Tuanku (Imam Husain as),
penghulu orang-orang merdeka
–wahai mu’jizat sejarah,
wahai rahasia wujud
Wahai tuan yang
menuntaskan kehausan jasad
–dahaga hati. Wahai tuan
telah kau-korbankan jiwamu
demi syari’at yang agung
ini, demi kemanusiaan.
Tuanku, sungguh
orang-orang yang berduka atasmu
sangat merindu bertemu
denganmu –mengharap
karamahmu. Engkau yang
pemurah, dermawan dan mulia.
Sungguh engkau telah
berderma dengan jiwamu
–betapa sangat mahalnya
berkorban dengan keluargamu,
betapa mulia mereka.
Dengan potongan hatimu,
wahai betapa pedih hatimu
–demi siapa itu wahai
tuanku? Bukankah demi untuk
membebaskan makhluk
(manusia) ini. Memang benar
engkau telah menazarkan
jiwamu sebagai kurban
untuk memberi kehidupan
kepada semua manusia.
Engkau rela kehausan demi
memberi minum yang lain
–merelakan keluargamu
terbelenggu rantai
padahal mereka adalah
orang-orang merdeka.
Semua itu demi membebaskan
para pecintamu
dengan mereka. Bahkan membebaskan
belenggu
semua anak Adam yang
tertawan.
Tuanku (Imam Husain as),
wahai mata kehidupan
–wahai simbol kemuliaan,
belum pernah
kami menyimpan kebaikan
selain kebaikanmu
yang akan datang. Kemuliaanmu
bagi jiwa-jiwa
yang berduka ini, yaitu
syafa’atmu. Kepadamu,
wahai tuanku, kami
persembahkan milik kami,
dan kami berharap engkau
menerimanya.
Sumber: Dr.
Abdurrahman Ghifari,
Qabs min Karamat al
Husain, hal. 11-12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar