Dalam peringatan 30 tahun
paska Revolusi Iran tahun 1979 silam, sebagaimana diberitakan Royal Society
Report tahun 2011, Reuters, Social Sciences Citation Index (SCI),
Science-Metrix, dan MoSRT, perkembangan Sains di Iran tercepat di dunia dan
menempati peringkat 16 di level negara maju.
Situs-situs tersebut
menyatakan bahwa Iran mengalahkan negara-negara maju seperti Swiss, Rusia,
Austria, Denmark. Dalam hal ini, Iran berada pada posisi kelima setelah China,
Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Iran juga mengungguli semua negara regional
(di kawasan Teluk Persia) termasuk Turki dan teratas di dunia Islam dalam
capaian Ilmiah.
Lalu apa hubungannya
antara Islam, Iran, dan sains sebagaimana dimaksudkan tulisan ini? Islam kan
berpandangan tauhid? Persis, dalam Islam, sains tidak bisa lepas dari pandangan
tauhid termasuk etika alias moralitas. Akan terjadi split personality pada
seorang saintis muslim jika masih melihat konflik relasi agama dengan sains,
yang mengakibatkan agama menjadi sekuler (seperti terjadi pada kalangan muslim
neoliberal ciptaan Amerika di Indonesia yang kehilangan identitas dan
kepercayaan diri mereka kepada Islam, sementara di saat lain, kelompok Wahabi
pun tak lebih pion Israel dan Amerika karena para majikan dan para tokoh mereka
dikendalikan Israel dan Amerika).
Nah, dalam hal demikian
lah, dibutuhkan bingkai cara berpikir bahwa mengembangkan sains bagian dari
tugas agama. Ibn Haitham, Ar Razi memandang tugas sains itu sebagai tugas
agama. Mengkaji alam pada akhirnya juga membaca manifestasi dan kebesaran
Tuhan.
Kita lihat di Iran,
setidaknya ada indikasi kuat yang mengarah ke hal yang demikian. Sains
berkembang di Iran. Informasi ini menjadi penting, karena biasanya kita hanya
mendapat informasi tentang Iran dari sisi Revolusi dan Teologi, dan kita jarang
melihat dari sisi Sains-nya.
Dan perlu ditegaskan
sekali lagi, kita melihat hal ini dari sisi holistik, pengembangan sains itu
menjadi bagian dari perjuangan mandiri sebagai bangsa. Penguasaan sains menjadi
elemen niscaya menjadi bangsa yang mandiri. Tuntutan agama Islam itu kan
menjadi bangsa yang mandiri, tidak hanya semangat jihad khilafah yang justru
menjelma kejahatan itu, sembari tidak memperjuangkan jihad ilmu dan sains.
Bagi muslim yang ingin
maju, sains justru menjadi elemen penting –di mana penguasaan sains itu sendiri
bagi Muslim Syi’ah Iran merupakan tuntutan agama. Islam secara fitrah menuntut
mengembangkan semua potensi termasuk Sains. Cara berpikir monokausal itu
melihat, hanya karena faktor kejepit Iran maju, atau hanya karena faktor
Revolusi, sains berkembang pesat, atau hanya melihat faktor Iran punya modal
budaya sejarah Sains.
Harusnya kita pakai berpikir
both and, menerima banyak faktor kondisional, contohnya: kertas, udara, api itu
elemen-elemen penyebab kertas terbakar. Sains maju di Iran, karena kombinasi,
faktor Revolusi, faktor “kejepit”, faktor modal sejarah Sains, faktor
tersedianya infrastruktur budaya dan sosio religi –yang dalam hal ini haruslah
diakui bersumber dari spirit Syi’ah Iran.
Di sinilah, Sayid Ali
Khamenei seringkali menyampaikan pesan tentang pentingnya jihad ilmu –tidak
seperti kaum Wahabi yang memahami jihad hanya sebagai memerangi manusia atau
memerangi non muslim.
Contoh lainnya adalah
fatwa ulama Iran tentang kloning telah menjadikan ilmu kloning berkembang pesat
di Iran. Kalau teologinya tidak rasional itu nanti jadi penghambat kemajuan
Sains –seperti kondisi muslim kebanyakan dan apalagi di negeri Indonesia, yang meski
pahit haruslah kita akui masih tertinggal dalam pencapaian sains. Alih-alih
sejumlah kelompok muslim Indonesia malah menjadi muslim neoliberal karbitan
Amerika dan jadi pelayan kepentingan Amerika serta kehilangan kemandirian.
Begitu pun, yang juga tak
dapat diingkari, Fenomena Nuklir Iran yang sudah beberapa tahun ini menjadi headline
berita-berita dunia, dengan sendiri menjadi fondasi utama berbagai kemajuan
para ilmuwan dalam negeri Iran. Dalam hal ini, berbagai kemajuan dan aneka
prestasi Iran selama tiga dekade ini, sesekali dipamerkan juga ke dunia
internasional. Keberhasilan di bidang nuklir ini tentu juga merupakan salah
satu indikator kemajuan sains di negara tersebut. Namun ironisnya, meski
media-media ilmiah Barat mengklaim dirinya bersikap obyektif, mereka masih
menolak untuk merilis makalah ilmiah para ilmuwan Iran.
Tak
ketinggalan pula, para saintis di bidang teknologi nano pun mengalami kemajuan
pesat, sehingga teknologi yang rumit ini sekarang sudah banyak membantu
menciptakan berbagai komoditas alias produk-produk tekhnologi –utamanya
kesehatan. Kemudian di bidang lainnya, saintis Iran juga berhasil memanfaatkan
teknologi sel punca untuk menyembuhkan beragam penyakit akut yang selama ini
sulit diobati. Seperti penyembuhan penyakit buta dan beragam kasus lainnya.
Namun prestasi paling berkesan di bidang ini adalah keberhasilan para ilmuwan
Iran mengkloning seekor kambing dengan memanfaatkan sel punca tersebut.
Tak
ragu lagi, prestasi ini merupakan bukti kemajuan Iran di bidang kedokteran,
khususnya dalam reproduksi sel punca tersebut.
Sementara itu, di bidang kedokteran ada
penciptaan obat IMOD yang berfungsi untuk meningkatkan fungsi ketahanan tubuh
menghadapi virus AIDS. Sebagaimana diberitakan situs-situs sains dan
kedokteran, keampuhan obat ini bahkan telah diakui oleh otoritas kedokteran
dunia.
Beberapa
waktu silam, misalnya, para pakar farmasi Iran juga berhasil mengeluarkan obat
baru Angi Pars, dimana obat ini berfungsi untuk menyembuhkan luka penyakit
diabetes atau kencing manis, sehingga bisa mencegah terjadinya amputasi.
Tentu juga dalam bidang pertahahan, yang
belakan semakin digalakkan karena kebutuhan defense alias pertahanan diri, di
mana Iran pun sudah menerima alokasi berbagai kreasi saintis dalam negeri Iran,
dari pesawat tak berawak, kapal selam, berbagai jenis rudal, tank-tank perang,
pesawat tempur, yang kesemuanya diciptakan oleh sebagian sebagian besar ilmuwan
Iran.
Begitu
pun di bidang robotik, Iran juga tidak ketinggalan dengan Jepang dan Barat.
Kemudian teknologi Roket dan Satelit juga ikut andil dalam memajukan Iran.
Mendapati
perkembangan yang demikian, Amerika dan kawan-kawan pun semakin jengkel dengan
kemajuan Iran tersebut, sampai kemudian muncul sanksi PBB yang disetujui Barat,
Eropa, dan mayoritas anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB (mayoritas anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB ini diduga karena ditekan Barat agar mendukung
sanksi anti-Iran).
Namun,
seperti kita lihat, Iran tetap tegak dan bahkan semakin tegak, sekaligus
bermartabat. Dari madrasah manakah bangsa Iran ini belajar? Tak lain dari
Madrasah Karbala Imam Husain ‘alayhis-salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar