Carl Sagan,
sebagaimana astronom pada umumnya, memang tidak menghasilkan penemuan di bidang
rekayasa yang membuat hidup menjadi lebih mudah. Meskipun demikian, nama Carl
Sagan seolah telah menjadi “jaminan mutu” bagi kegiatan pencarian eksistensi
kemanusiaan di alam semesta melalui kepiawaiannya dalam melakukan popularisasi
sains dan membawanya ke ruang publik secara menyenangkan, baik melalui kuliah
umum, buku-buku populer maupun serial televisi yang sukses luar biasa.
Meski bidang riset
Sagan cukup luas, mulai dari astronomi, kosmologi hingga filsafat sains,
minatnya terutama pada asal usul kehidupan di Bumi dan kemungkinan kehadiran
kehidupan di tempat lain di alam semesta, yang dikenal sebagai eksobiologi.
Pada tahun 1960-an, Sagan sukses memodifikasi eksperimen ilmiah Stanley Miller
dan Harold Urey yang telah lebih dulu berhasil menyintesis asam amino dan asam
hidroksi dari campuran metana, amonia, uap air, dan hidrogen di laboratorium.
Alih-alih menggunakan
hidrogen seperti pendahulunya, Sagan menambahkan hidrogen sulfida ke dalam
bahan campuran dan menyinarinya pula dengan cahaya ultraviolet selain lucutan
listrik untuk menyimulasikan efek cahaya Matahari. Eksperimen hasil modifikasi
Sagan ternyata mampu membentuk asam amino dan beberapa macam gula termasuk asam
nukleat. Asam nukleat dikenal sebagai substansi dasar kehidupan yang
bertanggung jawab atas pewarisan karakteristik genetik dan memacu pembentukan
protein-protein tertentu. Baik pekerjaan Miller, Urey, maupun Sagan berhasil
menunjukkan kehadiran material kimiawi di awan Bumi saat purba, sejauh berada
di bawah kondisi yang sesuai, dapat bergabung untuk membentuk apa yang oleh
ilmuwan disebut sebagai the building blocks of life.
Saat sedang
menyelesaikan studi doktoralnya, Sagan turut serta dalam program eksplorasi
keplanetan milik NASA (National Aeronautics and Space Administration), mulai
dari misi Mariner, Pioneer, Voyager hingga misi Galileo. Sagan pula yang
membantu mendesain prasasti logam yang dibawa oleh wahana Pioneer 10 dan 11
yang menggambarkan ras manusia dan posisi Bumi tempat tinggalnya di tata surya.
Sagan mengawali riset
besar pertamanya tentang permukaan dan atmosfer Venus pada awal 1960-an. Dengan
elegan Sagan menunjukkan, anggapan banyak ilmuwan kala itu yang meyakini bahwa
suhu permukaan Venus cukup nyaman bagi manusia adalah salah. Melalui model matematika
atmosfer Venusnya yang menjadikan emisi yang dihasilkan planet sebagai alat
ukur yang akurat tentang temperatur permukaannya, Sagan justru mampu
membuktikan bahwa temperatur permukaan Venus terlampau panas untuk dapat
ditoleransi manusia (lebih dari 400 derajat Celsius!).
Kontribusi Sagan
lainnya dalam studi keplanetan adalah penjelasannya tentang penyebab hadirnya
variasi warna di permukaan Planet Mars. Alih-alih mendukung pendapat bahwa
variasi tersebut sebagai bukti adanya aktivitas kehidupan di planet Merah,
Sagan justru menyarankan bahwa daerah berwarna gelap di Mars yang terlihat dari
Bumi tidak lain adalah bukit-bukit yang digerus oleh angin Martian yang membawa
terbang partikel-partikel debu halus dengan warna yang lebih terang ke lembah-lembah.
Teori ini berhasil dikonfirmasi kemudian oleh wahana Mariner 9 yang dikirimkan
ke Mars.
Bersama ilmuwan
Amerika lainnya, Paul dan Anne Ehrlich, pada 1980-an Sagan memformulasikan
gagasan nuclear winter yang dilatarbelakangi studinya tentang atmosfer Bumi
yang intensif sejak satu dekade sebelumnya. Bersama koleganya, Sagan berteori
bahwa ledakan tidak sampai setengah dari jumlah hulu ledak nuklir yang dimiliki
Amerika Serikat dan Rusia dapat melontarkan abu dan debu yang sangat tebal ke
atmosfer yang mampu menghalangi sinar Matahari hingga berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Efek ini terutama akan dirasakan di Bumi belahan utara.
Terhalangnya sinar
Matahari akan memicu musnahnya kehidupan tumbuh-tumbuhan dan iklim pun berubah
menjadi lebih dingin. Lapisan ozon kemungkinan besar juga akan terpengaruh yang
akan menimbulkan kerusakan lebih lanjut akibat penetrasi radiasi ultraviolet
Matahari. Seperti halnya efek kartu domino, peradaban manusia pun dapat hilang
akibat bencana berkepanjangan ini. Meski pada tahun 1985 memperoleh pengakuan
dari Departemen Pertahanan AS perihal keabsahan konsep yang diajukan, dikatakan
bahwa proposal tersebut tidak akan memengaruhi kebijakan pertahanan. Dilahirkan
9 November 1934 di salah satu kota paling sibuk di dunia, New York, Sagan
memperoleh gelar sarjana fisikanya dari University of Chicago pada 1955. Selang
lima tahun kemudian, diperolehnya gelar doktor bidang astronomi dan astrofisika
dari universitas yang sama. Sejak tahun 1960 hingga 1962 menjadi rekan peneliti
di University of California, Berkeley, dilanjutkan mengajar di Harvard
University sampai dengan tahun 1968 sekaligus melakukan penelitian di
Smithsonian Astrophysical Laboratory. Pada 1968, Sagan hijrah ke Cornell
University di Ithaca, New York dan menjabat sebagai Direktur Laboratory for
Planetary Studies. Pada tahun 1970, tokoh dalam popularisasi sains ini menjadi
profesor astronomi dan sains antariksa di Cornell University, posisi yang
dipegangnya sampai wafat pada 20 Desember 1996.
Meski disibukkan
dengan aktivitasnya sebagai ilmuwan, Sagan tetap mendedikasikan waktu yang
dimilikinya untuk menghadirkan sains ke ruang publik. Dalam pandangannya,
khalayak luas berhak mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan yang diperoleh
dari penelitian yang dibiayai oleh pajak rakyat. Pada 1978, Sagan memperoleh
penghargaan Pulitzer untuk bukunya The Dragons of Eden: Speculations on the
Evolution of Human Intelligence. Buku-buku populer karyanya yang lain adalah
Broca’s Brain: Reflections on the Romance of Science (1979), novel Contact
(1985), Pale Blue Dot (1994), dan The Demon-Haunted World (1996).
Pada 1980, Sagan
sempat membintangi acara televisi bertajuk “Cosmos”, sebuah acara televisi
berseri yang populer di Amerika Serikat. Beberapa bulan sepeninggalnya,
diluncurkan sebuah film yang dibintangi aktris ternama Jodie Foster yang
digarap berdasarkan novel Contact-nya. Bersama I.S. Shklovsky (astrofisikawan
Rusia) dan Hermann Oberth (matematikawan dan insinyur peroketan kelahiran
Rumania), Carl Sagan termasuk sedikit ilmuwan yang menaruh perhatian terhadap
kemungkinan kehadiran “astronaut purba” di Bumi sejak dulu sebagaimana digagas
dalam Paleocontact Theory.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar