Di sore
itu, ketika Ayatullah Nasruddin sedang mengajar murid-muridnya, ada dua orang
tamu datang ke rumahnya, yang seorang adalah wanita tua penjual kopi dan
satunya lagi seorang pemuda Mesir. Wanita tua itu berkata beberapa patah kata
kemudian diteruskan dengan si pemuda Mesir. Setelah mendengar pengaduan mereka,
Ayatullah Nasruddin menyuruh murid-muridnya menutup kitab mereka. ‘Sekarang pulanglah kalian dan tinggalkan
Hauzah Ilmiah ini. Ajak teman-teman kalian datang kepadaku pada malam hari ini
sambil membawa cangkul, penggali, kapak dan martil serta batu.’
Murid-murid
Ayatullah Nasruddin merasa heran, namun mereka begitu patuh kepada Ayatullah Nasruddin.
Dan mereka merasa yakin gurunya selalu membuat kejutan dan berada di pihak yang
benar. Di malam harinya mereka pun datang ke rumah Ayatullah Nasruddin dengan
membawa peralatan yang diminta.
Ayatullah
Nasruddin berkata, ‘Hai kalian semua!
Pergilah malam hari ini untuk merusak rumah Tuan Hakim yang baru!’ ‘Hah? Merusak rumah Tuan Hakim?’ gumam
semua muridnya keheranan. ‘Kalian jangan
ragu. Laksanakan saja perintah gurumu ini! Barangsiapa yang mencegahmu, jangan
pedulikan, terus pecahkan saja rumah Tuan Hakim yang baru. Siapa yang bertanya,
katakan saja aku yang menyuruh merusak. Barangsiapa yang hendak melempar
kalian, maka pukullah mereka dan lemparilah dengan batu.’
Setelah berkata
demikian, murid-murid Ayatullah Nasruddin bergerak ke arah rumah Tuan Hakim. Layaknya
para demonstran, mereka berteriak-teriak sembari menghancurkan rumah Tuan Hakim.
Orang-orang kampung merasa heran melihat kelakuan mereka, terlebih ketika tanpa
basa-basi lagi mereka langsung merusak rumah Tua Hakim. Orang-orang kampung itu
berusaha mencegah perbuatan mereka, namun karena jumlah murid-murid Ayatullah Nasruddin
terlalu banyak maka orang-orang kampung tak berani mencegah.
Melihat
banyak orang merusak rumahnya, Tuan Hakim segera keluar dan bertanya, ‘Siapa yang menyuruh kalian merusak rumahku?’
Murid-murid itu menjawab, ‘Guru kami, Ayatullah
Nasruddin!’
Mereka bukannya
berhenti malah terus menghancurkan rumah itu hingga roboh dan rata dengan
tanah. Tuan Hakim hanya bisa marah-marah karena tidak orang yang berani
membelanya. ‘Aku akan melaporkannya
kepada Sultan di Baghdad’ gumam Tuan Hakim. Benar saja, esok harinya Tuan
Hakim mengadukan hal itu, sehingga Ayatullah Nasruddin dipanggil menghadap Sultan.
‘Hai Ayatullah Nasruddin, apa sebabnya
kau merusak rumah Hakim itu?’ ‘Wahai Sultan’,
jawab Ayatullah Nasrudin, ‘sebabnya ialah
pada suatu malam aku bermimpi, bahwasannya Tuan Hakim menyuruhku merusak
rumahnya. Sebab rumah itu tidak cocok baginya, ia menginginkan rumah yang lebih
bagus lagi. Ya, karena mimpi itu maka aku merusak rumah Tuan Hakim.’
‘Hai Ayatullah Nasruddin, bolehkah hanya
karena mimpi sebuah perintah dilakukan? Hukum dari negeri mana yang kau pakai
itu?’ Dengan tenang Ayatullah Nasruddin menjawab, ‘Aku juga memakai hukum Tuan Hakim yang baru ini!’ Mendengar hal itu
seketika wajah Tuan Hakim menjadi pucat, terdiam kaku. ‘Hai Hakim, benarkah kau mempunyai hukum seperti itu?’ ujar Sultan.
Tapi Tuan Hakim diam saja. ‘Ayatullah Nasruddin!
Jangan membuatku pusing! Jelaskan kenapa ada peristiwa seperti ini!’. ‘Baiklah!’ ujar Ayatullah Nasruddin, ‘beberapa hari yang lalu ada seorang pemuda
Mesir datang ke negeri Baghdad ini untuk berdagang sambil membawa harta yang
banyak sekali. Pada suatu malam ia bermimpi kawin dengan anak Tuan Hakim dengan
mas kawin sekian banyak. Tetapi Tuan Hakim yang mendengar kabar itu langsung
mendatangi si pemuda Mesir dan meminta mas kawin anaknya. Tentu saja pemuda
Mesir itu tak mau membayar mas kawin hanya karena mimpi. Nah, di sinilah
terlihat arogansi Tuan Hakim, ia ternyata merampas semua harta benda milik
pemuda Mesir sehingga pemuda itu menjadi seorang pengemis gelandangan dan
akhirnya ditolong oleh wanita tua penjual kopi.’
Sultan terkejut
mendengar penuturan Ayatullah Nasruddin, tapi masih belum percaya, maka ia
memerintahkan Ayatullah Nasruddin agar memanggil si pemuda Mesir. Pemuda Mesir
itu memang sengaja disuruh Ayatullah Nasruddin menunggu di depan istana, jadi
mudah saja baginya memanggil pemuda itu ke hadapan Sultan.
‘Hai pemuda Mesir, ceritakanlah tentang dirimu
sejak kau datang ke negeri ini.’ Ternyata cerita pemuda Mesir itu sama
dengan cerita Ayatullah Nasruddin, bahkan pemuda itu juga membawa saksi yaitu
Pak Tua pemilik rumah sewa tempat dia menginap.
‘Kurang ajar! Ternyata aku telah mengangkat
seorang Hakim yang bejad moralnya." Hakim baru itu pun dipecat dan
seluruh harta bendanya diberikan kepada si pemuda Mesir. Setelah perkara
selesai, kembalilah si pemuda Mesir itu dengan Ayatullah Nasruddin pulang ke rumah
Ayatullah Nasruddin. Pemuda Mesir itu ingin membalas kebaikan Ayatullah Nasruddin.
‘Janganlah kau memberiku barang sesuatu pun
kepadaku. Aku tidak akan menerimanya sedikitpun jua.’
Pemuda
Mesir itu betul-betul mengagumi Ayatullah Nasruddin. Ketika ia kembali ke
negeri Mesir ia menceritakan tentang kehebatan Ayatullah Nasruddin itu kepada
penduduk Mesir sehingga nama Ayatullah Nasruddin menjadi sangat terkenal.