Syekh
Abdul karim Al-Bantani adalah seorang ulama asal Banten yang menjadi Khalifah
tarikat Qadiriyah wa Naqsyabandiyyah di Asia Tenggara dan Makkah al Mukarromah sepeninggal
gurunya Syekh Khatib Sambas (w. 1875). Ia lahir di desa Lempuyang Kecamatan Tanara
kabupaten Serang, Banten pada tahun 1840 M. Beliau adalah putra Ki Mas Tanda,
turunan bangsawan Banten melalui jalur Pangeran Sunyararas putra Sultan Maulana
Hasanuddin. Silsilah lengkapnya adalah, Syekh Abdul Karim bin Mas Tanda bin Ki
Mas Ruyani bin Ki Mas Ahmad Matin bin Ki Mas Ali bin Ki Mas Bugel bin Ki
Mas Jamad bin Ki Mas Janta bin ki Mas Kun bin Pangeran Sunyararas Bin Sulthan
Maulana Hasanuddin.
Sultan
Maulana Hasanuddin adalah seorang sultan yang mempunyai keturunan sampai kepada
Rasulullah Muhammad SAW melalui Adzmat Khan.
Sebelum
Syekh Ahmad Khatib Sambas wafat, Syekh Abdul Karim mendapat tugas dari gurunya
tersebut untuk menjadi guru tarikat di Singapura selama beberapa tahun.
Kemudian beliau pulang ke negerinya di Banten pada tahun 1872. Ia menetap di
Lempuyang Banten selama empat tahun untuk kemudian kembali lagi ke Makkah al
Mukarromah setelah gurunya wafat pada tahun 1876 untuk menjadi penghulu tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyyah di Jabal Qubesy Makkah.
Dihikayatkan
ketika kepergian beliau ke Makkah itu penduduk Banten berduyun-duyun
mengantarkan beliau. Di antara mereka ada yang berdesak-desakan menunggu di
jalan yang akan di lewati Syekh Abdul Karim sampai ke pelabuhan.
Residen
Banten khawatir dengan membeludaknya massa akan terjadi hal yang merugikan
pihak kolonial yang pada waktu itu telah terendus akan adanya pemberontakan rakyat
Banten terhadap pemerintah kolonial. Akhirnya residen Banten mengalihkan jalur
perjalanan Syekh Abdul Karim dari rute semula.
Rencana
semula dalam perjalanan itu Syekh Abdul Karim akan mampir di Karawaci di rumah
almarhum Tumenggung Karawaci. Di sana akan ada pertemuan yang akan dihadiri
masyarakat tarikat se-Tangerang, Bogor dan sekitarnya. Yang menjadi tuan rumah
adalah Raden Kencana isteri almarhum Tumenggung Karawaci yang memiliki
perkebunan kali pasir.
Syekh
Abdul Karim selain dikenal sebagai ulama ahli hukum Islam beliau juga diyakini
sebagai waliyullah yang memiliki berbagai macam keramat. Ketika sungai Cidurian
banjir besar yang menenggelamkan wilayah-wilayah sepanjang jalur sungai
Cidurian seperti daerah Cikande, Kresek, Gunung kaler, Lempuyang, Tanara dan
Tersaba, Syekh Abdul Karim selamat dari banjir tersebut padahal beliau berada
di tempat yang banyak orang yang menjadi korban dalam bencana itu.
Ketika
masih mesantren di Makkah setiap santri mendapat tugas untuk bergilir mencari
air. Ketika tiba giliran Syekh Abdul Karim tempat air ini sudah terisi air
padahal Syekh Abdul Karim belum mengisinya.
Selain
disegani dan dihormati para ulama beliau juga sangat disegani oleh para
penguasa pada waktu itu. H. Raden A. Prawiranegara adalah mantan seorang patih
yang sering berkunjung ke rumah beliau untuk memohon do’a.
Murid-murid
beliau tak terhitung jumlahnya baik yang di Makkah maupun di Indonesia bahkan
di seluruh dunia. Adapun murid-murid beliau dari Indonesia di antaranya Syekh
Asnawi Caringin-Banten, Syekh Tolhah Cirebon, Syekh Kholil Bangkalan-Madura,
Syekh Marzuki Tanara, Syekh Sadzeli Kaloran-Serang, Syekh Abu Bakar Pontang, Syekh
Tubagus Ismail Gulacir, Syekh Asnawi Bendung, Syekh Abdullah Mubarok Suryalaya,
Syekh Tubahagus Muhammad Falak Pegentongan Bogor, Syekh Muhammad Amin Lombok, Syekh
Muhammad Sidik Mataram.