan dan permusuhan. Kebencian, permusuhan dan perpecahan
inilah yang diinginkan Amerika dan Zionis dan memang inilah yang sedang mereka
usahakan –saat ini. Di sebuah negara Eropa non Muslim (–maksudnya Inggris) yang
merupakan musuh bersejarah bangsa kita dan musuh bagi negara-negara Islam, Anda
bisa menyaksikan adanya program televisi yang mengangkat isu Syi’ah dan Sunni.
Mereka mengundang satu orang Syi’ah dan satu orang yang mewakili Sunni untuk
berdebat dalam acara televisi. Apa maksud mereka sebenarnya?
Dengan maksud apa sebuah
negara penjajah –dan imperialis, dengan rapor kinerja yang sangat buruk
menyelenggarakan debat Syi’ah dan Sunni? Apakah ingin mengungkapkan kebenaran?
Apakah mereka ingin agar para pemirsa dan audiens mengetahui hakikat kebenaran
lewat pembahasan –dan debat ini? Yang mereka ingin tak lain adalah memperbesar
api perpecahan lewat debat ini dan lewat apa-apa yang yang mungkin saja terucap
dalam dialog ini. Mereka ingin menyiram minyak ke dalam api ini. Hal ini harus
membuat kita mawas diri. Kita harus waspada. Syi’ah memiliki logika yang kuat,
argumentasi teologi dan kalam Syiah dan ulama Syiah tentang pembahasan
kesyiahan adalah argumentasi yang kokoh. Tapi ini tidak ada hubungannya dengan
sikap orang yang berbicara di tengah masyarakat Syi’ah dengan kata-kata dan
hinaan terhadap Sunni serta menciptakan permusuhan dengan orang yang tak
sependapat dengan mereka.
Kami punya informasi, dan
tahu persis bahkan sejak dahulu informasi ini saya dapatkan, bahwa ada aliran
dana yang dikucurkan agar yang menulis buku hinaan dan tuduhan menentang yang
ini atau yang itu, dan yang itu menulis buku hinaan dan tuduhan menentang yang
ini. Yang memberikan dana adalah kantor yang sama. Dana dua buku dan biaya
penerbitan kedua buku berasal dari satu saku. Apakah ini bukan sebuah
peringatan? Semua pihak harus memperhatikan masalah ini.
Dengan berkah wilayah
kepemimpinan Amirul Mukminin Ali as, dengan nama mulia beliau dan dengan
mengharapkan bantuan dari ruh mulia Amirul Mukminin, hari ini saya katakan agar
menjadi sebuah penegasan atas apa yang telah ditegaskan Imam Khomeini selama
ini, juga apa yang telah saya sampaikan, bahwa semua harus tahu bahwa jangan
sampai ada orang di satu tempat beranggapan bahwa dia sedang membela Syi’ah
dengan cara menyulut permusuhan dengan pihak lain. Ini bukan membela Syi’ah,
bukan membela wilayah. Jika Anda ingin tahu fakta yang sebenarnya, tindakan itu
hanya membantu kepentingan Amerika, membela Zionis. Berargumentasi yang logis
tidak ada masalah. Mereka bisa menulis buku dan mengajukan dalil. Para ulama
kita telah menulis buku sedemikian rupa, hari juga menulis dan tetap akan
menulis. Dalam bidang furu’, ushul dan berbagai masalah lainnya kita memiliki
pendapat Syi’ah yang independen –siaja saja bisa mengemukakannya. Hal-hal yang
tidak sama dengan pendapat kita bisa ditolak dengan argumentasi yang logis.
Langkah seperti itu tidak sama dengan menghujat, mencaci dan menciptakan
permusuhan. Kita harus memperhatikan hal ini.
“Ya Allah! Demi Muhammad dan keluarganya –sadarkanlah
hati-hati kami, jangan pisahkan kami dari Amirul Mukminin. Karuniakan kesabaran,
mujahadah dan keikhlasan beliau di tengah umat Islam dan di tengah-tengah kami.
Ya Allah! Hidupkanlah kami dengan wilayah Amirul Mukminin dan wafatkanlah kami
dengan wilayah Amirul Mukminin –Ali bin Abi Thalib as. Jadikanlah hati Imam
Zaman ridha dan senang kepada kami. Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar