Ia
diberi julukan “Mahbub Arab” (kecintaan Arab). Ia adalah Sayyid Hasan
Nasrullah, Sekjen Hizbullah. Saat ini ia menjadi pusat perhatian para pemimpin
negara-negara Arab dan media massa dunia. Tidak banyak berbicara, tapi bila
berbicara, ia akan melakukannya secara tepat dan singkat. Kalimat singkat itu
merasuk mencerahkan pemikiran para pendengarnya dan hal ini yang membuatnya
semakin dicintai. Sayyid Hasan Nasrullah menjadi kebanggaan pecintanya,
sekaligus menggetarkan musuh-musuhnya. Banyak orang yang ingin mengetahui masa
kanak-kanak dan remaja Sayyid Hasan Nasrullah. Dalam wawancara ini, Anda akan
membaca sekilas masa kanak-kanak dan remajanya. Bagaimana lingkungan tempat ia
tinggal yang meneladani kepribadiannya. Semua ini akan Anda temui dalam wawancara
dengan Abdul Karim Nasrullah, ayah Sayyid Hasan Nasrullah yang beberapa waktu
lalu menjadi tamu Teheran.
Iran: Perkenankan
kita memulai perbincangan ini dari masa kecil Sayyid Hasan Nasrullah. Karena
masa kanak-kanak orang besar selalu menarik untuk dibaca dan diketahui. Nah,
sudikah Anda menjelaskan lingkungan tempat Sekjen Hizbullah, Sayyid Hasan
Nasrullah, dibesarkan?
Abdul
Karim:
Menurut saya, masa kecil Sayyid Hasan Nasrullah tidak seperti biasanya
anak-anak yang lain. Sejak kecil ia punya kedekatan yang luar biasa dengan
ibunya. Masalah ini sebenarnya tidak terlalu aneh, mengingat saya sebagai ayah
memiliki sebuah kios yang berada agak jauh dari rumah kami. Karena saya bekerja
di luar rumah, normal saja bila hubungan saya dengan Sayyid Hasan Nasrulah
lebih sedikit, ketimbang hubungannya dengan ibunya. Di kios kami ada foto
bergambar Imam Musa Shadr. Sayyid Hasan Nasrullah sangat menyukai foto itu.
Saya dapat memastikan bahwa Imam Musa Shadr punya peran yang sangat besar dalam
pembentukan karakter Sayyid Hasan Nasrullah.
Iran: Bagaimana
dengan tingkah laku anak Anda semasa remaja?
Abdul Karim: Saya tidak pernah melihat
Sayyid Hasan Nasrullah menyakiti teman sebayanya, tidak juga ada orang yang
memberitahukan kepada saya bahwa Sayyid Hasan Nasrullah mengusili orang lain.
Namun jangan lupa, ia sama seperti anak remaja lainnya yang nakal, tapi
kebanyakan waktunya tidak seperti yang dilakukan oleh teman-teman sebayanya. Ia
punya cara tersendiri untuk menghibur dirinya. Ia pergi ke masjid dan melakukan
shalat berjamaah di masjid Karantina.
Iran: Masjid ini
terletak di mana?
Abdul
Karim:
Di sebelah Timur Beirut.
Iran: Sudikah Anda
berbicara tentang masa pendidikan yang dilalui Sayyid Hasan Nasrullah?
Abdul
Karim:
Sayyid Hasan Nasrullah memulai sekolahnya sejak berumur 4 tahun. Dan pada umur
9 tahun ia mendapatkan ijazah pertamanya. Sayyid Hasan Nasrullah melanjutkan
sekolahnya di daerah Burj Al-Hamud. Sayyid Hasan Nasrullah adalah pelajar
teladan baik dari sisi pelajaran maupun akhlak.
Iran: Apakah pada
umur-umur sekian ia juga menekuni belajar di hawzah?
Abdul
Karim:
Benar. Pada pagi pagi hari ia belajar di sekolah umum dan pada sore harinya ia
menuntut ilmu-ilmu agama di hawzah. Semua orang yang mengenalnya terkagum-kagum
cara belajar dan kejeniusannya.
Iran: Bagaimana
Sayyid Hasan Nasrullah dapat menyeimbangkan antara pelajaran umum dan agama?
Tentunya bukan hal yang mudah.
Abdul
Karim:
Anda dengan tepat menjelaskan itu. Berkali-kali saya berkata kepadanya:
“Anakku! Saya sibuk bekerja, sementara engkau belajar. Engkau tentu belajar
dengan giat untuk mewujudkan cita-citamu di kemudian hari. Lalu, bagaimana bisa
menyeimbangkan antara pelajaran umum dan agama?” Dengan rendah hati Hasan
menjawab pertanyaan saya, “Ayah! Engkau berhak mempertanyakan kondisi yang
sedang saya hadapi. Tapi saya ingin ayah tenang, karena sampai saat ini saya
mampu menunjukkan kemampuan di sekolah umum maupun agama.”
Iran: Sewaktu kecil,
buku jenis apa yang digemari Sayyid Hasan Nasrullah?
Abdul
Karim:
Sejak berumur 9 tahun ia menyukai buku-buku politik dan Islam. Ia sendiri yang
membelinya dan kemudian membacanya. Setiap harinya ia membaca hampir 100
halaman.
Iran: Sudikah Anda
menceritakan teman-teman Sayyid Hasan Nasrullah?
Abdul
Karim:
Kebanyakan teman-teman masa kecil Hasan umur mereka di atasnya. Namun anehnya,
sekalipun perbedaan umur begitu mencolok, tapi saya melihat mereka bisa
berteman akrab. Ia sering terlihat berbincang-bincang dengan ulama dan
orang-orangdari agama lain. Semasa kecilnya ia sudah dapat menyampaikan pidato
mengenai revolusi Imam Husein as.
Iran: Anak Anda
pernah tinggal di Irak. Sudikah Anda menceritakan sekilas tentang Sayyid Hasan
Nasrullah di masa itu?
Abdul
Karim:
Pada dekade 80 an, di mana saat itu terjadi perang saudara di Lebanon, Sayyid
Hasan Nasrullah pergi ke Irak. Dalam waktu singkat ia menjadi murid yang
menonjol. Hawzah Najaf, Irak, pada masa itu sama seperti hawzah Qom saat ini,
punya posisi yang strategis. Anak saya, Hasan, pada waktu itu berumur 16 tahun.
Sayyid Hasan Nasrullah diperkenalkan kepada Ayatullah Syahid Baqir Shadr lewat
Sayyid Muhammad Gharawi, salah satu teman dekat Syahid Shadr. Sayyid Gharawi
menegaskan agar surat yang dibawanya tidak disampaikan langsung oleh Sayyid
Hasan Nasrullah langsung kepada Syahid Baqir Shadr, karena begitu ketatnya
penjagaannya. Saya juga perlu menjelaskan, bahwa karena secara keuangan saya
tidak mampu, Sayyid Gharawi ini yang menanggung semua biaya perjalanan Sayyid
Hasan Nasrullah ke Najaf. Bahkan dengan rekomendasinya anak saya pertama
belajar di hawzah milik orang-orang Lebanon di mana para santri Jabal Amil ada
di sana. Maksunya agar setidak-tidaknya Sayyid Hasan Nasrullah bisa mendapat
tempat tinggal terlebih dahulu. Selama 3 hari ia tinggal di sana sampai
suratnya lewat beberapa perantara dapat disampaikan oleh Sayyid Gharawi ke
Syahid Baqir Shadr.
Iran: Sebagian orang
menyebutkan bahwa perkenalan Sayyid Hasan Nasrullah dengan Sayyid Abbas Musawi
dimulai dari hawzah Najaf ini. Anda menerimanya?
Abdul
Karim:
Benar! Syahid Baqir Shadr mendaftarkan Sayyid Hasan Nasrullah di Madrasah
Adzriyah. Dari sini dimulainya perkenalan keduanya. Bisa dikatakan, pada waktu
itu, Sayyid Abbas Musawi adalah ketua santri Lebanon. Pada masa itu juga,
Saddam Hosein banyak menangkap ulama bahkan membunuh mereka. Itulah mengapa
Sayyid Abbas Musawi cepat kembali ke Lebanon. Pada waktu itu saya kerja di
kantor Dewan Tertinggi Syiah Lebanon dan dari situ pula saya mengenal Sayyid
Abbas Musawi.
Iran: Apa pandangan
Sayyid Abbas Musawi tentang Sayyid Hasan Nasrullah?
Abdul
Karim:
(Untuk beberapa detik ia terdiam). Ketika Sayyid Abbas kembali ke Lebanon,
pertama kali saya melihatnya saya bertanya, “Apakah engkau punya kabar tentang
anak saya?” Sayyid Abbas menjawab, “Ia seorang pribadi besar.” Mendengar
jawabannya saya sempat terkejut dan sambil tertawa saya kembali bertanya, “Apa
maksudnya?” Sayyid Abbas Musawi dengan caranya yang khas berkata, “Sayyid Hasan
Nasrullah adalah hatiku.” Di lain kesempatan, Sayyid Abbas Musawi karena
cintanya kepada anak saya berkata, “Saya masih mungkin hidup tanpa keluargaku,
tapi saya tidak bisa hidup tanpa Sayyid Hasan Nasrullah.” Ayatullah Syahid
Baqir Shadr juga punya perhatian lebih kepada Sayyid Hasan Nasrullah. Syahid
Shadr sendiri yang memasangkan ‘Amamah (sorban yang dililitkan di kepala)
Sayyid Hasan Nasrullah. Menurut Syahid Syahid Shadr, Sayyid Hasan Nasrullah
salah seorang penolong Imam Mahdi AF.
Iran: Kelihatannya
banyak yang akan kami tanyakan, tapi waktu kami semakin sempit. Bersediakah
Anda berbicara tentang kehidupan jihad anak Anda? Apa yang terjadi sehingga
anak Anda meninggalkan hawzah dan pelajarannya dan sekarang menjadi pemimpin
Hizbullah?
Abdul
Karim:
Saya meiliki 4 orang putra dan 5 orang putri. Hasan adalah anak saya yang
paling besar. Dari kelima putri saya, semua sudah berkeluarga;Sa’ad,Zakiyah,
aminah dan Zainab, kecuali Fathimah yang masih tinggal bersama kami. Dua
saudara lakinya; Husein dan Muhammad punya kerjaan bebas, sementara Jakfar
menjadi pegawai negeri.
Empat orang saudara perempuan Sayyid
Hasan Nasrullah bekerja di lembaga Hizbullah di departemen sosial. Sayyid
Husein, saudaranya, sejak kecil senang dengan aktivitas militer dan saat ini
merupakan salah seorang panglima Faksi Amal. Ketika Sayyid Hasan Nasrullah
tinggal di daerah Timur Beirut, ia tidak pernah menjadi anggota
kelompok-kelompok yang ada di sana, padahal di daerah itu banyak sekali
kelompok-kelompok dengan berbagai latar belakang. Namun, saat kembali ke desa
Bazuriyah pada umur 15 tahun ia masuk menjadi anggota Partai Amal.Tidak beberapa
lama, dua bersaudara ini, Hasan dan Husein, mendapat kepercayaan partai
bertanggung jawab di daerah itu. Pada waktu itu, Hizbullah belum terbentuk dan
Sayyid Hasan dengan cepat mendapat promosi jabatan yang akhirnya membawanya
menjadi seorang panglima militer di Lebanon Selatan.
Di tahun-tahun ini, saya dan ibunya
hanya punya cita-cita mendidik anak yang beriman dan bermanfaat bagi
masyarakat.
Iran: Menurut Anda
bagaimana Sayyid Hasan Nasrullah memisahkan diri dari Amal dan membentuk
Hizbullah?
Abdul
Karim:
Sebagaimana kalian juga tahu, pada tahun 1982, Rezim Zionis Israel menyerang
Lebanon. Serangan ini bertepatan dengan munculnya friksi antara para pejabat
senior Faksi Amal. Akibatnya, anak saya Sayyid Hasan, Sayyid Abbas Musawi,
Sayyid Husein Musawi, Syaikh Shubhi Thufaili dan Sayyid Ibrahim amin keluar
dari Faksi Amal. Tidak lama kemudian mereka mendirikan Hizbullah dan pada tahun
1984 secara resmi Hizbullah berdiri. Syaikh Shubhi Thufaili terpilih sebagai
Ketua Hizbullah yang pertama dan setelah itu Sayyid Abbas Musawi menjadi
penggantinya. Setelah syahadah Sayyid Abbas Musawi dan keluarganya akibat teror
Rezim Zionis Israel, Sayyid Hasan Nasrullah sebagai anggota termuda Dewan Pusat
Hizbullah dipilih menjadi Sekjen Hizbullah.
Iran: Kebanyakan
orang menilai bahwa Sayyid Hasan Nasrullah dipengaruhi oleh ide-ide Imam
Khomeini. Menurut Anda seberapa jauh pengaruh itu?
Abdul
Karim:
Benar. Dalam kehidupannya ia mengatakan sangat dipengaruhi oleh pemikiran Imam
Musa Shadr. Di kios saya ada foto Imam Musa Shadr. Setiap kali Sayyid Hasan
datang ke kios ia mengatakan, “Ayah! Mungkin suatu hari saya bisa seperti orang
besar ini?”
Setelah Imam Musa Shadr diculik,
kecenderungan Sayyid Hasan terhadap pemikiran Imam Khomeini semakin besar.
Bahkan dapat dikatakan bahwa masalah ini memberikan sebuah kekuatan maknawi
yang aneh pada dirinya. Saat ini saja bila ia mendengar ucapan Imam Khomeini,
tanpa dikontrol ia menangis. Menurut saya, ini menunjukkan kecintaannya kepada
Imam Khomeini.
Iran: Setelah
kemenangan Hizbullah dalam perang 33 hari dengan Rezim Zionis Israelanak Anda
dikenal sebagai pahlawan Arab, bahkan tokoh Arab pertama yang dapat mengalahkan
rezim ini. Kebanyakan orang-orang yang belum tentu Syiah tapi memberikan nama
anaknya dengan nama Sayyid Hasan Nasrullah. Menyimak ini, apa yang Anda
rasakan?
Abdul
Karim:
Sederhana dan alamiah, saya juga gembira. Allah SWT berfirman, “Bila kalian
menolong agama Allah Ia akan menolong kalian dan menguatkan pijakan kalian.”
Hanya Allah yang meninggikan derajat manusia dan bila seseorang berjalan di
jalan Allah, niscaya Allah akan meninggikan derajatnya. Saya dan ibunya hidupa
dalam kondisi yang memprihatinkan tapi dengan tujuan agar Sayyid Hasan dan
anak-anak kami yang lain menjadi anak-anak saleh. Izinkanlah saya menukilkan
sebuah kenangan!
Suatu hari seorang wartawan media
terkenal Amerika menemui saya dan bertanya, “Dari anak-anak yang Anda miliki,
mana yang paling Anda cintai?” Saya jawab, “Siapa saja yang dicintai Allah,
maka ia akan dicintai oleh semua orang.” Ia kembali bertanya, “Bagaimana
perasaan Anda ketika mendengar anak Anda setiap hari diancam teror?” Saya
menjawab, “Buat kami syahadah adalah kebanggaan dan hal yang biasa.”
Ketika mendengar kesyahidan Sayyid Hadi,
anak Sayyid Hasan Nasrullah, orang-orang banyak datang ke rumah untuk
mengucapkan belasungkawa. Namun, sikap yang ditunjukkan oleh anggota
keluarganya seperti tidak ada kejadian apa-apa. Sayyid Hasan Nasrullah
senantiasa mengatakan bahwa anaknya tidak ada bedanya dengan para syahid yang
lain.
Iran: Maaf, kita
kembali pada masa perang 33 hari. Sudikah Anda menceritakan kenangan Anda pada
masa itu?
Abdul
Karim:
Ketika dua tentara Rezim Zionis Israel ditangkap anggota Hizbullah, saya
diperintahkan untuk segera meninggalkan rumah. Kami pergi berlindung di kebun
dekat desa saudara perempuan saya. Baru setengah jam kami meninggalkan rumah,
pesawat tempur Rezim Zionis Israel meluluhlantakkan rumah saya, rata dengan
tanah. Kami tinggal di sana selama 15 hari dan setelah itu kami diminta untuk
berpindah tempat ke Beirut. Di tengah perjalanan pulang, kami melihat seluruh
jalan-jalan dibom oleh pesawat Israel.
Iran: Apakah selama
perang, Anda sempat berhubungan dengan Sayyid Hasan Nasrullah?
Abdul
Karim:
Benar. Tapi hubungan kami hanya melalui telepon. Untuk menghilangkan
kekhawatiran kami, ia beberapa kali mengirimkan keluarganya mengunjungi kami.
Iran: Selama Anda menjadi tamu di
Teheran, apakan Anda bertemu dengan Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran? Apa
pendapat Anda tentang Ahmadinejad setelah bertemu dengannya?
Abdul
Karim:
Pertemuan saya dengan Ahmadinejad bukan pertemuan politik. Dalam waktu singkat
ketika saya bersamanya, saya merasa berada di tengah-tengah keluarga saya.
Menurut saya, Ahmadinejad adalah orang besar. (*)