Hak cipta ©Sulaiman Djaya
(2014)
Puluhan tahun silam
–tepatnya di bulan Juli 1944, sejumlah delegasi dan orang-orang terhormat dari
45 negara berkumpul di Bretton Woods. Yang mereka rembug-kan di tempat itu
adalah seputar persoalan tatanan dan rekonstruksi moneter paska perang
–sementara perang itu sendiri diotaki oleh segelintir elite Zionis
Internasional yang menciptakan krisis finansial sekaligus bisa meraup untung
dengan menciptakan perang.
Dan terbukti, di Bretton
Woods, rekayasa pengendalian moneter dan finansial global oleh mereka itu
dimulai dan digagas –tentu dengan sangat serius. Di Bretton Woods itulah mereka
sepakat mendirikan International Monetary Fund (IMF/Yayasan Dana Moneter
Internasional) dan World Bank (Bank Dunia).
IMF dan Bank Dunia, dalam
klaim mereka, adalah semacam “lembaga pemadam kebakaran” –meski tak sedikit
yang malah tanpa sungkan-sungkan menyebutnya sebagai lembaga penyulut kebakaran
dan biang krisis dan ketidakadilan yang sesungguhnya.
Saat ini –di sejumlah
tempat di dunia, banyak masyarakat menilai IMF, sebagai contoh, hanya
memperparah kemiskinan di Negara-negara berkembang dan meningkatkan
ketidak-seimbangan dunia dan ketidak-adilan dalam skala global.
Pertanyaannya adalah apa
dan bagaimana itu IMF? Secara sederhana, bayangkan Anda menjalani hidup dengan
cara (tingkah laku ekonomi) yang melebihi (tidak sesuai dengan kapasitas)
pendapatan Anda –sehingga Anda tidak mampu membayar kredit rumah atau mobil
Anda. Lalu Anda pergi ke sebuah bank yang bersedia memberikan pinjaman –asalkan
Anda berjanji membayarnya kembali sesuai jadwal yang ditetapkan dan disepakati.
Seperti sebuah bank yang
memberi Anda pinjaman dengan sejumlah syarat inilah IMF bekerja –dan jika Anda
tidak sanggup membayarnya, maka bukan tak mungkin alias lazimnya, mereka akan
menyita asset dan kekayaan Anda. Nah, karena lingkup IMF adalah Negara sebagai
klien-nya, maka terjadilah krisis dalam sebuah Negara.
Sementara itu, bila
dilihat dari posisi dan kedudukan, IMF dan Bank Dunia adalah lembaga unilateral
–atau sebutlah semacam oligarkhi dan korporatokrasi global untuk saat ini.
Allan Meltzer, misalnya, menegaskan fakta bahwa IMF dan Bank Dunia bermarkas di
Washington DC itu sendiri semakin memperbesar pengaruh unilateral dan
campur-tangan bankir-bankir Amerika –yang kebetulan memang kelompok Zionis.
Dan pengaruh tersebut
seringkali disalah-gunakan untuk memuluskan politik invasif Amerika –semisal
membiayai perang demi penaklukan dan penguasaan sumber-sumber bahan mentah di
Timur Tengah, semisal minyak.
Sedangkan untuk konteks
Indonesia, di penghujung tahun 1990-an, Jeffrey Sachs menjuluki IMF sebagai
wabah “Tipus Mary” bagi Negara-negara berkembang –yang ironisnya menyebarkan
resesi dari satu Negara ke Negara lainnya. Lihat saja kasus Asia Tenggara di
Tahun 1997.
Singkatnya, jika kita
meminjam istilahnya Dreher dan Vaubel, IMF dan Bank Dunia tak ubahnya
“perangkap ketergantungan” yang membuat Negara-negara yang masuk dalam jeratnya
seperti tikus-tikus yang terkurung dalam jeruji atau kandang besi –hingga
takkan sanggup menjadi Negara-negara yang mandiri dan kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar