Oleh
Ir.
H. Soekarno
Aku
pernah berkata, ada orang kaya raya, auto Impala, auto Mercedes, gedungnya
tiga, empat, lima tingkat, tempat tidurnya kasurnya tujuh lapis mentul-mentul.
Tiap-tiap hari makan empat, lima, enam, tujuh kali. Ya, seluruh rumahnya itu
laksana ditabur dengan ratna mutu manikam, kakinya tidak pernah menginjak ubin,
yang diinjak selalu permadani yang tebal dan indah. Tapi orang yang demikian
itu, pengkhianat. Tapi orang yang demikian itu menjadi kaya oleh karena
korupsi. Orang yang demikian itu di wajah-Nya Tuhan yang Maha Esa, adalah orang
yang rendah. Di wajah Tuhan Yang Maha Esa dia adalah orang yang rendah!
Sebaliknya,
kataku dalam pidato itu, ambil seorang penyapu jalan. Penyapu jalan di sana, di
Jalan Thamrin atau jalan Sudirman atau jalan-jalan lain, nyapu jalan,
Saudara-saudara. Pada waktu kita enak-enak tidur waktu malam, dia menyapu
jalan, tangannya menjadi kotor oleh karena dia menyapu segala ciri-ciri dan
kotor-kotor dari jalan itu, tetapi Saudara-saudara, dia mendapat nafkah dari
kerjanya itu dengan jalan jang halal dan baik.
Dia
dengan uang yang sedikit yang dia dapat dari Kotapraja, Pak Gubernur Sumarno,
Saudara-saudara, ya mendapat gaji daripada Kotapraja uang yang sedikit, dia
belikan beras, dan dia tanak itu beras, dan dia makan itu nasi dengan istri dan
anak-anaknya, bukan di atas kursi yang mentul-mentul, bukan di atas permadani
tebal, bukan dari piring yang terbuat daripada emas, tidak dengan sendok dan
garpu, dia makan makanan yang amat sederhana sekali, dan dia mengucapkan syukur
alhamdulillah kehadirat Allah SWT: “Ya Allah ja Rabbi, terima kasih, bahwa
Engkau telah memberiku cukup makan bagiku, bagi istriku, bagi anak-anakku. Ya
Allah Ya Rabbi, aku terima kasih kepadaMu”. Orang yang demikian ini, menyapu
jalan, dia adalah orang mulia dihadapan Allah SWT.
Sumber: Kongres Persatuan Pamong Desa Indonesia, 12 Mei 1964
Tidak ada komentar:
Posting Komentar